Jaksa Agung Soroti Tuntutan Rendah Pemerkosa di Lahat: Pakai Hati Nurani!

Jaksa Agung Soroti Tuntutan Rendah Pemerkosa di Lahat: Pakai Hati Nurani!

Yulida Medistiara - detikNews
Kamis, 12 Jan 2023 17:52 WIB
Jaksa Agung ST Burhanuddin
Jaksa Agung ST Burhanuddin (Foto: dok istimewa/Kejaksaan Agung)
Jakarta -

Jaksa Agung ST Burhanuddin angkat bicara terkait kasus pemerkosaan di Lahat, Sumatera Selatan, usai heboh disoroti soal tuntutan dan vonis ringan. Burhanuddin meminta anak buahnya tidak terjebak dalam tugas penegakan hukum yang hanya berpatokan pada aspek formalistik atau angka dalam undang-undang saja tanpa melihat aspek lainnya, yaitu hati nurani.

Burhanuddin meminta jajarannya juga mempertimbangkan aspek yuridis, teknis, sosiologi, budaya (culture), dan local genius yang berkembang di masyarakat selain memperhatikan aspek formalistik (angka hukuman dalam undang-undang). Hal itu karena pertimbangan yuridis, teknis, sosiologi, budaya (culture), dan local genius merupakan kolaborasi disebut dengan keadilan substantif atau dikenal hati nurani.

"Pada setiap kesempatan, Jaksa Agung ST Burhanuddin baik sebagai pimpinan tertinggi penegak hukum di bidang penuntutan dan sebagai akademisi menyampaikan 'hati nurani tidak ada dalam buku, hanya ada dalam sanubari setiap insan manusia', dan untuk itu kepekaan penegak hukum sangat dibutuhkan dalam menangani setiap perkara," kata Burhanuddin melalui keterangan tertulis Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana, Kamis (12/1/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berkaca dari tuntutan ringan kasus pemerkosaan di Lahat, Sumatera Selatan, pelaku merupakan anak di bawah umur. Burhanuddin meminta jaksa memperhatikan aspek hati nurani dalam menangani perkara.

Ia menilai semestinya jaksa penuntut umum juga memperhatikan keadilan bagi korban pemerkosaan yang mengalami trauma, sehingga menurutnya tidak ada alasan memberikan tuntutan ringan bagi pelaku.

ADVERTISEMENT

"Salah satu contoh yakni penanganan kasus pelecehan seksual oleh Kejaksaan Negeri Lahat, di mana hanya melihat dari sisi pelaku yang pada saat melakukan tindak pidana masih di bawah umur tanpa melihat kondisi korban yang secara psikis mengalami traumatis seumur hidupnya termasuk keluarganya, dan seharusnya tidak ada alasan untuk memberikan hukuman ringan atau dispensasi bagi pelaku," kata Burhanuddin.

Ia meminta jajarannya melatih kepekaan dalam menangani setiap perkara. Hal itu untuk menghindari polemik penanganan perkara.

"Keadilan yang didasari dengan hati nurani harus terus dilatih dengan melihat langsung korban, pelaku, masyarakat dan local genius (kearifan lokal yang hidup dalam masyarakat), dan jika itu dilakukan, protes, kontroversi, polemik dalam setiap penanganan perkara dapat dihindarkan," ungkapnya.

Baca halaman selanjutnya.

Simak Video 'Hotman paris Soroti Pemerkosa di Sumsel Divonis Bui 10 Bulan':

[Gambas:Video 20detik]



Lebih lanjut, Burhanuddin mengingatkan jaksa yang menangani perkara turut menjunjung tinggi nilai keagamaan, nilai etika dan kesopanan, termasuk menjunjung tinggi nilai keadilan masyarakat (keadilan sosial). Selain itu, ia meminta jajarannya tidak menyalahgunakan wewenang sekecil apa pun dalam penanganan perkara serta meminta agar semua aspirasi yang ada di masyarakat didengar.

"Gunakan nuranimu, apakah perkara ini dan layak untuk dilanjutkan, layak diringankan atau layak untuk diperberat. Kewenangan yang Saudara miliki sangat besar dalam membangun citra penegakan hukum di masyarakat," ujarnya.

Ketut menyampaikan pesan Jaksa Agung agar jajarannya menegakkan hukum humanis. Menurutnya, saat ini jaksa harus menjamin kepastian hukum dan berkeadilan di masyarakat.

"Hati nurani dalam proses penegakan hukum wajib hukumnya dimana seorang Jaksa di lapangan harus memahami kebutuhan hukum masyarakat. Jadi harus sering turun dan melihat langsung kondisi riil yang ada dalam masyarakat," katanya.

"Konsep penegakan hukum yang menjadi tren di era modern ini membuat kita harus selalu beradaptasi menciptakan hukum yang dapat bermanfaat, menjamin kepastian hukum dan berkeadilan di masyarakat tanpa mengorbankan kecepatan, serta kemudahan dan ketepatan dalam mengambil sikap ketika menghadapi permasalahan hukum di masyarakat. Itulah yang selalu Jaksa Agung ingatkan sebagai upaya memasyarakatkan hukum dengan istilah kerennya penegakan hukum humanis," imbuhnya.

Kajari Lahat Dinonaktifkan

Sebelumnya, vonis 10 bulan penjara terhadap dua pemerkosa anak di bawah umur di Lahat, Sumatera Selatan, dikritik oleh sejumlah pihak, salah satunya Hotman Paris. Kajari Lahat kini dinonaktifkan sementara buntut rendahnya tuntutan 7 bulan penjara kasus pemerkosaan anak tersebut.

Dua pelaku itu adalah OH (17) dan MAP (17) serta GA (18). Namun GA saat ini masih dalam proses penyidikan di Satreskrim Polres Lahat.

Awalnya pelaku dituntut rendah oleh jaksa, yakni 7 bulan penjara, dan divonis oleh hakim Pengadilan Negeri Lahat lebih tinggi dari tuntutan jaksa, yaitu 10 bulan. Meski demikian, vonis dan tuntutan itu tetap mengundang kritik dari sejumlah pihak.

Jaksa pun akhirnya mengajukan banding buntut tuntutan dan vonis nihil tersebut. Kejagung telah turun tangan memeriksa pejabat Kejari Lahat dan menonaktifkan sementara Kajari Lahat dan jaksa yang menangani kasus tersebut.

Halaman 2 dari 2
(yld/dhn)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads