Anggota Komisi IV DPR Daniel Johan memberikan refleksi akhir tahun terkait pemerintahan Jokowi-Ma'ruf. Politisi PKB ini menyoroti masalah pangan yang hulunya ada di Pertanian dan Perikanan.
Menurut Daniel, secara umum tahun 2022 anggaran pertanian menunjukkan perhatiannya agak menurun hal ini dapat dilihat anggaran pertanian hanya Rp 14 triliun, jauh lebih kecil dibandingkan dengan tahun sebelum-sebelumnya, di tahun 2021 saja mencapai Rp 21 triliun, 2020 sebesar Rp 15 triliun.
Daniel mengatakan penurunan itu menjadi bukti pemerintah tidak menunjukkan keseriusan bicara soal pangan karena bicara pangan tidak terlepas dari bicara soal dukungan anggaran dalam hal produksi yaitu pertanian.
Daniel lantas bicara persoalan yang muncul ketika anggaran pertanian menurun, misalnya produksi pangan khususnya beras menjadi polemik di akhir tahun, data produksi dan realitas yang ada terlintas antara Kementerian pertanian dan Bulog saling lempar tanggung jawab. Hal menunjukkan ketidaksinkronan data diantara lembaga yang ada yang mengurusi soal pangan ini.
"PKB memandang bahwa tidak seharusnya terjadi, ini baru soal data, belum lagi soal input pertanian yang carut-marut di dalamnya diantaranya soal harga pupuk yang melambung tinggi, ketidakmampuan dalam hal manajemen distribusi pupuk yang tidak tepat waktu menyebabkan petani gagal produksi," ujarnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di tahun 2022 pula pemerintah melakukan pembatasan soal jenis tanaman yang boleh mendapatkan pupuk subsidi, padahal petani kita berbagai jenis komoditi yang diusahakannya butuh pupuk dan rata-rata mereka belum mandiri soal pupuk. Dengan tegas PKB menolak pembatasan jenis komoditi yang diberikan pupuk subsidi.
"Pembatasan jenis komoditi yang diberikan menyebabkan petani sangat keberatan sehingga petani bisa mengalami kemunduran produksi. PKB melalui komisi IV meminta agar Permentan Nomor 10 Tahun 2022 direvisi atau dicabut, karena tidak memberikan azas keadilan bagi petani," ujarnya.
"Alasan pemerintah untuk melakukan tata kelola pupuk, namun demikian merugikan petani yang di luar 9 komoditi diantaranya padi, jagung, kedelai, cabai, bawang merah, bawang putih, tebu, kopi dan kakao. Di luar ini tidak mendapatkan alokasi sehingga ini akan membebani petani apalagi di tahun 2023 akan dijalankan dengan penuh. Melihat hal ini PKB tidak tinggal diam, karena semangatnya adalah subsidi adalah hak warga negara yang harus diatur sedemikian rupa agar mendapatkan keadilan," lanjutnya.
Indonesia dijuluki sebagai negara agraris, pun juga sebagai negara maritim. Daniel menilai kedua julukan ini masih relevan, namun tata kelolanya masih belum besar sebagaimana julukannya.
Catatan PKB terkait pangan nasional, di halaman berikut
1. Carut marut soal pangan khususnya beras terjadi, hal ini karena adanya ketidakseriusan pemerintah dalam mengelola pangan dengan baik terbukti dari anggaran sektor pertanian sebagai core produksi tidak ditanggung dengan anggaran yang cukup.
2. Harga input pertanian yang terus melambung tinggi sementara output pertanian harganya tidak stabil.
3. SDM pertanian yang masih belum dikelola dengan baik, meskipun sudah ada petani milenial dengan kombinasi pemanfaatan teknologi digital bermunculan, itu pun karena inisiatif melihat masalah pangan yang ada, pemerintah masih minim soal dukungan kepada petani muda, masih sebatas seremonial belum berupa wujud dukungan fasilitasi, dukungan anggaran, dukungan jejaring.
4. Program Food Estate yang sudah dikerjakan dan tidak membuahkan hasil agar dibatalkan, anggaran FE ini sangat besar dan tidak berdampak pada peningkatan ketersediaan pangan. Lebih baik, anggaran FE diberikan kepada petani, menaikkan anggaran subsidi, kemudian membeli hasil panen petani dengan harga tinggi itu lebih baik daripada anggaran FE tidak bermanfaat.
5. Bicara soal perikanan dan kelautan, masalah utama adalah pada dukungan infrastruktur nelayan diantara yang utama adalah soal langka dan mahalnya BBM untuk nelayan, infrastruktur penyedia SPBN yang minim dan mahalnya BBM. pemerintah lamban melihat persoalan ini. SDM nelayan yang masih jauhdari kata sejahtera, terutama di pesisir-pesisir yang masih belum diperhatikan.
Selain itu, Daniel juga menyoroti soal pangan ini sebagai suatu hal yang fundamental dan masalah hidup mati suatu bangsa.
"Fraksi PKB menugaskan kepada kami yang ada di Komisi IV untuk mengawal pangan dengan serius, dan mengawal pemerintah agar program-program lebih terukur, tepat sasaran serta memberikan dampak konkrit bagi peningkatan pangan. PKB memiliki landasan yang jelas soal pangan ini yaitu landasan kemandirian pangan, bukan ketahanan pangan," ujarnya.
Daniel mengatakan pihaknya terus berupaya agar paradigma kedaulatan pangan ini menjadi pandangan bersama, sehingga arah kebijakan pangan kita menyasar pada kemandirian pangan, kedaulatan pangan, dengan punya pemahaman yang sama soal kedaulatan pangan maka kebijakan-kebijakan mengarah pada kedaulatan dan kemandirian pangan. Kemudian dapat dituangkan dalam berbagai kebijakan, program dan strategi dalam mewujudkan kedaulatan pangan tersebut.
"Badan Pangan Nasional (Bapanas) harus difungsikan sebagaimana amanat dari UU pangan dan Perpres Nomor 66 Tahun 2021 tentang Badan Pangan untuk merumuskan tata kelola pangan nasional, bukan hanya soal bagaimana jual beli pangan, tugas Bapanas adalah mereformasi soal tata kelola pangan, bertindak sebagai regulator bukan menjadi operator semata sebagaimana bunyi pada pasal 3 perpres tersebut," tegas Daniel.
PKB mendorong anggaran untuk pangan harus ditingkatkan persentase dari APBN. Daniel menilai hal ini akan memberikan ruang gerak dalam mengelola pangan, diantaranya anggaran tersebut untuk meningkatkan skill SDM Pertanian, upgrade teknologi pertanian, memperbaiki infrastruktur pertanian.
"Kemudian yang utama adalah menerapkan UU perlindungan lahan yaitu UU No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, hal ini untuk menjaga lahan-lahan produktif untuk produksi pangan tidak beralih fungsi, sanksi tegas harus diterapkan. Jika lahan-lahan produktif ini tidak dilindungi maka lambat laun lahan-lahan akan terpinggirkan, dan menyisakan lahan marginal dan untuk melakukan budidaya maka butuh effort dari berbagai sisi," ujarnya.
"Terakhir bahwa, soal pangan, soal urusan perut adalah soal hidup mati suatu bangsa, yaitu soal hidup mati bangsa kita, makanya sebelum terlambat kita harus bergerak cepat, menyelamatkan pangan kita, dengan produksi yang terkelola dengan baik sehingga kita terhindar dari kerawanan pangan dan kelaparan, karena soal pangan adalah soal jati diri bangsa," imbuhnya.