Candaan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang tak diajak nyanyi terlontar dalam acara Outlook Perekonomian Indonesia 2023. Jokowi curhat para menterinya selalu menghadap ketika ada masalah namun dirinya tak pernah diajak saat acara senang-senang.
Hal itu bermula saat Menko Perekonomian Airlangga Hartarto berkelakar soal suara Menteri Keuangan Sri Mulyani. Airlangga mengaku tak bisa membedakan suara Sri Mulyani dan penyanyi kondang Rossa.
"Lapor Pak Presiden, Bu Menteri Keuangan kemarin nyanyi suaranya sama Rossa saya tidak bisa bedakan, Pak," kata Airlangga di acara Outlook Perekonomian Indonesia 2023 seperti disiarkan akun YouTube Sekretariat Presiden, Rabu (21/12/2022). Airlangga berbicara sebelum Jokowi menyampaikan sambutan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Candaan Airlangga disampaikan saat menyapa sejumlah menteri yang hadir. Jokowi dan Sri Mulyani tertawa mendengarkan candaan Airlangga itu.
Setelah itu, Airlangga menyapa Gubernur BI Perry Warjiyo. Airlangga berkelakar soal acara Kemenko Perekonomian dan acara BI.
"Pak Gubernur BI, saya buat disclaimer Pak Presiden acara ini diselenggarakan oleh Kemenko Perekonomian, jadi kelasnya kelas ekonomi Pak, beda dengan BI, itu kelas bisnis atau first class, Pak," ujar Airlangga.
Candaan Airlangga itu rupanya dibalas Jokowi saat menyampaikan sambutan. Jokowi awalnya berbicara panjang lebar mengenai situasi ekonomi Indonesia dan dunia. Di akhir sambutannya, Jokowi menekankan mengenai pentingnya hilirisasi dan energi hijau.
"Tadi sudah saya sampaikan hilirisasi, energi hijau, ini menjadi kunci. Ke depan, saya sudah minta strategi hilirisasi ini harus dibuat dalam ekosistem besar, apa, didukung energi hijau yang murah. Ini akan menjadi produk premium yang kita akan bisa bersaing dengan negara-negara lain," ujar Jokowi.
Jokowi mengatakan kunci energi hijau itu harus murah. Dia mengatakan energi hijau yang mahal tak akan berarti apa-apa.
Dia menjelaskan hilirisasi dan energi hijau merupakan kekuatan Indonesia, namun harus didukung oleh pelaksanaan yang baik. Barulah kemudian Jokowi bercerita soal hal-hal yang sulit selalu diarahkan kepada dirinya.
"Dua hal tadi, hilirisasi kemudian didukung energi hijau. Sulitnya adalah pelaksanaan. Tapi yang pusing-pusing biasanya diberikan kepada saya," ujar Jokowi.
Namun, kata Jokowi, dirinya tak pernah diajak saat ada acara senang-senang. Dia mengungkit acara nyanyi-nyanyi yang tak mengajak dirinya.
"Kalau yang masalah, yang problem, menteri-menteri itu mesti menghadap saya. Tapi yang enak-enak, kayak kemarin nyanyi-nyanyi, makan-makan, tidak pernah mengajak saya," ujar Jokowi disambut tawa peserta yang hadir.
Untuk diketahui, pada Selasa (20/12) lalu, Jokowi melakukan kunjungan kerja ke Jawa Timur. Jokowi bertolak ke Nganjuk untuk meresmikan Bendungan Semantok.
Sementara itu, pada malam harinya, ada acara Apresiasi Sukses Presidensi G20 Indonesia sebagaimana disiarkan di akun YouTube Perekonomian RI. Acara itu dihadiri Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menlu Retno LP Marsudi, Menkeu Sri Mulyani, Menkes Budi Gunadi Sadikin, Menperin Agus Gumiwang, hingga Gubernur BI Perry Warjiyo.
Dalam sambutannya, Airlangga menyampaikan terima kasih kepada seluruh tamu yang hadir. Dia juga bersyukur KTT G20 menghasilkan sejumlah kesepakatan.
"Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak/Ibu semua yang hadir dalam acara rasa syukur dan penghargaan bahwa KTT G20 telah menghasilkan Bali Declaration dan juga mencapai konsensus serta menyusun concrete deliverables di tengah ketidakpastian dari situasi dunia," ujar Airlangga.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya
Saksikan juga 'Sinyal Jokowi Hentikan PPKM Akhir Tahun Ini':
Analisis Pakar
Pakar komunikasi politik Arif Susanto memberikan analisisnya terkait gaya komunikasi Jokowi tersebut kepada para menterinya. Dia menilai pernyataan itu sebetulnya bisa diartikan sebagai gurauan dan juga sekaligus kegusaran Jokowi.
"Iya dua-duanya (gusar dan gurau), kalau saya nggak melihat kelewat serius itu konteksnya sebelumnya mungkin, sebelum Pak Jokowi sampaikan pidato, ada Airlangga secara bergurau menyampaikan kemarin bahwa Sri Mulyani menyanyi dan suaranya bagus gitu," kata Arif Susanto saat dihubungi, Rabu (21/12).
Meski bisa diartikan keduanya, Arif melihat Jokowi memang memiliki gaya komunikasi seperti itu. Dia menyebut Jokowi sering menyampaikan sesuatu tidak terlewat formal tapi selalu mengandung pesan penting bagi para menterinya.
"Kita harus paham bahwa gaya berkomunikasi Jokowi itu sering tidak terlewat formal kalau dibandingkan dengan presiden presiden terdahulu, kalau mau dibandingkan gitu ya mungkin Gus Dur atau Habibie gitu ya, itu juga gaya komunikasnya juga relatif cair, saya kira Jokowi juga punya karakter serupa, gaya komunikasinya lebih cair lah dibandingkan formal gitu," ucapnya.
"Tapi esensi pesannya bahwa Pak Jokowi sebenarnya sedang ingatkan tentang sense of crisis, kalau mau diseriusin, ini bukan pesan pertama kalinya Pak Jokowi singgung soal sense of crisis-nya para menteri," lanjutnya.
Kemudian, Arif memandang pernyataan Jokowi tersebut juga sebagai pengingat kepada para menterinya terkait terobosan-terobosan dalam kebijakan. Hanya, kata dia, peringatan kepada bawahannya tersebut dibungkus dengan candaan.
"Kalau kita mau lihat dari apa yang sering disampaikan lewat pidato-pidatonya itu kan Jokowi kehendaki sebuah kabinet yang bekerja, tapi kalau misalnya menteri-menteri terus-menerus bertanya ke Presiden tentang apa yang harus dilakukan berarti kan menterinya kurang dalam membangun terobosan gitu, cuma cara sampaikannya yang dibungkus dengan candaan seperti itu tadi," ujar dia.
Arif menyebut pernyataan Jokowi soal tidak diajak senang-senang ini juga memiliki ambiguitas. Dia lalu mengaitkan budaya Jawa yang melekat pada Jokowi, di mana teguran disampaikan secara tidak langsung demi menghindari gesekan kepentingan politik dengan para menterinya.
"Memang ambigu, kalau ini dilihat sebagai khas Jawa mungkin ada tapi not completely karena kultur Jawa-nya, tapi completely karena itu. Saya kira kita juga harus menimbang bahwa selain persoalan latar belakang kultur Jawa itu tadi, kita harus menimbang bahwa latar belakang kultur politik yang berkembang dalam relasi antarelite, ini kan elite ini pada satu sisi bekerja sama, tapi pada sisi lain mereka bersaing," jelasnya.
"Tapi persoalannya gimana persaingan ini tidak buat peluang kerja sama itu jadi runtuh, di situ kemudian muncul model-model komunikasi Pak Jokowi, jelas Pak Jokowi nggak mungkin menegur secara keras di depan publik gitu ya, tapi membiarkan juga akan membuat grid kekuasaan Jokowi jadi melemah, jadi memainkan strategi di tengah kultur politik semacam itu menjadi tepat kalau menggunakan model-model sindiran yang memang kita kenal kuat dalam tradisi Jawa. Jadi ketemu antara kebutuhan politik dengan latar budaya tadi itu," lanjut dia.