Presiden Jokowi melantik Guntur Hamzah menjadi hakim konstitusi menggantikan Aswanto, yang dikocok ulang DPR. Seorang warga negara, Priyanto menilai kocok ulang itu janggal dan akan menggugat ke PTUN Jakarta.
"Itu pengajuan keberatan ke Presiden atas penerbitan Keppres. Klien saya menyampaikan keberatan agar Presiden mencabut dan membatalkan keppresnya. Kalau keberatan itu ditolak atau tidak ada tanggapan dari Presiden, maka klien saya akan mengajukan gugatan ke PTUN Jakarta," kata kuasa hukum Priyanto, Ignatius Supriyadi, kepada wartawan, Selasa (20/12/2022).
Gugatan itu menyikapi polemik yang terjadi akhir-akhir in terkait pemberhentian Hakim Konstitusi Aswanto dan pengangkatan Guntur Hamzah sebagai pengganti yang diajukan oleh DPR kepada Presiden dan oleh Presiden telah diterbitkan Keputusan Presiden Nomor 114/P/2022 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Hakim Konstitusi yang diajukan oleh DPR.
"Maka saya memandang perlu untuk menyampaikan pandangan dan mengambil sikap yang saya anggap tepat, yaitu dengan mengajukan upaya administratif berupa keberatan kepada Presiden," kata Priyanto yang juga advokat itu.
Upaya hukum keberatan ini ditempuh Priyanto sebagai upaya untuk meminta Presiden mencabut dan membatalkan keppres dengan alasan keppres itu telah ditetapkan dengan melanggar prosedur dan mekanisme sebagaimana diatur dalam UU MK.
"Langkah yang saya ambil itu murni didasari pada niat dan maksud baik saya untuk mencoba mengakhiri permasalahan dimaksud. Mengapa? Karena cikal bakal polemik itu mau tidak mau harus diakui sebagai akibat lebih lanjut dari permohonan uji materiil atas materi muatan Pasal 87 huruf b UU MK yang saya ajukan sebagaimana terdaftar dalam nomor perkara 96/PUU-XVIII/2020," bebernya.
"Saya selaku pemohon dalam perkara itu tentunya tidak menginginkan adanya kekacauan pasca putusan dalam perkara tersebut dijatuhkan," sambung Priyanto.
Priyanto menyatakan tujuan mengajukan permohonan judicial review semata-mata agar hakim konstitusi yang saat itu sedang menjabat benar-benar memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam UU MK sehingga jangan sampai hakim konstitusi yang tidak memenuhi syarat dianggap dengan begitu saja telah memenuhi seperti materi muatan Pasal 87 huruf b.
"Akan tetapi, dengan telah diputuskan oleh MK bahwa materi muatan Pasal tersebut tidak bertentangan dengan UUD 1945, maka saya sebagai Pemohon legawa dan dapat menerima putusan dengan baik," ungkapnya.
"Namun demikian, hati kecil saya merasa kecewa dengan timbulnya persoalan itu yang sedikit banyak menyebabkan marwah Mahkamah Konstitusi menjadi terkoyak," sambungnya.
Apalagi alasan pemberhentian dan pengangkatan Hakim Konstitusi baru yang diusulkan oleh DR, sebagaimana dilansir dalam berbagai berita di media massa, diduga lebih dilatarbelakangi kepentingan politis DR dengan maksud untuk menghilangkan independensi (kemandirian) hakim konstitusi dengan cara menjadikan Hakim Konstitusi sebagai wakilnya yang akan mempertahankan produk DPR.
"Tentunya dalam hal ini, saya sebagai pihak yang berkepentingan berusaha semampu saya untuk meluruskan dan mendudukkan kembali permasalahan yang timbul pada keadaan yang seharusnya, sekalipun saya tidak yakin apakah usaha saya itu akan berhasil sebab terkesan Presiden mengamini sikap DR dengan menerbitkan keppres dan dalam beberapa berita di media disebutkan bahwa Presiden hanya menjalankan tindakan administratif dan tidak dalam kapasitas untuk bisa menolak usulan itu," sesalnya.
Sekiranya nantinya keberatan yang diajukan kepada Presiden tidak membuahkan hasil yang positif, niscaya hal itu tidak akan membuat Priyanto menyerah atau berhenti.
"Masih ada kesempatan hukum yang dapat dilaksanakan, yaitu mengajukan gugatan pembatalan dan pencabutan keppres melalui Pengadilan Tata Usaha Negara," ungkapnya.
"Proses pemeriksaan gugatan itu pastinya juga akan lebih banyak mengungkap kebenaran fakta yang terjadi kepada masyarakat luas, selain akan memastikan apakah keppres dimaksud memang pada dasarnya cacat sehingga haruslah dibatalkan dan dicabut," pungkasnya.
Simak juga Video: Bacakan Sumpah, Guntur Hamzah Resmi Jadi Hakim Konstitusi