Kepala Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk Provinsi DKI Jakarta Tuty Kusumawati mencatat adanya peningkatan kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan. Kasus kekerasan meningkat 3 bulan terakhir.
"Persentasenya kalau dari 2015 sampai 2021 banyaknya anak-anak. Sekitar 50-60 persen itu anak-anak. Sisanya perempuan. Tapi di tahun 2022 ini, terutama tiga bulan terakhir (September-November) ini, tiba-tiba persentase sementara ini banyaknya perempuan yang datang melapor. Persentase sementara ya, kita belum tutup hukum sampai Desember, ini banyak perempuan," ungkap Tuty kepada wartawan di Halte Cakra Selaras Wahana, Jakarta Selatan, Senin (12/12/2022).
"Sekitar 1.000-1.700 kasus setiap tahun. Rata-rata ini yang datang melapor ya, yang nggak lapor kita nggak pernah tahu," ujarnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia berharap masyarakat, khususnya perempuan, berani melapor jika terjadi kekerasan. Sebab, saat ini sudah terdapat UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) untuk melindungi kaum perempuan.
"Jadi harus banyak speak up, jangan malu. Bahwa kekerasan itu perbuatan yang tidak bisa ditoleransi. Dengan adanya UU TPKS no 12/2022, kepastian hukum terhadap pelaku ini semakin jelas dan perlindungan terhadap korban juga semakin jelas," tuturnya.
"Bahwa korban harus dan perlu dilindungi. Jadi bukan hanya korban yang bisa melapor, tapi orang yang melihat pun bisa melapor juga. Makanya kalau ada melihat, tolong didokumentasikan agar itu bisa menjadi bukti awal pemeriksaan di kepolisian," lanjutnya.
Ia melanjutkan, saat ini Pemprov DKI sudah menyediakan Pos Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA).
"Di transportasi publik seperti ini, Pemprov DKI Jakarta sudah membentuk SAPA. Kalau di TransJ ini sudah ada di 50 halte, LRT sudah ada di 6 stasiun. MRT sudah ada di 13 stasiun," pungkasnya.
Lihat juga video 'Detik-detik ABG Coba Melarikan Diri dari Pemerkosa di Medan':