Warga Jakarta Barat, Irfan Kamil, menggugat UU Lalu Lintas dan Jalan (LLAJ) ke Mahkamah Konstitusi (MK) agar memperjelas siapa yang bertanggung jawab apabila ada kecelakaan akibat jalan rusak. Namun gugatan itu ditolak mentah-mentah MK. Irfan Kamil pun kecewa.
"Mahkamah Konstitusi langsung memutus tanpa mendengarkan keterangan para pihak (DPR dan Presiden)," kata kuasa hukum Irfan Kamil, Viktor Santoso Tandiasa, kepada wartawan, Minggu (4/12/2022).
Pemohon mengakui menghargai Putusan MK Nomor 98/PUU-XX/2022 yang diucapkan pada 30 September 2022. Dalam putusannya, MK menyatakan berwenang menguji Pasal 273 ayat (1) UU LLAJ dan Irfan Kamil mempunyai legal standing untuk menguji ketentuan norma tersebut. Sayangnya, MK enggan meneruskan permasalahan regulasi itu ke sidang pokok perkara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Hanya saja Mahkamah Konstitusi tidak melanjutkan pemeriksaan pokok perkara karena merasa permohonan pemohon telah jelas dengan berdasarkan pada Pasal 54 UU MK tidak terdapat kebutuhan bagi Mahkamah untuk mendengar keterangan pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 UU MK tersebut," ucap Viktor Santoso Tandiasa.
Dalam pertimbangannya, MK menilai tidak perlu mendengarkan lagi argumen Presiden dan DPR. Pertimbangan MK yaitu:
Mengenai penyelenggara jalan yang dipersoalkan oleh Pemohon dengan tegas didefinisikan dalam Pasal 1 angka 3 UU 2/2022 tentang jalan, yaitu pihak yang melakukan pengaturan pembinaan, pembangunan, pengawasan jalan sesuai dengan kewenangan. Sementara itu, berkenaan dengan pembagian dan pengelompokan jalan juga telah diatur secara terperinci dalam UU 2/2022. Bahkan, pengaturan mengenai pemeliharaan jalan dan perbaikan kerusakan jalan juga diatur dalam UU 2/2022. Persoalan siapa yang akan bertanggung jawab terhadap kerusakan jalan yang Pemohon persoalkan pun terjawab dalam UU 2/2022. Selain UU tentang Jalan, pengaturan teknis mengenai jalan juga telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan (PP 34/2006).
"Padahal yang diinginkan pemohon terhadap frasa 'penyelenggara jalan' adalah siapa subjek hukum yang dimaksud sebagai penyelenggara jalan dan hal tersebut tidak terjawab dalam UU 2/2022 dan PP 34/2006," urai Viktor Santoso Tandiasa.
Dengan demikian, kata Viktor Santoso Tandiasa, penerapan Pasal 273 ayat (1) UU 22/2009 tetap menjadi tidak jelas siapa subjek hukum yang dimaksud penyelenggara jalan yang harus bertanggung jawab secara pidana apabila ada pengguna jalan yang mengalami kecelakaan akibat jalan rusak.
"Ini belum clear, Mahkamah belum menjawabnya, dan UU 2/2022 dan PP 34/2006 tentang Jalan pun belum menjelaskan siapa subjek hukum tersebut," beber Viktor Santoso Tandiasa.
Baca selengkapnya di halaman berikutnya.