Kisah Annasya, Dorong Harapan Hidup dengan Perawatan Paliatif

Kisah Annasya, Dorong Harapan Hidup dengan Perawatan Paliatif

Nada Celesta - detikNews
Minggu, 04 Des 2022 11:54 WIB
Jakarta -

Setahun sudah Annasya hanya bisa berbaring di tempat tidur. Kehidupan gadis berusia enam tahun itu berubah ketika ia terkena Demam Berdarah Dengue (DBD) satu tahun lalu. Terlambatnya penanganan menyebabkan kondisinya memburuk dan menyebabkan ia didiagnosa encephalitis dan pneumonia.

"Iya, untuk kondisi Annasya itu karena kondisi DBD sudah menjalar ke saraf otak, jadi istilah dari kedokteran gejala siksaan, siksaan DBD, jadi menyebabkan kondisi gangguan saraf, sehingga terdiagnosa encephalitis atau radang otak ya, dan pneumonia yang diakibatkan kelamaan berbaring dengan kondisi koma," terang Fauzan, ayah Annasya di program Sosok detikcom.

Secara medis, kondisi Annasya tidak dapat disembuhkan. Oleh karena itu, hal yang harus difokuskan adalah untuk menambah kualitas hidup Annasya. Menghadapi kondisi yang tiba-tiba tersebut, Fauzan dan keluarga mengaku sempat kebingungan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sebelumnya, kita sebagai keluarga cukup kebingungan ya, karena latar belakang kita tidak ada dari kalangan medis, jadi masih awam di dunia medis ya. Nah, kondisi Annasya sebelum dibawa pulang ke rumah, ya Alhamdulillah dapat masukan dari dokter di rumah sakit Anasya dirawat. Jadi, disarankan dan direkomendasikan ke Rachel House ya, jadi untuk Annasya bisa dibantu secara berkala, melalui perawatan dari perawat paliatif," jelas Fauzan.

Annasya adalah salah satu pasien paliatif asuhan Rachel House Indonesia. Dikutip dari laman Rachel House Indonesia, asuhan paliatif anak meliputi perawatan secara aktif dan menyeluruh terhadap fisik, pikiran dan jiwa anak, termasuk pemberian dukungan kepada keluarga. Adapun dukungan kepada keluarga yang dimaksud juga meliputi dukungan emosional, psikososial, spiritual, dan ekonomi.

ADVERTISEMENT

Tak hanya itu, kondisi Annasya juga menyebabkan banyak perubahan pada keluarganya. Demi mendampingi Annasya, Fauzan memilih meninggalkan pekerjaannya. Penyesuaian jam istirahat anggota keluarga juga harus disesuaikan agar bisa merawat Annasya dengan optimal.

"Kita biasanya malam tidur, siangnya bangun aktivitas bekerja, gitu kan. Jadi, kondisi Annasya saat sekarang, ya saya selaku ayahnya ya harus merawat Annasya di malam hari. Kemudian di siang hari kan ada neneknya, sama maminya. Jadi ya, bisa bergantian ya, saya ubah pola tidur saya," terang Fauzan.

Tanpa basis pengetahuan medis, melakukan perawatan di rumah untuk anak dengan penyakit serius tentu sama sekali tidak mudah. Penanganan yang salah justru dapat memperburuk kondisi pasien. Sementara, perlu aksi cepat dan tepat dalam menghadapi situasi tidak terduga.

Faktor non medis yang sangat berpengaruh, halaman selanjutnya.


"Dahulu Anasya ini pernah kejang, sempat kejang sampai gigit lidah sampai berdarah. Jadi, otomatis banyak lendir jadi suhu badannya juga naik, jadi kita langsung telepon suster malam-malam, di situ kita video call langsung diberi penanganan, yaitu ya saya rasa salah satu menyelamatkan nyawa Anasya ya," kenang Fauzan.

Menghadapi kondisi serba tak pasti, menyebabkan keluarga seringkali juga diliputi rasa khawatir, bingung, dan putus asa. Hal non medis inilah yang kemudian bisa semakin menghambat optimalisasi perawatan yang diterima anak.

Untuk itulah, kehadiran perawat paliatif dibutuhkan. Tak hanya membantu dari segi medis seperti mengedukasi cara mengurangi gejala, namun juga hadir untuk menjawab kekhawatiran keluarga, memberi dukungan emosional, hingga menyediakan sistem dukungan dan edukasi keluarga pasien dalam menghadapi kematian.

"Membutuhkan waktu untuk menerima keadaan dan kondisi yang secara tiba-tiba. Yang tadinya kita tahu anak kita sehat-sehat saja, normal, dan ternyata keadaan berkata lain. Jadi, banyak informasi yang dikasih dari suster. Penjelasan yang tadinya kita agak berat untuk menjalankannya ya jadi lebih ringan gitu kan, dengan bantuan dari suster paliatif, luar biasa menurut saya," kata Fauzan.

Dengan perawatan paliatif, kondisi Annasya berangsur-angsur membaik. Meski tetap berbaring di tempat tidur, namun kondisinya jauh lebih baik daripada saat pertama kali pulang dari rumah sakit. Salah satu aspek yang terlihat adalah berat badan Annasya yang bertambah.

"Sekarang kan sudah secara fisik ya sudah kelihatan normal, badan juga sudah bagus begitu. Dahulu waktu baru pulang dari rumah sakit kondisi berat badannya turun. Jadi, Anasya jauh, jauhlah perbandingannya dengan sekarang. Nah, dengan kita konsultasi dengan suster, dengan cara penanganan yang diinformasikan ke kita, ya kita jadi tahu ini harus seperti apa," terang Fauzan.

Halaman 2 dari 2
(nad/vys)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads