Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) melakukan Sosialisasi Empat Pilar MPR RI 'Bersatu Kita Kuat, Indonesia Tangguh' bersama Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI), di Jakarta. Pada kesempatan tersebut, ia menekankan kunci sukses perjuangan Indonesia merdeka karena didorong oleh gerakan kebangsaan yang masif dan inklusif.
Gerakan tersebut melibatkan seluruh elemen masyarakat, termasuk etnis Tionghoa yang telah berasimilasi menjadi bagian dari bangsa Indonesia. Lebih lanjut Wakil Ketua Umum Partai Golkar mencontohkan sejarah Sumpah Pemuda tahun 1928 yang memuat kiprah dan kontribusi etnis Tionghoa dalam pergerakan kebangsaan.
Dikatakannya, rumah pergerakan yang sekaligus menjadi tempat deklarasi Sumpah Pemuda adalah milik seorang Tionghoa bernama Sie Kong Liong. Selain itu, lima pemuda Tionghoa yang berasal dari dua organisasi kedaerahan, Jong Sumatranen Bond dan Jong Islamieten Bond, juga turut berpartisipasi pada deklarasi Sumpah Pemuda.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Lagu Kebangsaan Indonesia Raya ciptaan W.R. Supratman juga diterbitkan oleh surat kabar Sin Po, dan direkam di studio milik seorang Tionghoa bernama Yo Kim Tjan. Berbagai peristiwa tersebut menegaskan bahwa sejatinya semangat kebersamaan telah diteladankan oleh para pendahulu kita, dan telah menjadi legasi kesejarahan. Sekaligus menunjukan setiap elemen bangsa mempunyai andil dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, tidak terkecuali etnis Tionghoa," ujar Bamsoet dalam keterangannya, Kamis (1/12/2022).
Dalam acara yang digelar Rabu (30/11) kemarin, Ketua DPR RI ke-20 ini menjelaskan bagi Indonesia yang memiliki tingkat heterogenitas sangat tinggi, merawat persatuan dan kesatuan bangsa merupakan sebuah keniscayaan. Apalagi Indonesia memiliki jumlah penduduk lebih dari 273 juta jiwa, terdiri dari 1.340 suku dengan 733 bahasa, serta menganut 6 agama dan puluhan aliran kepercayaan. Kondisi ini dinilainya menempatkan bangsa Indonesia pada posisi yang rentan dari ancaman perpecahan.
"Kita dapat belajar dari referensi global, bahwa pada masanya, Uni Soviet dan Yugoslavia adalah representasi negara besar dan maju di kawasan Eropa Timur. Namun kegagalan dalam membangun semangat kebersamaan, dan kelalaian dalam merawat soliditas ikatan kebangsaan, telah menyebabkan kedua negara besar tersebut terpecah-belah dan tercerai-berai," jelas Bamsoet.
Wakil Ketua Umum SOKSI ini menjelaskan kebhinekaan dalam negara yang kaya keberagaman seperti Indonesia, hanya bisa terwujud melalui komitmen kuat untuk mengelola kemajemukan dengan baik dan benar. Kegagalan dalam mengelola kemajemukan dan ketidaksiapan masyarakat menerima kemajemukan tersebut, berpotensi memicu gejolak sosial yang dapat mereduksi semangat persatuan dan kesatuan bangsa. Bahkan dapat menumbuhkan radikalisme dan menimbulkan konflik horizontal.
"Upaya merawat kemajemukan Indonesia harus dilandasi oleh kesadaran bahwa keberagaman yang kita miliki adalah fitrah kebangsaan yang harus dijaga bersama. Di sisi lain, kebersamaan sebagai sebuah bangsa juga harus ditopang oleh fondasi yang mengakar kuat agar tidak mudah goyah oleh berbagai potensi ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan. Dalam konteks ke-Indonesiaan, pondasi tersebut mewujud pada sikap tenggang rasa dan semangat gotong royong," terang Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini menambahkan di tengah perkembangan zaman, saat ini Indonesia masih menghadapi kendala dalam upaya merajut kebersamaan dalam keberagaman. Khususnya pada aspek ideologis, kata dia, masalah-masalah patogenik yang terkait dengan ideologi negara pada umumnya berangkat dari dua isu utama.
Pertama, kelemahan dalam merawat dan mentransformasikan ideologi kebangsaan, dari mulanya rumusan-rumusan ideal abstrak menjadi praktik kolektif kenegaraan, kebangsaan, dan kemasyarakatan. Kedua, kegagalan dalam mencegah infiltrasi narasi dan gerakan kontra ideologi negara dalam berbagai aspek dan dimensi.
"Kita harus mengakui, ada semacam kealpaan dalam konteks tersebut. Kealpaan inilah yang membuat kelompok-kelompok konservatif-eksklusif mudah menginterupsi dunia pendidikan, kelembagaan sosial-kemasyarakatan, dan kelembagaan negara, dengan paham, ideologi dan doktrin keagamaan eksklusif yang menebarkan ancaman terhadap negara Pancasila. Karena itu, kita tidak boleh sedikitpun mengendurkan semangat kolektivitas dalam membangun kebersamaan dan merawat persatuan, dengan merangkul segenap komponen bangsa," pungkas Bamsoet.
Simak juga 'MPR dan Wiranto Cs Bertemu Bahas Evaluasi Penyelenggaraan Pilkada':