Jakarta - Mantan Wakil Kepala Staf Angkatan Darat Letjen TNI Purn Kiki Syahnakri mengakui kepemilikan 185 senjata oleh Waaslog KSAD almarhum Brigjen TNI Koesmayadi sebagai kesalahan administrasi. Pengadaannya tidak melalui jalur Departemen Pertahanan.Namun begitu, menurut Kiki, senjata itu memang merupakan kebutuhan satuan di TNI AD. Karena ada kendala embargo dan anggaran, maka Kostrad mencari sendiri anggarannya guna membeli senjata tersebut.Demikian disampaikan Kiki Syahnakri kepada wartawan usai peluncuran buku "Reformasi Ekonomi Pertahanan Indonesia" di Hotel Santika, Jl Petamburan, Jakarta Pusat, Selasa (25/7/2006). Berikut petikan wawancaranya:
Apakah masalah Koesmayadi ini merupakan bagian dari keruwetan TNI?Oh tidak, itu di luar, itu suatu kebutuhan untuk memodernisasi perlengkapan suatu kesatuan. Lalu ada kendala embargo dan ada kendala dengan anggaran, maka Kostrad mencari sendiri anggaran, bagaimana menerobos embargo itu sehingga perlengkapan ada.
Jadi itu untuk kebutuhan TNI?Ya saya kira begitu. Alatnya sekarang ada di mana-mana, ada di Pleton Pengintai Tempur (Tontaipur) dan Batalyon Raider.
Jadi senjata yang sekarang itu ada di mana-mana, Mabes AD tahu?Ya Mabes AD tahu, KSAD juga tahu. Hanya administratif saja, itu kesalahan administratif, tidak diadministrasikan dan tidak dilaporkan dengan baik dan prosedurnya tidak lewat Dephan.
Katanya bapak sudah diperiksa Puspom?Ya, minggu lalu di Puspom.
Bagaimana persenjataan itu bisa terkumpul di kediamanan almarhum Koesmayadi?Saya tidak tahu bagaimana prosesnya. Apakah koleksi yang bersangkutan, nanti kita tunggu hasil pemeriksaan Puspom.
Saat pengadaan itu bapak sebagai apa?Waktu pengadaan Kostrad itu diadakan oleh Brigjen TNI Koesmayadi, posisi saya saat itu sebagai Wakil KSAD.
Saat itu ada perintah dari KSAD agar rekanan hanya berhubungan sampai tingkat asisten saja, tidak sampai ke KSAD dan Wakil KSAD. Jadi bagaimana perintahnya?Itu kebijakan KSAD untuk menghindari rekanan yang seolah-olah dekat dengan KSAD dan Wakil KSAD. Seolah-olah apa yang dia adakan harus jadi pemenang. Ya itu untuk menghindari hal itu.
Jadi bapak tidak tahu ada rekanan yang bermain di bawah?Bukan tidak tahu. Tapi sangat sulit untuk memberantasnya, karena terlalu luas sangkut pautnya. Bahkan, sampai Departemen Keuangan dan Bappenas.Contoh perilaku rekanan, dia mencari-cari anggaran sampai ke Depkeu, lalu seolah-olah dia membawa alokasi anggaran ke angkatan. Perilaku itu tidak hanya menyangkut angkatan dan militer saja tapi di luar.Misalnya, AD butuh peralatan A, B, C dan butuh alokasi anggaran. Lalu dia (rekanan) yang mengosok-gosok sampai ke Bappenas.
Kok bisa tahu rekanan bila angkatan butuh peralatan?Ya itu permasalahannya. Seorang perwira menengah dengan gaji di bawah Rp 1 juta, bagaimana mendapatkan tambahan. Ini sudah terlalu ruwet dan ribet.
(zal/)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini