Perilaku oknum polisi di tengah masyarakat membuat Polri kerap dikritik, bahkan beberapa kasus yang menyita perhatian masyarakat luas membuat tingkat kepercayaan kepada Polri merosot. Lantas, bagaimana sebenarnya metode pembentukan calon polisi semasa di lembaga pendidikan Polri?
"Slogan yang terkenal dari Bapak Kalemdiklat (Kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatihan) kami, Bapak Profesor Doktor Haji Rycko Amelza Dahniel, apabila pendidikan Polri hanya mengedepankan tentang pengetahuan dan keterampilan, mengabaikan nilai-nilai keimanan, itu hanya akan menciptakan monster-monster masa depan," kata Kepala Sekolah Polisi Wanita (Kasepolwan), Kombes Ratna Setiawati dalam wawancara eksklusif dengan detikcom pada Senin (7/10/2022).
Oleh sebab itu, kata Ratna, Sepolwan mendidik calon-calon polisi wanita dengan menyentuh tiga ranah atas individu peserta didik. Tiga ranah yang dia maksud adalah kognitif, psikomotorik dan afeksi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ranah kognitif, psikomotorik, dan afeksi. Kognitif tentu saja diisi oleh beberapa pengetahuan, baik tentang kepolisian, maupun pengetahuan umum lainnya, serta perundang-undangan yang dibutuhkan setiap anggota Polri agar mereka mampu menjawab tantangan kebutuhan masyarakat," jelas Ratna.
![]() |
"Apalagi di era 4.0 ini, sangat kita butuh pengetahuan yang lebih dari yang lainnya. Kemudian, ranah psikomotoriknya juga kami isi dengan keterampilan-keterampilan. Baik keterampilan kepolisian maupun keterampilan lainnya yang sangat mendukung dalam melaksanakan tugas," sambung dia.
Sementara itu pada sisi afeksi, lanjut Ratna, adalah pembinaan mental dalam bentuk doktrin-doktrin humanisme. Doktrin tersebut tak hanya ditanamkan saat calon polwan belajar di kelas, namun juga di asrama atau dormitori.
"Oleh karena itu pembinaan mental di pendidikan Polri ini menjadi hal yang harus diisi. Baik pada saat proses pembelajaran di kelas ataupun pada saat kehidupan di dalam dormitori. (Doktrin) kami harus humanis, kami harus memberikan pelayanan terbaik pada masyarakat, masyarakat itu adalah tidak dijadikan musuh," ucap Ratna.
Dia juga menekankan doktrin masyarakat bukanlah objek yang dimanfaatkan, tetapi subjek yang harus dilayani. Ratna mengaku di bawah kepemimpinan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, 'humanisme' menjadi sebuah doktrin yang sangat penting di lembaga pendidikan Polri, termasuk Sepolwan.
"(Masyarakat) bukan objek yang harus dijadikan ladang atau apapun pada dari Polri. Maka kami berusaha menekankan pendidikan secara mental ini lebih dikedepankan. Menjawab tantangan di mana generasi saat ini adalah generasi yang sudah melek teknologi, otomatis kita juga harus bertransformasi," ungkap Ratna.
"Nilai-nilai luhur terkait dengan karakter kebhayangkaraan, sudah menjadi tugas kami sesuai dengan apa yang ditanamkan Bapak Kapolri saat ini, agar anggota Polri memiliki kepribadian yang sangat humanis," pungkas nenek satu cucu ini.
![]() |