Anggota DPR Dukung Istilah Makar di RKUHP Diperketat: Mudah Dipahami

ADVERTISEMENT

Anggota DPR Dukung Istilah Makar di RKUHP Diperketat: Mudah Dipahami

Dwi Rahmawati - detikNews
Kamis, 24 Nov 2022 13:37 WIB
Kubah hijau gedung DPR/MPR Senayan, Jakarta
Gedung MPR/DPR/DPD RI. (Tri Aljumanto/detik)
Jakarta -

Anggota Komisi III DPR Fraksi Taufik Basari mengapresiasi definisi 'makar' di RKUHP diperketat. Menurutnya, hal tersebut sebagai bentuk baik menjaga demokrasi.

"Poin 8, Pasal 160 terima kasih sekali lagi masukan yang kami sampaikan ke pemerintah sudah bisa diakomodir, sehingga makar sesuai dengan maksud dari orisinalitasnya, yaitu serangan," kata Taufik Basari atau Tobas di rapat kerja Komisi III DPR saat menyampaikan pendapat, Kamis (24/11/2022).

Tobas menilai perubahan tersebut merupakan suatu kemajuan. Menurutnya, perketatan istilah itu bisa menjaga demokrasi.

"Menurut saya kita harus berikan apresiasi kepada pemerintah dengan mengakomodir untuk mengganti, bukan mengganti, menjelaskan. Kata makar sebagai serangan ini bentuk itikad baik menjaga demokrasi, supaya jelas publik terkait perubahan-perubahan ini," katanya.

Hal serupa disampaikan anggota Komisi III Fraksi Demokrat, Hinca Panjaitan. Ia setuju dengan perumusan kata 'makar' yang berganti.

"Butir 8 pasal 160 kami juga sepakat ini karena isu tentang makar panjang sekali sejarah dan ceritanya. Akan sangat bergantung kepada siapa yang berkuasa sehingga seringkali menjadi subjektif," kata dia.

Hinca menilai pengetatan kata 'makar' akan lebih mudah dipahami. Kategori permasalahannya pun jelas.

"Lebih mudah dipahami, lebih pas diukur dan masuk kepada kategori kata kerja yang telah dirumuskan," ungkapnya.

Pemerintah Usul Istilah Makar Diubah

Sebelumnya, Wamenkumham Eddy Hiariej sebagai wakil pemerintah mengusulkan pengertian istilah 'makar' di RKUHP diubah menjadi niat untuk melakukan serangan. Hal tersebut dilakukan supaya tak ada penafsiran ganda.

"Pasal 160 poin 8 kita mengubah istilah 'makar', makar adalah niat untuk melakukan serangan yang telah diwujudkan dengan persiapan perbuatan tersebut," kata Eddy di rapat kerja bersama Komisi III di kompleks parlemen, Jakarta Pusat, Kamis (24/11).

Eddy mengatakan definisi diubah lebih ketat. Hal ini sesuai dengan Putusan MK 7/PUU-XC/2017 hlm.15, poin 3.13.9.

"Sehingga lebih strict lebih ketat, tidak menimbulkan penafsiran ganda," kata Eddy.

(rfs/rfs)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT