Jakarta -
Jaksa penuntut umum (JPU) mencecar mantan Manager Global Philanthropy Network Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) Mohamad Faisol Amrullah perihal awal mula ACT bisa mengelola dana donasi dari Boeing untuk keluarga atau ahli waris korban kecelakaan Lion Air 610. Faisol mengatakan ACT telah direkomendasikan beberapa ahli waris untuk mengelola dana BCIF (Boeing Community Investment Fund), tapi kemudian keterangan itu diralat.
Hal itu terjadi saat sidang lanjutan kasus penggelapan dana ahli waris Lion Air dengan terdakwa mantan Presiden ACT Ahyudin di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (22/11/2022).
"ACT tahu dari mana ada dana BCIF?" tanya jaksa
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dari Feinberg," jawab Faisol.
"Langsung? Bunyinya apa? Intinya saja?" tanya jaksa.
"Bahwa ACT telah direkomendasikan beberapa ahli waris untuk mengelola dana BCIF," jawab Faisol.
Jaksa mencecar Faisol terkait penambahan dari hanya ada 9 ahli waris untuk dikelola dananya oleh ACT menjadi 69 ahli waris. Faisol menjawab para ahli waris itu sendiri yang memilih ACT untuk mengelola dana.
"Waktu itu Feinberg meminta agar ACT membuat 9 proposal, di samping...," jawab Faisol.
"Kemudian jadi 69, 60 tambahan bagaimana caranya, apakah memang masyarakat korban menghubungi ACT atau ACT yang menghubungi ahli waris korban?" tanya jaksa.
"Terima kasih, Feinberg punya kewenangan mutlak untuk memutuskan dan formulir dari ahli waris," jawab Faisol.
"Iya, yang saya tanyakan kok bisa bertambah? Apakah ahli waris menunjuk ACT atau ACT yang menghubungi ahli waris? Atau Feinberg yang hubungi ACT? Kan saksi yang berhubungan dengan Feinberg?" cecar jaksa.
"Ahli waris yang memilih ACT," kata Faisol.
"Tahu dari mana?" tanya jaksa.
"Ada e-mail," kata Faisol.
Baca halaman selanjutnya.
Jaksa mengingatkan Faisol untuk berkata jujur karena telah diambil sumpah di muka persidangan. Faisol pun mengubah keterangannya dan menyebut tidak tahu siapa yang menunjuk ACT untuk mengelola dana.
"Saudara saksi saya ingatkan saudara saksi sudah disumpah sebelum persidangan. Bisa pastikan ahli waris yang menunjuk ACT atau bagaimana kalau tidak tahu bilang tidak tahu?" tanya jaksa
"Saya tidak tahu," jawab Faisol.
Sementara itu, keluarga dari ahli waris yang berasal dari Magelang, Angga, mengatakan pihak ACT yang pertama kali menghubunginya untuk merekomendasikan ACT mengelola dana dari Boeing. Pihak ACT menghubungi melalui aplikasi perpesanan.
"Saksi menunjuk nggak ke ACT untuk gunakan dana sosial?" tanya jaksa.
"Awalnya saya dihubungi pihak ACT untuk merekomendasikan ke Boeing," kata Angga.
"Menghubungi via apa? Datang langsung apa telepon?" tanya jaksa.
"Chat WhatsApp," jawab Angga.
Pihak ACT saat itu, kata Angga, awal mulanya menjelaskan akan ada dana dari Boeing untuk ahli waris korban Lion Air 610. Angga mengaku diminta pihak ACT untuk merekomendasikan ACT lalu mengirim formulir rekomendasi itu ke e-mail pihak Boeing.
"Apa yang disampaikan ACT?" tanya jaksa.
"Menyampaikan ada dana Boeing, untuk menerimanya harus ada rekomendasi dari ahli waris untuk mengelola dana tersebut, di tanda tangan terus kita kirim e-mail ke Boeing. Kita hanya tanda tangan saja," jawab Angga.
Ahyudin Didakwa Gelapkan Dana Rp 117 M
Ahyudin didakwa melakukan penggelapan dana donasi. Jaksa menyebutkan penggelapan yang dilakukan petinggi ACT itu terkait dana donasi dari Boeing untuk keluarga atau ahli waris korban kecelakaan Lion Air 610.
Dalam surat dakwaan, disebutkan bahwa Ahyudin melakukan perbuatan itu bersama-sama dengan Presiden ACT Ibnu Khajar dan Hariyana Hermain (HH), yang disebut sebagai salah satu Pembina ACT dan memiliki jabatan tinggi lain di ACT, termasuk mengurusi keuangan. Tuntutan untuk tiap terdakwa itu dilakukan terpisah.
"Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan perbuatan, dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain. Barang tersebut ada dalam kekuasaannya karena ada hubungan kerja atau karena pencahariannya atau karena mendapat upah untuk itu. Perbuatan tersebut dilakukan terdakwa Ahyudin," kata jaksa saat membacakan dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (15/11).
Ahyudin didakwa melanggar Pasal 374 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 372 KUHP.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini