Dua puluh empat tahun lalu, Aisyah Cahyu Cintya lahir dengan kondisi lumpuh otak, atau Cerebral Palsy. Dengan kondisi ini, otot dan saraf mengalami gangguan. Akibatnya, ada gangguan pada gerak motorik, intelektual, pendengaran, penglihatan, serta kemampuan berbicara.
Icha, begitu ia biasa disapa, pada mulanya tidak mengetahui akan Cerebral Palsy yang diidapnya. Barulah di usia ke-13, Icha merasa ada yang berbeda antara ia dan anak-anak seusianya. Ia mulai memahami tatapan aneh dari orang-orang di sekitarnya, hingga diskriminasi dari kawan-kawan sekolah.
"Keluar rumah, ke warung jajan sendiri, aku mikir, 'kok jalanku lambat ya, kok aku dilihatin orang begitu banget ya'. Nah pas di umur tiga belas tahun aku kan banyak dapat didiskriminasi, habis itu aku down. Terus aku searching gangguan motorik itu apa," kenang Icha di program Sosok detikcom (21/11/22).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penelusuran Icha di mesin pencarian daring mengantarnya pada istilah Cerebral Palsy. Semakin dalam Icha menyelami informasi, emosinya membuncah. saat itu, ia baru tahu apa yang tengah dihadapinya.
"(Aku) nangis. Mimpiku itu ingin dikenal banyak orang, ingin membawa perubahan, ingin terlihat cantik. Aku kepo, nyari tahu gangguan motorik itu apa dan ternyata tidak bisa disembuhkan. Rasanya tuh kiamat kecil untuk diri sendiri," terang Icha.
Icha sempat putus asa. Namun, ia tak menyerah. Bermodal uang saku yang ia kumpulkan dari orang tuanya, Icha mulai mendatangi fasilitas terapi.
Perlahan tapi pasti, Icha mulai melihat perkembangan pada gerakan motoriknya. Dalam perkembangannya, akhirnya Icha mampu berdiri lebih tegak, berjalan lebih cepat, dan melakukan aktivitas sehari-hari.
"Dulu aku (aktivitas) dibantu seratus persen sama orang tua. Lalu aku berani untuk memulai belajar untuk mandiri, kayak belajar untuk mandi di kamar mandi 3 jam, lepas baju sampai robek, makan berantakan. Sekarang activity itu seratus persen aku lakuin sendiri," jelas Icha.
Tak hanya aktivitas di dalam rumah, kini Icha juga rutin berolahraga sepeda. Dengan sepeda roda tiga kesayangannya, Icha biasa menyusuri jalanan Jakarta bersama komunitas sepeda atau sekadar untuk membeli kebutuhan sehari-hari.
Icha tulis buku hingga dirikan komunitas untuk media edukasi, halaman selanjutnya.
Icha telah berhasil 'menguasai' gerak motoriknya sendiri. Namun, tantangan belum berakhir. Icha masih harus menghadapi stigma masyarakat terhadap kondisi yang diidapnya. Mulai dari miskonsepsi, hingga diskriminasi.
"Orang sering menganggap Cerebral Palsy itu kena sawan, (saat itu) aku nggak tahu sawan itu apa. Sawan itu istilah Jawa ya, panas tinggi kayak gini. Padahal aku bisa iya bisa nggak. Pernah juga di kereta, ada orang bilang ke aku, '(Kamu) digugurin tidak jadi ya?.' Aku diam aja. Mau marah-marah juga nggak mempan," kata Icha.
Sejak saat itu, muncul keinginan Icha untuk membuat ruang edukasi tentang Cerebral Palsy. Icha tak mau lagi orang-orang salah persepsi tentang kondisinya. Tidak hanya itu, Icha juga bercita-cita untuk menghapus diskriminasi untuk mereka dengan Cerebral Palsy.
Langkah pertama yang ditempuh Icha adalah menggelar aksi tanpa nama di Bundaran HI tahun 2017. Menggandeng kawan-kawan tuli, Icha melakukan edukasi tentang Cerebral Palsy kepada masyarakat yang melintas.
Barulah di tahun 2019, Icha memutuskan untuk lebih serius dalam mengedukasi masyarakat. Untuk itu, ia mendirikan Jendela Cerebral Palsy, komunitas dan platform edukasi di media sosial yang membahas segala hal tentang Cerebral Palsy.
"Jendela tuh artinya membuka informasi dengan luas ya. Itu juga logonya aku yang buat dengan coret-coretan tangan doang. Itu ada kursi roda terus orang berdiri dengan agak bengkok, menandakan kalau Cerebral Palsy ada yang di kursi roda, ada juga yang bisa jalan, tapi tidak seperti pada umumnya," kata Icha.
Saat ini, Jendela Cerebral Palsy berfokus pada edukasi secara daring. Edukasi dilakukan dalam bentuk unggahan dan siaran langsung berbagai kegiatan atau informasi lainnya.
Tak berhenti di situ, Icha juga mengajak masyarakat untuk mengenal Cerebral Palsy lebih dekat melalui buku. 'Say Hello to My World' adalah buku pertama Icha yang memuat kisah hidupnya dan Cerebral Palsy dari kacamata pengidap. Lewat tulisannya, Icha ingin pengidap Cerebral Palsy lainnya tak merasa sendiri.
"Misiku membuat buku, untuk mengedukasi masyarakat bahwa kita tuh ada loh ini, Cerebral Palsy," terang Icha.
Lebih dari itu, Icha ingin hidupnya tak hanya berarti untuknya, tapi juga untuk orang lain.
"Hidup tidak untuk bertahan hidup tapi untuk memberikan arti hidup, misalnya kalian buat pergerakan tuh jangan setengah-setengah jangan mikirin risikonya. Jangan mikirin hasilnya, tetapi nikmati prosesnya maka hidup itu akan bahagia," tutupnya.