KNKT Paparkan 6 Penyebab Jatuhnya Sriwijaya Air SJ182 di Kepulauan Seribu

KNKT Paparkan 6 Penyebab Jatuhnya Sriwijaya Air SJ182 di Kepulauan Seribu

Brigitta Belia - detikNews
Kamis, 10 Nov 2022 16:48 WIB
Jakarta -

Komite Nasional Kecelakaan Transportasi (KNKT) merilis laporan akhir investigasi kecelakaan pesawat Sriwijaya Air SJ182 di Perairan Kepulauan Seribu pada 9 Januari 2021. KNKT menyimpulkan ada 6 faktor yang berkontribusi terhadap kecelakaan berdasar urutan waktu kejadian.

"KNKT menyimpulkan faktor yang berkontribusi pada kecelakaan ini ada 6. Kami mengacu dari dokumen prosedur standar ICAO Annex 13," kata Ketua Sub-Komite Investigasi Kecelakaan Penerbangan KNKT Nurcahyo Utomo dalam jumpa pers di Kantor KNKT, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (10/11/2022).

Berikut ini 6 penyebab kecelakaan Sriwijaya Air SJ182:

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

1. Tahapan perbaikan sistem autothrottle yang telah dilakukan belum mencapai bagian mekanikal.

2. Thrust lever kanan tidak mundur sesuai dengan permintaan autopilot karena hambatan pada sistem mekanikal sehingga thrust lever kiri mengkompensasi dengan terus bergerak mundur sehingga terjadi asymmetry.

ADVERTISEMENT

3. Keterlambatan CTSM (cruise thrust split monitor) untuk menonaktifkan autothrottle pada saat asymmetry disebabkan karena flight spoiler memberikan nilai yang lebih rendah, berakibat pada asymmetry yang makin besar.

4. Complacency pada otomatisasi dan confirmation bias mungkin telah berakibat kurangnya monitoring sehingga tidak disadari adanya asymmetry dan penyimpangan arah penerbangan.

5. Pesawat berbelok ke kiri dari yang seharusnya ke kanan, sementara itu kemudi miring ke kanan dan kurangnya monitoring mungkin telah menimbulkan asumsi pesawat berbelok ke kanan sehingga pemulihan tidak sesuai.

6. Belum adanya aturan dan panduan tentang upset prevention and recovery training (UPRT) mempengaruhi proses pelatihan oleh maskapai untuk menjamin kemampuan dan pengetahuan pilot dalam mencegah dan memulihkan (recovery) kondisi upset secara efektif dan tepat waktu.

Penjelasan 6 Faktor

Nurcahyo Utomo menjelaskan faktor pertama terkait perbaikan autothrottle atau throttle otomatis yang mengalami kerusakan, namun belum diperbaiki secara menyeluruh.

"Pertama adalah tahapan perbaikan sistem autothrottle yang telah dilakukan belum mencapai bagian mekanikal. Jadi ada beberapa laporan kerusakan autothrottle, sudah diperbaiki dan sudah dilakukan penggantian komplemen, namun demikian pergantian ini belum sampai ke bagian mekanikal," ungkap Nurcahyo.

Kedua, adalah pengatur daya mesin atau thrust lever kanan tidak mundur atau mengurangi daya sesuai permintaan autopilot karena hambatan pada sistem mekanikal, sehingga thrust lever kiri mengkompensasi dengan terus bergerak mundur sehingga terjadi asymmetry.

"Karena tenaga mesin sebelah kanan tidak berkurang, maka tenaga mesin sebelah kiri mengkompensasi berkurang lebih banyak. Misalnya untuk naik membutuhkan tenaga seratus, harusnya dua-duanya bergerak mundur di 50, karena yang kanan misalnya di angka 75 maka yang kiri mundur ke angka 25 untuk menghasilkan tenaga yang sesuai diminta oleh autopilot sebesar 100. Jadi perbedaan tenaga mesin, perbedaan posisi thrust lever ini disebut asymmetry," tuturnya.

"Jadi asymmetry yang terjadi ini menimbulkan perbedaan tenaga mesin yang akibatnya pesawat akan bergeleng atau yowing. Secara aerodynamic pesawat yang mengalami yow akan diikuti mengguling atau roll, pesawatnya akan miring. Yang terjadi pada penerbangan ini bahwa gaya yang membelokkan atau memiringkan pesawat ke ke kiri oleh adanya perbedaan tenaga mesin menjadi lebih besar dari gaya yang membelokkan ke kanan," tuturnya.

Simak penjelasan faktor selanjutnya pada halaman berikutnya.

Ketiga, keterlambatan cruise thrust split monitor (CTSM) untuk menonaktifkan autothrottle pada saat asymmetry terjadi karena flight spoiler memberikan nilai yang lebih rendah, berakibat pada asymmetry yang semakin besar.

"Apabila terjadi asymmetry pesawat sudah dilengkapi dengan CTSM, namun demikian CTSM terlambat dalam menonaktifkan autothrottle. Dan kami menyakini bahwa keterlambatan CTSM ini karena flight spoiler memberi nilai yang lebih kecil dari bukaan sudut yang sesungguhnya sehingga aktivasinya menjadi terlambat," lanjutnya

Keempat, kata Nurcahyo, pilot diduga percaya pada otomatisasi atau dikenal dengan istilah complacency. Hal ini mengakibatkan pilot kurang monitoring apa yang terjadi di kokpit. Dia menyebutkan pilot mengasumsikan pesawat miring ke kanan, padahal pesawat miring ke kiri.

"Jadi kami mengindikasikan bahwa karena adanya rasa percaya sistem otomatisasi atau sering disebut sebagai complacency, yakin bahwa 'autopilot sudah saya atur, arahnya ke kanan, ketinggiannya sudah saya atur, maka semuanya akan bergerak sesuai apa yang diinginkan' itu rasa percaya itu sebagai complacency," katanya.

Kelima, jelas Nurcahyo, pesawat berbelok ke kiri, yang seharusnya ke kanan, sementara itu arah kemudi miring ke kanan. Dia menyebut kurangnya monitoring mungkin telah menimbulkan asumsi pesawat berbelok ke kanan sehingga tindakan pemulihan tidak sesuai.

"Bahwa pesawat miring ke kiri, tapi kemudinya miring ke kanan, ini menjadi tidak sesuai, karena asumsinya miring ke kanan. Jadi FDR bahwa 4 detik pertama pada saat pemulihan kemudian dibelokkan ke kiri," jelasnya.

Keenam, belum adanya aturan dan panduan tentang upset prevention and recovery training (UPRT) mempengaruhi proses pelatihan oleh maskapai untuk menjamin kemampuan dan pengetahuan pilot dalam mencegah dan memulihkan (recovery) terkait kondisi kemiringan pesawat.

Nurcahyo mengatakan seluruh pihak telah melakukan tindakan keselamatan (safety action) sebagai upaya untuk meningkatkan keselamatan. Dirjen Perhubungan Udara bahkan telah melakukan inspeksi khusus kepada seluruh pesawat Boeing 737-300/400/500.

"Dirjen Perhubungan Udara juga merevisi Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil (PKPS) Bagian 121 terkait ketentuan pelaksanaan upset prevention & recovery training (UPRT) dan membentuk tim khusus untuk membuat panduan pelaksanaan UPRT di Indonesia," pungkasnya.

Halaman 3 dari 2
(lir/imk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads