Sentilan disampaikan Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto kepada sejumlah jenderal yang menilai tak ada ancaman perang dalam beberapa tahun ke depan. Prabowo menilai seharusnya para jenderal itu berpikir tentang strategi menghadapi ancaman.
Hal itu disampaikan Prabowo dalam acara seminar nasional yang diadakan oleh TNI Angkatan Udara bertajuk 'Tantangan TNI AU dalam Perkembangan Teknologi Elektronika Penerbangan'. Acara ini dibuka secara langsung oleh Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal TNI Fadjar Prasetyo.
Seminar ini membahas seputar strategi TNI AU dalam menghadapi perkembangan militer yang mengarah kepada teknologi elektronika. Acara ini dilangsungkan di gedung Puri Ardhya Garini, Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pernah beberapa tahun lalu saya mendengar jenderal-jenderal, orang-orang yang seharusnya berpikir tentang strategi, berpendapat bahwa berapa tahun ke depannya tidak ada ancaman bahaya perang," kata Prabowo, Selasa (8/11/2022).
Prabowo juga mengungkap sejumlah elite yang kurang waspada terhadap ancaman bangsa. Para elite itu disebut Prabowo enggan memikirkan pertahanan negara.
"Elite kita kurang waspada. Bahkan ada di antara elite kita yang tidak mau memikirkan ancaman-ancaman riil yang dihadapi bangsa-bangsa," ujar Prabowo.
Mantan Pangkostrad itu mengingatkan semua pihak harus waspada terhadap ancaman yang akan mendatangi Indonesia. Meski begitu, dirinya menuturkan, kalau memang terjadi ancaman berupa perang, Indonesia telah siap.
"Karunia yang kita terima hendaknya kita manfaatkan untuk siap menghadapi ancaman yang akan datang. Kalau tidak terjadi (perang), alhamdulillah. Kalau terjadi, kita sudah siap. Jangan kalau kita mendapat kebaikan, keberuntungan, kita santai. Ini kita harus introspeksi," sebutnya.
Prabowo memberikan contoh negara Singapura sebagai perbandingan anggaran belanja untuk keamanan. Menurutnya, meski Singapura negara kecil, tapi sangat memperhatikan pertahanan negara mereka.
"Tapi Singapura yang negara jumlah penduduk yang kecil, wilayah kecil, mereka memandang kemerdekaan mereka, kedaulatan mereka begitu penting. Sehingga 3 persen dari GDP mereka untuk pertahanan. Amerika Serikat 3,5 persen, Tiongkok 1,7 persen yang kita tahu. Jangan-jangan lebih yang kita tidak tahu. Kita (Indonesia) 0,8 persen," ujarnya.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya
Prabowo Ingin Perkuat Pertahanan Udara Kuat
Prabowo menyebut pertahanan udara Indonesia ke depan memiliki sejumlah tantangan. Dia memaparkan sejumlah strategi pertahanan Indonesia yang sedang direncanakan.
"Kita sekarang bagaimanapun harus yang kita sudah tahu, kita harus mengerahkan sekarang taktik teknologi dan kemampuan kumpulan drone dalam jumlah besar, drone kamikaze dan sistem sistem autonomus, sistem-sistem robotik di udara dan di laut dan di darat," kata Prabowo.
Prabowo mengandaikan nantinya satu pesawat tempur Indonesia akan dikawal sejumlah pesawat nirawak (drone). Menurutnya, hal itu akan meningkatkan kemampuan TNI Angkatan Udara (TNI AU) dengan cepat.
"Nanti ibaratnya ada satu pesawat tempur katakanlah F15 kita, katakanlah Rafale kita, tapi di sekeliling Rafale kita atau di sekeliling F15 kita mungkin ada 15 drone. Jadi satu pilot dikawal oleh 15 drone yang semua drone punya rudal antipesawat," ujarnya.
Prabowo juga mengatakan Kementerian Pertahanan tengah mempersiapkan sejumlah sistem pertahanan berbasis satelit. Hal itu juga demi meningkatkan pertahanan udara Indonesia.
"Kita juga sekarang harus persiapan yang sedang kita lakukan di Kemhan untuk mempersiapkan sistem satelit, tidak hanya 2, 3, 4, tapi dalam jumlah yang cukup. Jadi kalau satu (satelit) ditembak, ada pengganti, dua ditembak, ada pengganti lagi dan lain sebagainya," kata dia.
Dia menyebut harus dikembangkan pola pelatihan kepada tentara dengan mengandalkan informasi publik yang tersedia. Selain itu, teknik-teknik untuk menghadapi demokratisasi intelijen harus disiapkan.
"Kita harus kembangkan doktrin latihan yang memadai dan kita harus gunakan semua informasi publik yang ada. Kemudian kita harus juga sekarang meningkatkan teknik-teknik penyesatan untuk melawan demokratisasi intelijen," pungkasnya.