Mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) TNI AU Marsma Fachri Adami menyebut helikopter angkut AW-101 yang tersandung kasus korupsi itu digaris polisi oleh orang tak dikenal. Hal itu menjadi kendala dalam pemeliharaan kendaraan militer tersebut.
Hal itu disampaikan Fachri Adami sebagai saksi dalam persidangan kasus korupsi AW-101 dengan agenda mendengarkan keterangan saksi. Dia menyebut garis polisi itu terpasang usai Eks Panglima TNI Gatot Nurmantyo menyatakan pengadaan tersebut bermasalah.
"Saudara Gatot Nurmantyo itu dengan timnya itu menyatakan ini (pengadaan) bermasalah. Dan helikopter itu di-police line, dan tidak ada seorang pun yang mengaku siapa yang mem-police line," kata Fachri Adami di dalam persidangan di PN Tipikor Jakarta, Senin (7/11/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menyebut Helikopter AW-101 sejatinya tiba di Tanah Air pada 29 Januari 2017. Namun, saat itu helikopter itu belum dilakukan serah terima kepada pihak TNI AU.
"29 Januari helikopter datang. Belum (diserahterimakan ke pihak TNI AU), karena kontrak belum selesai," ujarnya.
Fachri mengungkap, akibat dipasangi garis polisi itu, heli AW-101 berpotensi mengalami kerusakan lantaran tidak dilakukan pemeliharaan.
"Sehingga helikopter itu tidak bisa dilakukan pemeliharaan. Helikopter ini kan berbeda dengan pemilik mobil atau motor. Semakin tidak dipelihara, timbul kerusakan lain," ucap dia.
Oleh karena itu, dia menilai saat ini pemerintah harus merogoh kocek untuk mengoperasikan helikopter AW-101.
"Sehingga hari ini untuk menghidupkannya, negara harus mengeluarkan biaya lagi," ujar kesaksian Fachri.
Dalam persidangan kali ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK terut menghadirkan sejumlah saksi lain. Mereka adalah Letkol Adm Wisnu Wicaksono selaku mantan Kepala Pemegang Kas TNI AU; Laksma Joko Sulistyanto; dan Bennyanto Sutjiadji, Direktur Lezardo.
Sebelumnya diberitakan, Direktur PT Diratama Jaya Mandiri Irfan Kurnia Saleh atau John Irfan Kenway didakwa melakukan korupsi hingga merugikan negara sebesar Rp 738 miliar. Jaksa penuntut umum menyebut Irfan telah melakukan spesifikasi teknis pengadaan helikopter angkut AW-101 dan menyerahkan barang hasil pengadaan yang tidak memenuhi spesifikasi.
"Melakukan atau turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum yaitu telah melakukan pengaturan spesifikasi teknis pengadaan helikopter angkut AW-101, melakukan pengaturan proses pengadaan Helikopter Angkut AW-101, menyerahkan barang hasil pengadaan berupa Helikopter Angkut AW-101 yang tidak memenuhi spesifikasi," kata jaksa Arief Suhermanto saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar, Jakpus, Rabu (12/10).
Tak hanya itu, Irfan juga didakwa memberikan uang kepada mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Agus Supriatna sebesar Rp 17 miliar. Uang itu, sebut jaksa Arief, sebagai dana komando.
Atas perbuatan itu, Irfan didakwa Pasal 2 ayat (1) subsider Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
(yld/yld)