Indonesia menghadapi pertemuan Committee On Parties (COP) UNFCCC tahun 2022 dengan kepala tegak. Kontingen Indonesia datang dengan berbagai inisiatif dan bukti nyata.
COP27 dijadwalkan digelar pada 6-18 November 2022 di Sharm el-Sheikh Mesir. Wapres KH Maruf Amin, Menteri KLHK Siti Nurbaya, juga beberapa anggota DPR dan DPD RI juga dijadwalkan hadir dalam pertemuan ini.
"Negosiator Indonesia sepenuhnya harus memainkan peran sebagai negara berkembang dalam menerapkan hasil yang relevan dari COP26, termasuk seruan untuk memperkuat target 2030 di NDC, sebagaimana diperlukan untuk menyelaraskan dengan Perjanjian Paris," demikian arahan Menteri KLHK Siti Nurbaya kepada para negosiator COP27.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terkait hal ini, Indonesia telah memberikan contoh implementasi Glasgow Climate Pact, dengan penyampaian dokumen Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC) kepada UNFCCC Bulan September lalu. Secara konkret berisinpeningkatan target reduksi emisi gas rumahnkaca di tahun 2030.
"Indonesia selanjutnya menyerukan juga agar Para Pihak lainnya terutama kelompok Negara Maju yang belum memperbarui target NDC 2030-nya untuk segera meningkatkan ambisi mitigasi, adaptasi, dan sarana implementasinya di COP27," kata Siti Nurbaya.
Pemutakhiran yang ada dalam ENDC sendiri, Siti Nurbaya memaparkan, meliputi peningkatan target penurunan emisi gas rumah kaca menjadi 31,89 persen dengan upaya sendiri, dan sebesar 41 persen meningkat menjadi 43,20 persen dengan dukungan internasional. Peningkatan target ini berdasarkan kebijakan-kebijakan nasional terkait perubahan iklim.
"Pada kebijakan sektoral antara lain, FOLU Net-Sink 2030, percepatan penggunaan kendaraan listrik, target 100 persen pemanfaatan biodiesel B-40 pada 2030, peningkatan aksinpemanfaatan sludge IPAL di sector limbah, dan peningkatan target di sektor pertanian serta industri," papar Siti Nurbaya.
"Sedangkan pada kebijakan lainnya yang menjadi tambahan muatan dalam ENDC antara lain, kebijakan penguatan fungsi Sistem Registri Nasional (SRN) sebagai carbon registry dan platform Satu Data GRK dalam kerangka transparansi, serta kebijakan penguatan pendanaan iklim melalui BPDLH sejak Oktober 2019," sambungnya.
Selain itu masih ada langkah nyata lainnya, melalui penguatan kebijakan-kebijakan tersebut, penguatan kelembagaan, peningkatan target penurunan emisi gas rumah kaca melalui ENDC. Juga diperkuat dengan kebijakan mekanism energi transisi, kolaborasi berbagai elemen Non-Party Stakeholders serta peran aktif Indonesia di sektor pertanian, kelautan, pengarusutamaan gender dan kelompok rentan.
"Serta yang paling update adalah telah terbitnya Peraturan Menteri LHK No 21 Tahun 2022 tentang Tata Laksana Nilai Ekonomi Karbon, maka selain merefleksikan pelaksanaan komitmen Indonesia dalam kontribusi pengendalian perubahan iklim global, kita semua optimis bahwa secara bersama-sama Indonesia akan mampu menghadapi tantangan dan dampak perubahan iklim yang meluas baik di tingkat nasional dan global," pungkasnya.
(van/dnu)