LBH Jakarta Minta Kejelasan Kemendagri soal Pencabutan Aturan Gusur Era Ahok

ADVERTISEMENT

LBH Jakarta Minta Kejelasan Kemendagri soal Pencabutan Aturan Gusur Era Ahok

Brigitta Belia Permata - detikNews
Kamis, 03 Nov 2022 13:55 WIB
Sejumlah warga korban pengusuran masih beraktivitas di pemukiman yang ditata oleh Pemprov DKI Jakarta kawasan Jalan Agung Perkasa VIII, Sunter, Jakarta Utara, Selasa (19/11).
Ilustrasi penggusuran (Pradita Utama/detikcom)
Jakarta -

Kemendagri mengembalikan permohonan pencabutan Peraturan Gubernur 207 Tahun 2016 tentang Penertiban Pemakaian/Penguasaan Tanah Tanpa Izin yang Berhak atau Pergub Penggusuran Era Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta meminta kejelasan Kemendagri terkait hal itu.

"Proses pencabutannya tertutup dan simpang siur. Anies sebelumnya menyatakan sudah diajukan untuk dicabut, namun Mendagri sempat menyatakan belum pernah menerima permohonan. Kami sedang surati Mendagri untuk meminta kejelasan," ujar Kepala Bidang Advokasi LBH Jakarta Charlie kepada wartawan, Kamis (3/11/2022).

Dia mempertanyakan apakah Pemprov DKI benar-benar memproses pencabutan pergub tersebut. Sebab, menurutnya, berbagai permohonan terkait pencabutan tidak pernah ditanggapi.

"Apakah betul memang Pemprov memproses pencabutan tersebut? Sebab, berbagai permohonan informasi terkait hal tersebut tidak pernah ditanggapi. Jangan sampai Pemprov DKI memberikan informasi yang tidak akurat kepada masyarakat terkait pencabutan," ungkapnya.

Charlie mengatakan tidak disetujuinya pencabutan dengan dalih menimbulkan kekosongan hukum tidak berdasar. Pasalnya, LBH Jakarta sudah beberapa kali diskusi dengan pihak Pemprov, justru Pergub tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum.

"Alasan 'penolakan' karena akan menimbulkan kekosongan hukum itu sangat tidak berdasar. Pasalnya, sudah beberapa kali diskusi dilakukan langsung dengan pihak Pemprov dan Anies langsung untuk menjelaskan tidak ada kekosongan hukum jika Pergub dicabut, dan justru Pergub menimbulkan ketidakpastian hukum serta menabrak prinsip-prinsip HAM dan administrasi negara. Hal ini sudah diketahui persis oleh Pemprov sebelum akhirnya membuat statement publik akan mencabut Pergub," tuturnya.

Charlie menduga Pemprov DKI kurang perhatian dalam menangani kasus pencabutan tersebut.

"Patut diduga sejak awal Pemprov DKI tidak beriktikad baik dalam memberikan informasi kepada warga dan tidak sungguh-sungguh ingin mencabut Pergub yang melanggengkan penggusuran paksa tersebut," ucapnya.

Sebelumnya, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengembalikan permohonan pencabutan Peraturan Gubernur 207 Tahun 2016 tentang Penertiban Pemakaian/Penguasaan Tanah Tanpa Izin yang Berhak atau Pergub Penggusuran Era Basuki Tjahaja Purnama. Pemprov DKI Jakarta diminta untuk membuat pergub baru terlebih dahulu sebagai pengganti regulasi sebelumnya.

"Dikembalikan sampai ada pergub baru. Permohonan untuk difasilitasi. Kan biasanya dikasih, dengan catatan misalnya. Kita kan pergub pencabutan ya, misalnya ya disetujui. Nah, ini tidak disetujui pencabutannya sampai ada regulasi yang di dalam materi itu masuk ke peraturan mengenai ketenteraman dan ketertiban," kata Kabiro Hukum Sekretariat Daerah DKI Jakarta Yayan Yuhama saat ditemui di Grand Cempaka Resort, Bogor.

Yayan mengatakan pergub baru perlu dibuat agar tak terjadi kekosongan hukum setelah pergub lama dicabut. Nantinya materi pergub baru mesti memuat peraturan terkait ketenteraman dan ketertiban.

Karena itu, saat ini Pemprov DKI masih mengkaji materi yang akan dimasukkan ke pergub baru sehingga bisa masuk ke Program Pembentukan (Propem) Pergub 2023 mendatang. Yayan pun akan berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait, seperti Satpol PP hingga Biro Pemerintahan DKI Jakarta.

(idn/idn)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT