Johanis Tanak Sebut Wacana Restorative Justice Kasus Korupsi Hanya Opini

Johanis Tanak Sebut Wacana Restorative Justice Kasus Korupsi Hanya Opini

Kanavino Ahmad Rizqo - detikNews
Jumat, 28 Okt 2022 11:04 WIB
Johanis Tanak ucapkan sumpah jabatan sebagai Wakil Ketua KPK di depan Presiden Jokowi. (Kanavino/detikcom)
Foto: Johanis Tanak ucapkan sumpah jabatan sebagai Wakil Ketua KPK di depan Presiden Jokowi. (Kanavino/detikcom)
Jakarta -

Johanis Tanak resmi menjadi Wakil Ketua KPK setelah mengucapkan janji di depan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Saat ditanya mengenai gagasan restorative justice kasus korupsi yang pernah disampaikannya di DPR, Johanis mengatakan hal itu hanya pandangan pribadi.

"Itu kan cuma opini, bukan aturan, tapi pandangan sebagai akademisi tentunya bisa saja. Tapi bagaimana realisasinya tentunya nanti lihat aturan," kata Tanak usai acara pengucapan janji di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Jumat (28/10/2022).

Tanak juga berbicara mengenai komitmennya sebagai Wakil Ketua KPK. Dia berjanji melaksanakan tugas sesuai peraturan perundang-undangan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tentunya sama dengan komitmen teman-teman ang lain bagaimana bisa melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kalau kita mengatakan melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku, tentunya tidak akan melakukan hal-hal yang tidak diinginkan," kata Tanak.

Pertanyaan mengenai wacana restorative justice kasus korupsi juga disampaikan kepada Ketua KPK Firli Bahuri. Firli menegaskan kerja KPK harus berlandaskan hukum.

ADVERTISEMENT

"Pada prinsipnya, kita harus memegang teguh tujuan penegakan hukum. Tujuan penegakan hukum itu antara lain pertama kita harus memberikan kepastian hukum itu sendiri. Kedua kita harus mewujudkan keadilan. Dan ketiga menimbulkan kemanfaatan," beber Firli.

Firli terbuka dengan semua pendapat yang disampaikan. Namun dia mengingatkan ada aturan hukum yang harus dipatuhi.

"Kalaupun ada hal-hal lain pendapat itu bisa-bisa saja dibahas, tetapi tetap saja kita berpedoman kepada asas bahwa tidak ada sesuatu yang bisa kita laksaanakan kecuali karena ketentuan prosedur mekianisme dan syarat yang diatur peraturan perundang-undangan," ujar Firli.

Sebelumnya, Johanis Tanak berbicara soal restorative justice atau keadilan restoratif dalam korupsi. Hal ini disampaikan Johanis dalam proses uji kelayakan dan kepatutan capim KPK di depan para anggota Komisi III DPR.

"Namun hal itu (restorative justice) sangat dimungkinkan berdasarkan teori ilmu hukum yang ada bahwasanya peraturan yang ada sebelumnya di kesampingkan oleh peraturan yang ada setelah itu," kata Johanis di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (28/9/2022).

"Di mana, kalau saya mencoba menggunakan restorative justice dalam korupsi, saya akan menggunakan adalah UU tentang BPK (Badan Pemeriksa Keuangan)," sambungnya.

Sebagai informasi, dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menjelaskan, pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana. Sehingga penghentian penyidikan dan penuntutan perkara korupsi karena alasan telah mengembalikan kerugian negara merupakan alasan yang tidak tepat.

Simak berita selengkapnya di halaman selanjutnya.

Simak Video: Momen Presiden Jokowi Lantik Johanis Tanak Jadi Wakil Ketua KPK

[Gambas:Video 20detik]



Diwawancara terpisah, Johanis kemudian menjelaskan lebih lanjut soal idenya itu. Johanis lalu membandingkan penggunaan keadilan restoratif kepada Mike Tyson dalam kasus pemerkosaan. Diketahui, Mike membayarkan kepada negara sebelum masa hukumannya habis.

"Sebelum habis masa hukuman dia membayar kepada negara, setelah dia membayar dia bebas. Setelah bebas dia takut melakukan perbuatan kejahatan, karena apa, 'saya capek cari duit, saya ditangkap, hanya untuk bayar lagi'," kata Johanis kepada wartawan seusai rapat fit and proper test.

Dia mengatakan keadilan restoratif dalam kasus korupsi tetap punya efek jera kepada pelaku. Sebabnya, pelaku harus membayarkan denda dan kerugian negara atas korupsi yang dilakukannya.

"Sekarang di Belanda, rutan kosong, karena berapa besar biaya untuk memproses satu proses perkara. Sementara yang namanya korupsi, negara berusaha jangan sampai uang negara keluar, tapi dengan proses begitu berapa banyak uang negara yang harus keluar," ujar Johanis.

Selain itu, lanjut Johanis, penerapan keadilan restoratif membuat negara tak perlu mengeluarkan biaya dalam memproses perkara kasus korupsi. Dia kemudian menyinggung kasus Hambalang ketika negara mengeluarkan biaya untuk perkara tersebut.

"Kalau uang negara sudah keluar, tambah lagi proses berapa lagi uang negara keluar. Ini yang harus dipikirkan negara, sehingga dana negara untuk pembangunan demi keadilan masyarakat bangsa dan negara itu tercapai," ujar Johanis.

Halaman 2 dari 2
(knv/aik)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads