Mahkamah Agung (MA) memutuskan tidak berwenang mengadili peraturan Dirjen Perhubungan Darat (Hubdar) soal larangan truk over-dimension over-load (ODOL). Alasannya, aturan itu tidak menyangkut dan berefek kepada masyarakat umum.
Hal itu tertuang dalam putusan MA yang dilangsir website-nya, Senin (24/10/2022). Kasus bermula saat Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) keberatan dengan aturan ODOL. Aturan itu tertuang dalam Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor KP.4413/AJ.307/DRJD/2020 tentang Dimensi Angkutan Barang Curah.
"Membawa akibat hukum kendaraan bermotor yang dimiliki para pengusaha anggota Pemohon menjadi bertentangan dan dianggap melanggar sehingga banyak kendaraan bermotor jenis truk ditindak dan diberikan sanksi karena dianggap melanggar ketentuan dimensi tinggi dinding dan tidak dapat memenuhi ketentuan dalam proses persetujuan laik jalan/keur yang mengakibatkan para pengusaha mengalami kerugian dan potensi adanya pungutan liar serta kerugian negara," demikian alasan Aptrindo mengajukan judicial review.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun apa daya, MA menilai dia tidak berwenang mengadili Peraturan Dirjen itu.
"Menyatakan permohonan keberatan hak uji materiil dari Pemohon Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia, INDONESIAN TRUCKING ASSOCIATION tersebut tidak diterima," ujar majelis yang diketuai Yulius dengan anggota Yosran dan Is Sudaryono.
Berikut ini alasan MA tidak berwenang mengadili perkara itu:
1. Objek permohonan hak uji materiil diterbitkan oleh pejabat yang tidak mempunyai kewenangan yang bersumber dari UUD 1945, Undang-Undang, atau peraturan perundang-undangan lainnya untuk membuat peraturan mengenai angkutan barang curah, dan selain itu, objek permohonan hak uji materiil pada dasarnya merupakan peraturan kebijakan (beleidsregels atau policy rules) yang mengatur hal-hal teknis, khususnya terkait dengan angkutan barang curah, yang berlaku sebagai pedoman bagi Perusahaan Karoseri dalam proses permohonan penelitian dan pengesahan Rancang Bangun dan Rekayasa Kendaraan Bermotor, sehingga tidak berlaku secara umum di masyarakat.
2. Menimbang, bahwa, berdasarkan pertimbangan di atas, objek permohonan hak uji materiil tersebut tidak memenuhi kriteria untuk dikategorikan sebagai peraturan perundang-undangan, baik dari segi bentuk maupun rumusan perintah pengundangan dan penempatan peraturan perundang-undangan dalam lembaran Negara/tambahan lembaran Negara/berita Negara/tambahan berita Negara, sehingga tidak termasuk dalam kualifikasi peraturan perundang-undangan.
3. Karena objek permohonan hak uji materiil tersebut bukan merupakan peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 24 A ayat (1) UUD 1945, Pasal 20 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, dan Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, sehingga dalam hal ini Mahkamah Agung tidak berwenang untuk mengujinya
(asp/zap)