Seratus Ribu Warga Wonogiri Jadi Korban Kekeringan

Seratus Ribu Warga Wonogiri Jadi Korban Kekeringan

- detikNews
Sabtu, 15 Jul 2006 18:09 WIB
Wonogiri - Kekeringan air adalah problem klasik yang selalu menyertai kehidupan sebagian warga Wonogiri setiap kemarau tiba. Bulan Juli ini kekeringan mulai dirasakan warga di enam kecamatan di daerah itu. Hampir seratus ribu jiwa kesulitan mendapatkan air. Kekeringan dan kekurangan air di Wonogiri bagian selatan mulai terjadi sejak memasuki bulan Juni. Daerah yang dilanda adalah Kecamatan Parang Gupito, Giritontro, Pracimantoro, Eromoko dan sebagian Giriwoyo. Di Wonogiri utara juga terdapat daerah yang mengalami problem serupa yaitu di sebagian Kismantoro. Anggota Komisi C (bidang pembangunan) DPRD Wonogiri, Hamid Noor Yasin, mengatakan di enam kecamatan itu ada beberapa desa yang hingga pertengahan Juli ini benar-benar kesulitan mendapatkan air untuk kebutuhan sehari-hari. Tidak kurang dari 90 ribu hingga 100 ribu jiwa yang kesulitan akses air. Sedangkan daerah yang paling paling parah untuk bencana kekeringan tahun ini terjadi di Parang Gupito, terutama di Desa Gendayakan dan Johunut. Warga di kedua desa ini semenjak awal bulan Juni terpaksa harus membeli air bersih yang didatangkan oleh pemerintah maupun pihak swasta. "Empat telaga di desa kami telah kering sejak Juni. Satu-satunya cara yang bisa kami tempuh adalah membeli air. Untuk setiap tanki 4.000 liter dari pemerintah seharga Rp 70 ribu. Sedangkan satu tanki 5.000 liter yang dikirim swasta bisa mencapai Rp 125 ribu," ujar Sriyanto, warga Gendayakan, Sabtu (15/7/2006). Camat Parang Gupito, Suyadi, mengakui pihaknya mendistribusikan air ke warga namun tidak dijual. Menurutnya Rp 70 ribu hingga Rp 80 ribu tiap tanki itu adalah pengganti bahan bakar truk pengangkut karena jarak pengambilan air ke lokasi distribusi pulang pergi bisa mencapai 50 hingga 60 km. Lebih lanjut Suyadi mengatakan dari 26 telaga di Parang Gupito, saat ini tinggal ada dua buah yang masih terisi air. Namun demikian dari delapan desa di daerahnya, ada enam desa yang hingga saat ini masih cukup aman karena kebutuhan air warga didapat dari sumur dalam Sumber Waru di Desa Gunturharjo. Keenam desa itu adalah Gunturharjo, Gudangharjo, Sambiharjo, Ketos, Parang Gupito dan Song Bledeg. Namun demikian, kata dia, bukan berarti tidak kekurangan karena volume air yang keluar dari Sumber Waru juga tidak mampu mencukupi seluruh kebutuhan warga di keenam desa itu. "Volume mata airnya hanya 15 hingga 25 liter tiap detik sehingga distribusi air hanya dilakukan pada hari Selasa dan Jumat. Air yang diterima warga juga sangat terbatas sehingga masih harus dicukupi lagi dengan membeli, apalagi juga masih harus memenuhi kebutuhan hewan ternak," paparnya. Sedangkan Desa Gendayakan dan Johunut sama sekali tidak bisa teraliri karena lokasinya yang sulit untuk dijangkau atau dipasang pipa saluran. Satu-satunya cara bertahan hidup bagi warga kedua desa hanyalah dengan cara membeli air bersih. Tentang nasib hewan piaraan di kedua desa itu, ternyata ada 'tradisi' tersendiri. "Hewan-hewan piaran yang tidak produktif akan kami jual. Uangnya untuk membeli air selama kemarau dari Juni hingga Nopember. Yang disisakan hanya sapi atau kambing dalam usia subur atau yang sedang hamil," ujar Sriyanto. (jon/)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads