Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mengapresiasi terbitnya Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 73 Tahun 2022 tentang Penanganan dan Pencegahan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan di Bawah Kementerian Agama, (6/10) lalu. PSI pun menyoroti kebiasaan seseorang menormalisasi pelecehan berbentuk candaan seksis.
"Peraturan Menteri Agama ini penting sebagai langkah awal penanggulangan dan pencegahan kekerasan seksual di lingkungan pendidikan. Salah satunya kebiasaan menormalisasi pelecehan seksual yang berbentuk candaan seksis dalam percakapan sehari-hari, catcalling, serta objektivikasi tubuh perempuan karena perspektif yang bias gender," ujar juru bicara Dewan Pimpinan Pusat PSI, Mary Silvita, dalam keterangan, Sabtu (22/10/2022).
Menurutnya, mengubah perspektif dan pola pikir yang berkeadilan gender bukanlah pekerjaan yang mudah dan pasti butuh waktu. Seseorang dapat menjadi pelaku kekerasan seksual antara lain karena tidak punya perspektif gender.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Seseorang dapat menjadi pelaku kekerasan seksual antara lain karena tidak punya perspektif gender. Mereka melihat perempuan sebagai objek yang lemah, sehingga boleh diperlakukan sesuai keinginan. Oleh karena itu, edukasi yang berkelanjutan kepada masyarakat penting dilakukan selain penindakan tegas kepada pelaku, sehingga PMA ini dapat dijalankan secara efektif dan efisien," ungkapnya.
PSI menilai PMA ini sebagai langkah maju guna merealisasikan janji yang pernah disampaikan oleh Menteri Agama untuk melakukan investigasi menyeluruh pesantren setelah terungkapnya kasus kekerasan seksual terhadap belasan santriwati di Bandung. PSI ingat kasus Herry Wirawan.
"Kita tentu masih ingat janji Menteri Agama pasca-kasus pemerkosaan belasan santriwati di Bandung oleh pimpinan pesantren Herry Wirawan. Kasus ini menghentak kita semua, bahwa kejadian yang demikian mengerikan bisa terjadi di lingkungan pendidikan keagamaan sekalipun, dan bukan hanya lembaga pendidikan Islam. Oleh karena itu, peraturan ini penting sekali disosialisasikan kepada masyarakat, sehingga terbangunlah kesadaran kolektif yang progresif tentang kekerasan seksual ini," tuturnya.
Mary mengatakan sosialisasi kepada masyarakat luas dan orang tua juga penting dilakukan. PMA akan berjalan efektif dengan dukungan dan sinergi dari semua pihak.
"Meskipun ruang lingkup PMA ini adalah satuan pendidikan di bawah naungan Kementerian Agama, sosialisasi kepada masyarakat luas dan para orang tua penting dilakukan. Dengan demikian, masyarakat dan orang tua turut teredukasi sehingga dapat ikut mengawasi. PMA ini tidak akan berjalan efektif tanpa sinergi dari semua pihak, baik pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama, penyelenggara pendidikan, tenaga pendidik, orang tua, maupun masyarakat," imbuh Mary.
"Harapan kita semua adalah jangan ada lagi kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan pendidikan keagamaan," tambahnya.
(dnu/dnu)