Guru besar Universitas Bhayangkara Jaya (UBJ), Profesor Hermawan Sulistyo atau Prof Kikiek berdebat dengan aktivis sosial, Ray Rangkuti terkait sejumlah perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) terhadap Polri. Perintah Jokowi itu diketahui demi memperbaiki citra Polri yang rusak karena rentetan kasus yang melibatkan anggota polisi seperti kasus Ferdy Sambo.
Debat Prof Kikiek dan Ray tersaji dalam acara Adu Perspektif yang disiarkan detikcom bertema 'Sambo dan Momentum Politik Reformasi Polri' berkolaborasi dengan Total Politik. Awalnya, Prof Kikiek bicara terkait sorotan Jokowi soal gaya hidup mewah anggota Polri.
"Istilah Kapolri itu istilah saya dari 10 tahun yang lalu. Tidak dilarang polisi menjadi kaya, yang dilarang itu adalah jangan mau jadi kaya dengan menjadi polisi, kan beda. 'Oh saya ingin jadi kaya, maka saya jadi polisi' tidak boleh. Ini yang kita sosialisasikan, selama 10 tahun suara saya hilang begitu. Dari zaman Pak Kumis tuh Timur Pradopo," kata Prof Kikiek, Rabu (20/10/2022) malam.
"Sekarang sama, saya sudah sering ingatkan. Cuma kan Kapolri sekarang reproduksi dari presiden, jawa banget ya kelemar kelemer begitu sabar, udah sampai ke puncak digetok tuh orang, pada kasus Sambo, kasus Teddy Minahasa. Jadi kalau istilahnya Jokowi tadi 'hati-hati' kenapa? Jangan sampai getok," tambahnya.
Prof Kikiek mengatakan ketika Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo melakukan perintah-perintah dengan gayanya Jokowi, maka yang terjadi adalah publik tidak sabar. Terlebih, kata dia, jika menyangkut kejahatan-kejahatan yang melibatkan anggota Polri sebagai pelakunya.
Kemudian, Prof Kikiek menjawab pertanyaan apakah dirinya optimis perintah-perintah Jokowi bisa dilaksanakan dengan baik oleh para anggota Polri. Dia dengan tegas menjawab optimis akan ada perubahan dalam tubuh Polri.
"Sangat optimis karena saya di dalam," tegasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Ray Rangkuti menilai perubahan di tubuh Polri itu tidak bisa dilakukan oleh orang per orang. Menurutnya, Polri harus berubah secara sistem dengan cara merevisi Undang-Undang Kepolisian.
"Perubahan ini nggak bisa kita letakkan pada orang per orang, menurut saya harus asa yang lebih substantif dari itu. Apa itu? Bangun sistemnya, perbaiki institusinya, caranya apa? Revisi UU Kepolisiannya," ujarnya.
Namun, hal itu disanggah oleh Prof Kikiek. Dia mencontohkan sistem rekrutmen polisi yang sudah benar dan transparan tapi ada faktor dari lingkaran luar Polri seperti anggota DPR hingga menteri yang dinilai juga merusak Polri.
Kembali ke Ray, dengan hal yang dicontohkan Prof Kikiek itu, Ray menilai Polri harus menjadi institusi yang independen yang tak bisa diintervensi oleh politik hingga kekuasaan.
"Kita harus menempatkan polisi itu benar benar suatu institusi yang independen, sehingga intervensi-intervensi seperti politik, kekuasaan, macam-macam itu bisa mereka tahan," ucapnya.
Dengan tegas Prof Kikiek menilai bahwa yang seharusnya dibenahi adalah Kompolnas. Ia pun menyinggung terkait peran Kompolnas di Jepang.
"So yang dibenahi itu Kompolnasnya, Kompolnas di Jepang itu dia mengambil kebijakan membawahi polisi yang hanya pelaksanaan, di kita kan tidak. Kompolnasnya hanya penasihat presiden," ujarnya.
"Nah itu dikasih kewenangan tetapi menjadi persoalan ketika Kompolnasnya dikasih kewenangan, Kompolnasnya yang menyalahgunakan kewenangan itu,"imbuhnya.
Simak Video 'Keyakinan Pengamat soal Reformasi Polri':