Ini Dasar Hukum DPR Recall Aswanto, Ternyata Tindak Lanjut Putusan MK

Ini Dasar Hukum DPR Recall Aswanto, Ternyata Tindak Lanjut Putusan MK

Andi Saputra - detikNews
Selasa, 11 Okt 2022 17:39 WIB
Perbaikan Permohonan Uji Formil UU KPK  ---  Para pemohon uji formil UU No 19/2019 mengikuti sidang lanjutan dengan agenda perbaikan permohonan di gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Rabu (8/1/2020). Para pemohon menilai proses pembentukan UU No 19/2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi  menyalahi syarat formil. Sidang dipimpin hakim konstitusi Arief Hidayat.
Sidang MK (Ari Saputra/detikcom)
Jakarta -

DPR melakukan recall terhadap hakim konstitusi Aswanto dan menggantinya dengan Guntur Hamzah. Langkah DPR itu bukan tiba-tiba karena menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Di mana putusan MK adalah setara UU. Apa itu?

Sengkarut putusan itu bermula saat Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan putusan judicial review UU Nomor 7 Tahun 2020 tentang MK. Dalam putusan itu disebutkan masa jabatan hakim konstitusi diperpanjang dari 5 tahun menjadi 15 tahun atau pensiun di usia 70 tahun.

Lalu bagaimana status hakim konstitusi yang aktif sebagaimana tertuang dalam Pasal 87 huruf b UU 7/2020? Apakah mengikuti UU baru atau UU lama?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Nah, dalam pertimbangannya, MK menyatakan perlu meminta konfirmasi ke pihak pengusul, yaitu DPR, Presiden, dan Mahkamah Agung (MA). Apakah akan tetap atau dilanjutkan. Berikut pertimbangan lengkap MK yang dikutip detikcom, Selasa (11/10/2022):

3.22

ADVERTISEMENT

Menimbang bahwa setelah jelas bagi Mahkamah akan niat sesungguhnya (original intent) dari Pembentuk Undang-Undang dalam pembentukan UU 7/2020, maka Mahkamah berpendapat ketentuan Pasal 87 huruf b UU 7/2020 tidak bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Pembacaan atas rumusan Pasal 87 huruf b UU 7/2020 menurut Mahkamah harus dipahami semata-mata sebagai aturan peralihan yang menghubungkan agar aturan baru dapat berlaku selaras dengan aturan lama.

Bahwa untuk menegaskan ketentuan peralihan tersebut tidak dibuat untuk memberikan keistimewaan terselubung kepada orang tertentu yang saat ini sedang menjabat sebagai hakim konstitusi, maka Mahkamah berpendapat diperlukan tindakan hukum untuk menegaskan pemaknaan tersebut. Tindakan hukum demikian berupa konfirmasi oleh Mahkamah kepada lembaga yang mengajukan hakim konstitusi yang saat ini sedang menjabat. Konfirmasi yang dimaksud mengandung arti bahwa hakim konstitusi melalui Mahkamah Konstitusi menyampaikan pemberitahuan ihwal melanjutkan masa jabatannya yang tidak lagi mengenal adanya periodisasi kepada masing-masing lembaga pengusul (DPR, Presiden, dan Mahkamah Agung).

Di luar kesepakatan putusan itu, hakim konstitusi masing-masing menyampaikan pertimbangan masing-masing. Untuk hakim konstitusi Arief Hidayat dan Manahan MP Sitompul berpendapat lebih tegas, yaitu konfirmasi itu harus dilakukan dengan alasan lebih jelas status hakim konstitusi aktif. Berikut pertimbangan lengkapnya:

Oleh karena itu, agar tidak menegasikan peran dan kewenangan ketiga lembaga pengusul dimaksud, maka hakim konstitusi yang tidak memenuhi syarat tersebut perlu mendapatkan konfirmasi dari lembaga pengusul untuk dapat melanjutkan masa jabatannya sebagai hakim konstitusi sebagaimana ketentuan a quo. Ketika lembaga pengusul melakukan konfirmasi atas permintaan Mahkamah, maka lembaga pengusul dapat mengambil sikap untuk:

(1) Hakim yang bersangkutan dapat melanjutkan masa jabatannya sesuai dengan ketentuan UU a quo; atau

(2) Menolak perpanjangan masa jabatan hakim konstitusi tersebut karena tidak memenuhi persyaratan ketentuan UU a quo.

Namun pada dasarnya, prinsip yang dianut oleh Ketentuan Peralihan adalah upaya untuk melindungi pihak yang terdampak sebagai akibat adanya perubahan regulasi agar tidak dirugikan. Hal ini berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan UUD 1945 sebagai hukum tertinggi (the supreme law of the land).

Tindakan hukum demikian berupa konfirmasi oleh Mahkamah kepada lembaga yang mengajukan hakim konstitusi yang saat ini sedang menjabat.Mahkamah Konstitusi

Bagaimana dengan hakim konstitusi Saldi Isra? Ternyata Saldi Isra yang berasal dari unsur Presiden juga setuju konfirmasi tersebut. Berikut pertimbangan Saldi Isra:

Menimbang bahwa oleh karena sebagian publik atau masyarakat menganggap norma Pasal 87 huruf b UU 7/2020 memberikan keuntungan terhadap sebagian hakim konstitusi, Mahkamah Konstitusi perlu menemukan titik setimbang antara hakim yang dianggap diuntungkan tersebut dengan tiga lembaga (Presiden, DPR, dan Mahkamah Agung) yang diberikan wewenang untuk mengajukan hakim konstitusi.

Dalam hal ini, saya sependapat dengan pertimbangan Putusan a quo bahwa diperlukan tindakan hukum berupa konfirmasi kepada lembaga yang mengajukan hakim konstitusi yang saat ini sedang menjabat.

Sebagaimana ditegaskan lebih lanjut dalam Putusan a quo, konfirmasi dimaksud mengandung arti bahwa hakim konstitusi melalui Mahkamah Konstitusi menyampaikan pemberitahuan ihwal melanjutkan masa jabatannya yang tidak lagi mengenal adanya periodisasi kepada lembaga pengusul (DPR, Presiden, dan Mahkamah Agung).

Lalu bagaimana dengan hakim konstitusi Wahiduddin Adams? Wahiduddin Adams berpikir lebih progresif. Menurutnya, perpanjangan masa jabatan hakim MK tidak berlaku bagi hakim konstitusi yang aktif yang terlibat mengadili perkara itu. Berikut pertimbangan Wahiduddin Adams:

Pembentuk Undang-Undang seharusnya sejak awal dapat mengatur norma ketentuan peralihan yang lebih baik daripada yang telah tercantum dalam Pasal 87 huruf b UU a quo. Terlebih lagi Mahkamah juga mengabulkan permohonan sepanjang terkait konstitusionalitas Pasal 87 huruf a yang meskipun memiliki alasan konstitusionalitas berbeda dengan Pasal 87 huruf b, tetapi secara esensial keduanya saya anggap sama oleh karena sama-sama diatur dalam Bab mengenai Ketentuan Peralihan yang begitu terasa nampak dibuat secara tergesa-gesa dan sangat tidak cermat sejak awalnya dan secara esensial dapat dinilai cukup beralasan sebagai lebih berorientasi untuk memberi "keuntungan (privilege)" bagi sebagian besar Hakim Konstitusi yang ada saat ini, alih-alih sekedar "tidak dirugikan" sebagaimana salah satu tujuan dan prinsip dasar dari suatu materi ketentuan peralihan dalam peraturan perundang-undangan.

Menimbang bahwa dengan demikian, saya berpendapat Mahkamah seharusnya MENGABULKAN permohonan Pemohon dengan menyatakan Pasal 87 huruf b Undang-Undang a quo bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Atas putusan MK yang dibacakan pada 20 Juni 2022 itu, Ketua MK lalu mengirimkan surat pemberitahuan kepada DPR, Presiden dan MA soal putusan itu. Atas permintaan konfirmasi itu, DPR menyatakan tetap melanjutkan dua utusannya yaitu Wahiduddin Adams dan Arief Hidayat. Sedangkan Aswanto diganti Guntur Hamzah.

"Keputusan DPR tersebut adalah tindakan konstitusi DPR sebagai respons terhadap tindakan hukum yang dilakukan oleh MK dengan mengirimkan Surat Kepada DPR RI Nomor 3010/KP.10/07/2022 perihal Pemberitahuan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 96/PUU-XVIII/2020 Tentang Uji Materi Terhadap UU MK Nomor 7 Tahun 2020," kata anggota Komisi III DPR, Habiburokhman.

Surat juga dikirim ke Presiden dan MA. Untuk MA, dipastikan tetap mendukung tiga hakim konstitusinya di MK, yaitu Anwar Usman, Manahan Sitompul, dan Suhartoyo.

"Sikap MA terhadap surat MK terkait konfirmasi hakim konstitusi karena surat tersebut sifatnya hanya konfirmasi yang antara lain memberitahukan bahwa masa tugas hakim MK tidak lagi didasarkan pada periodisasi, tetapi saat ini sesuai dengan UU MK masa tugas hakim MK berlaku sampai pada usia pensiun 70 tahun," kata jubir MA Andi Samsan Nganro kepada detikcom, Selasa (11/10/2022).

Sesuai UUD 1945, sembilan hakim konstitusi terdiri atas tiga unsur, yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

"Oleh karena itu, MA tidak menjawab atau menanggapi surat Ketua MK itu," ujar Andi Samsan Nganro.

Adapun sikap Presiden hingga sore ini belum diinformasikan ke publik.

(asp/mae)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads