Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta mengabulkan gugatan Yudha Agung Pratama soal pengumuman seleksi tes CPNS dosen. Awalnya ia tidak lolos. Namun, berdasarkan putusan PTUN Jakarta itu, Yudha bisa lolos. Bagaimana kisah lengkapnya?
"Klien saya Yudha Agung Pratama merupakan peserta CPNS Dosen Kemdikbudristek 2021 di Universitas Pembangunan Nasional (UPN) 'Veteran' Yogyakarta," kata kuasa hukum Yudha, Saleh Gasin, saat dihubungi detikcom, Senin (10/10/2022).
Yudha mendaftar pada formasi umum dengan kualifikasi pendidikan S2 Fisika Kosentrasi Eksplorasi Geotermal. Yudha mengikuti semua tahapan seleksi (seleksi administrasi, SKD, SKB) dan dinyatakan lulus (peringkat pertama) berdasarkan pengumuman hasil akhir.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Akan tetap kelulusan klien saya dibatalkan Ketua Tim Pengadaan CPNS Kemdikbudristek 2021, karena dianggap tidak memenuhi kualifikasi yang dipersyaratkan. Di mana kualifikasi yang dibutuhkan adalah S2 Fisika Konsentrasi Eksplorasi Geotermal, sedangkan menurut panitia, klien saya tidak memenuhi kualifikasi karena hanya merupakan S2 Fisika," ucap Saleh Gasin.
Atas hal itu, Yudha tidak terima, sehingga mengajukan gugatan ke PTUN Jakarta. Duduk sebagai tergugat, yaitu Ketua Tim Pengadaan CPNS Kemdikbudristek 2021.
"Klien saya berani mengajukan gugatan karena merasa ganjil terhadap pembatalan kelulusannya, di mana ia merasa memenuhi kualifikasi," ujar Saleh Gasin.
Penerimaan CPNS Dosen Kemdikbudristek 2020 pada Formasi S2 Fisika Konsentrasi Eksplorasi Geotermal di UPN Veteran Yogyakarta dibuka dengan 2 kategori, yakni formasi umum dan lulusan terbaik.
"Anehnya peserta pada formasi lulusan terbaik yang merupakan lulusan S2 Teknik Panas Bumi tidak dibatalkan kelulusannya. Sedangkan klien saya yang merupakan lulusan S2 Fisika yang memiliki kompetensi di bidang Eksplorasi Geotermal malah dibatalkan kelulusannya oleh panitia," beber Saleh Gusin mengungkapkan.
Tidak sampai di situ, Yudha juga mempermasalahkan tentang peserta seleksi CPNS dosen di Universitas Negeri Gorontalo (UNG). Yang mana juga telah dilakukan sanggahan oleh peserta lainnya tentang kualifikasi pendidikan, akan tetapi panitia tidak membatalkan status kelulusannya karena dianggap peserta dari UNG tersebut telah sesuai dengan kualifikasi pendidikan sebagaimana yang dipersyaratkan karena ada 1 mata kuliah yang sesuai, judul tesis sesuai, dan ada surat keterangan bahwa yang bersangkutan memenuhi kualifikasi pendidikan sebagaimana yang dipersyaratkan.
"Anehnya, posisi klien saya lebih kuat karena ia memiliki 5 mata kuliah yang sesuai, judulnya juga sesuai, dan klien saya juga memiliki surat keterangan yang menjelaskan bahwa ia sudah sesuai kualifikasi pendidikan yang diminta," urai Saleh Gasin.
Logikanya, kata Saleh Gasin, jika peserta dari UNG tersebut diluluskan, seharusnya Yudha juga tetap diluluskan dan tidak dibatalkan kelulusannya. Jika peserta lulusan S2 Teknik Panas Bumi yang juga mendaftar pada formasi kualifikasi pendidikan yang sama dengan Yudha tetap diluluskan, seharusnya Yudha lebih layak dan memenuhi syarat untuk diluluskan.
"Akan tetapi kenyataannya klien saya dibatalkan status kelulusannya," kata Saleh Gasin menegaskan.
Oleh sebab itu, Yudha merasa tidak adil. Mengapa panitia menggunakan standar ganda yang merugikan dan menzaliminya.
"Alhamdulillah, berdasarkan putusan majelis hakim PTUN Jakarta, klien saya dinyatakan menang dan Tergugat dinyatakan tidak berwenang mengeluarkan objek sengketa, dan telah melanggar prosedur, serta substansi di mana majelis hakim menyatakan tindakan panitia dalam membatalkan status kelulusan klien saya adalah tidak sah dan cacat yuridis," urai Saleh Gasin.
Yudha kini menunggu sikap Tergugat apakah mereka mau mengajukan banding atau tidak. Jika sampai 22 Oktober 2022 Tergugat tidak mengajukan permohonan banding, putusan pengadilan akan berkekuatan hukum tetap (inkrah). Jika putusannya inkrah, status kelulusan klien saya harus dikembalikan dan ia harus mendapatkan haknya untuk diangkat menjadi PNS.
"Kami berharap banding tidak diajukan, dan putusan pengadilan akan dilaksanakan secara sukarela tanpa mempersulit apa yang menjadi hak klien saya. Semoga hal ini bisa jadi pembelajaran dan dapat dijadikan acuan perbaikan ke depan terkait proses pengadaan CPNS dosen di lingkungan Kemdikbudristek," pungkas Saleh Gasin.
Berikut ini amar putusan PTUN Jakarta yang dikutip dari website PTUN Jakarta, Senin (10/10/2022):
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan tidak sah Pengumuman Nomor 6164/A.A3/KP.01.00/2022 tentang Pengumuman Hasil Akhir Pasca Sanggah Pada Seleksi Penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Tahun 2021 tertanggal 20 Januari 2022, khusus pada Lampiran I, Lampiran II dan Lampiran III atas nama Yudha Agung Pratama;
3. Mewajibkan kepada Tergugat untuk mencabut Pengumuman Nomor 6164/A.A3/KP.01.00/2022 tentang Pengumuman Hasil Akhir Pasca Sanggah Pada Seleksi Penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Tahun 2021 tertanggal 20 Januari 2022, khusus pada Lampiran I, Lampiran II dan Lampiran III atas nama Yudha Agung Pratama;
4. Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya;
5. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 497.800 (empat ratus sembilan puluh tujuh ribu delapan ratus rupiah).
Putusan di atas diketuai Nasrifal dengan anggota I Dewa Gede Puja dan Budiamin Rodding.
Gugatan serupa pernah dilakukan para peserta CPNS lain. Namun baru kali ini ada gugatan tersebut yang dimenangkan oleh PTUN Jakarta.
(asp/mae)