Tragedi Kanjuruhan tak akan pernah dilupakan oleh Emilia seumur hidupnya. Aremanita berusia 33 tahun itu kehilangan suami dan anaknya untuk selama-lamanya buntut kerusuhan seusai laga Arema FC versus Persebaya, Sabtu (1/10/2022).
Malam itu adalah kali ketiga Emilia bersama sang suami, Rudi Harianto, dan anaknya yang masih 3,5 tahun menonton Arema FC langsung di Stadion Kanjuruhan. Dua pertandingan sebelumnya juga melibatkan tim besar di Indonesia, Persija dan Persib.
Emilia mencoba tegar saat menceritakan malam mencekam di Tribun 13 Stadion Kanjuruhan tersebut. Matanya sembap, tak terhitung berapa banyak air matanya tertumpah. Ia mengungkapkan, awalnya pertandingan berjalan seperti biasa. Riuh suporter terdengar meriah menyemangati klub kebanggaannya. Ia, suami, dan anaknya juga larut dalam riuh ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Jokowi Jenguk Korban Luka Tragedi Kanjuruhan |
Namun peluit panjang yang ditiup wasit ternyata berbuah petaka. Sejumlah suporter merangsek masuk ke lapangan. Aksi ini diikuti suporter lainnya. Tak lama kemudian, terjadi gesekan di lapangan dan sebuah benda mengeluarkan asap putih yang dilontarkan polisi ke arah Tribun 13.
Ternyata asap putih tersebut merupakan gas air mata. Emilia mengaku awalnya tak mengetahui apa itu gas air mata. Saat itu, Emilia hanya merasakan sesak. Bergegas, sang suami mengajaknya keluar dari stadion.
Saat itu, Rudi langsung menggendong anaknya. Ia mencoba secepat mungkin keluar dari stadion yang hawanya pengap setelah gas air mata ditembakkan. Namun takdir berkehendak lain, ia terpisah dengan suami dan anaknya karena saling dorong berebut ke pintu keluar.
"Tahu ada gas air mata, suami saya ngajak keluar. Saat itu suami menggendong anak saya. Terus ada satu orang (di belakang suami saya) itu saya. Tapi gara-gara kedorong yang di belakang, saya terpisah sama suami," ujar Emilia pilu, saat menceritakan kisahnya, seperti dilansir detikJatim, Rabu (5/10).
Menurut Emilia, pintu di Tribun 13 saat itu terbuka sangat kecil. Ia sempat melihat pintu tersebut hanya bisa dilewati 2 orang. Sedangkan ada ratusan orang yang berebut keluar. Mereka saling berdesak-desakan karena gas air mata sudah mulai menyesakkan. Tribun 13 saat itu betul-betul mencekam.
Baca selengkapnya di sini.
Simak juga 'Teriakan Nama Tuhan dan Minta Tolong dalam Tragedi Kanjuruhan':
(idh/imk)