Puluhan tahun berlalu. Secara fisik, hidup Lukas berubah. Kini, ia tidak perlu lagi mengais untuk mengisi perutnya. Tempat tinggalnya kini cukup menyediakan kebutuhan untuk hidup. Namun, ia menyadari, ada hal lain yang membuatnya gelisah. Di usianya kini, ia merindukan sosok seorang istri.
"Ternyata hari-hari terakhir itu memang butuh. Ada yang diajak bicara, ternyata itu perlu," terang Lukas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di balik keresahan serta kondisi fisik yang tidak lagi muda, ada semangat yang masih sama. Tidak ada penyesalan, melainkan perjuangan mencari keadilan. Untuk itu, di waktu-waktu tertentu ia turun ke jalan mendukung aksi Kamisan. Sebagai bentuk antusiasmenya, ia membuat sendiri properti untuk aksi: tengkorak dan tulang belulang dari bubur kertas.
Dalam beberapa kesempatan, ia berusaha menularkan semangat itu kepada para generasi muda yang ditemuinya. Lukas ingin mereka mengingat masa kelam dan gelap saat dia dan ribuan orang dibantai dan diasingkan. Untuk merawat ingatan itu, Lukas sesekali mengunjungi Pulau Buru. Di sana, ia merenovasi makam kawan-kawan sesama tahanan yang meninggal dan tidak sempat dipulangkan.
(nad/ed)