Orangtua Sambut Baik Rok Panjang Siswi Makassar
Kamis, 06 Jul 2006 14:16 WIB
Makassar - Meski ada pihak yang menolak, namun kebijakan rok panjang hingga mata kaki yang diharuskan Pemerintah Kota Makassar kepada para siswi melalui surat edaran ke sekolah SMP dan SMU, mendapat dukungan orangtua murid. Dari sejumlah orangtua murid yang ditemui detikcom, sebahagian besar mendukung. Diana misalnya, sangat senang dengan kebijakan itu. Menurut dia, tidak ada masalah dengan aturan itu. "Maksud pemerintah baik. Anak-anak juga kelihatan santun dan lebih mencerminkan sebagai anak yang terdidik," kata Diana ketika ditemui detikcom di SMU Negeri 2 Makassar untuk menemani anaknya mendaftar. Hal yang sama juga dikatakan Mirnawati Hasana. Mirna menganggap aturan itu bisa mencegah anak-anak dari tindakan kriminal dan kenakalan remaja. "Kalau pakai rok pendek, kalau kita lihat ya seringkali digoda sama laki-laki di jalan. Apalagi kalau di pete-pete (angkutan kota), kalau duduk pahanya bisa kelihatan. Dilirik-lirik sama penumpang laki-laki yang ada di sampingnya," ujar Mirna. Muhammad Mansur juga mengatakan hal yang sama. Ia beranggapan aturan itu malah melindungi siswa. "Saya sering melihat anak-anak SMU di jalan yang ugal-ugalan, saling boncengan pakai motor. Siswi yang dibonceng, karena pakai rok pendek, jadi bisa ngangkang. Bagi kita orangtua, kelihatan sangat tidak sopan. Saya sebagai orangtua, tidak rela melihat anak saya begitu. Kalau pakai rok panjang, hal itu bisa dihindari," terang dia. Fuji, juga orangtua siswa, malah mengusulkan aturan pemerintah kota jangan setengah setengah. "Lebih baik lagi kalau dianjurkan pakai jilbab. Untuk yang beragama lain, dengan mengenakan baju lengan panjang. Jauh lebih sopan lagi kan," katanya. Agak berbeda dari pendapat empat lainnya, Firdaus memandang perlu diadakan dialog terlebih dahulu dengan orang-orang yang tidak setuju. "Mereka kan punya alasan juga kenapa mereka menolak. Karena aturan baru, pemerintah mungkin tidak memaksakan untuk kelas 2 dan kelas 3. Tapi, saat di sekolah, oleh guru bisa saja juga dipaksakan kepada kelas 2 dan kelas 3," ujarnya. "Bukan berarti saya menolak. Saya menerima, tapi bukan berarti menyalahkan pendapat orang tua yang menolak," kata Firdaus diplomatis.
(asy/)