Edy Mulyadi divonis 7 bulan 15 hari penjara dalam perkara 'tempat jin buang anak'. Dari lima pasal yang didakwa jaksa, Edy Mulyadi hanya terbukti melanggar satu pasal.
Dalam surat dakwaan jaksa penuntut umum, Edy Mulyadi didakwa lima pasal yang berkaitan. Berikut daftarnya:
Primair: Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, yang berbunyi;
"Barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun".
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Subsidiair: Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana
bunyinya; "Barang siapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan, yang dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya tiga tahun".
Lebih Subsidiair: Pasal 15 Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, bunyinya;
"Barang siapa menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga, bahwa kabar demikian akan atau mudah dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya dua tahun".
Atau
Kedua: Pasal 45A ayat (2) jo. Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Berikut bunyinya;
Pasal 45A ayat 2:
"Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp 1 miliar".
Pasal 28 ayat 2:
"Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)".
Atau ketiga: Pasal 156 KUHP, berbunyi: "Barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti, tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara".
Pasal Terbukti
Dari pasal yang didakwakan jaksa penuntut umum itu, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menyatakan Edy Mulyadi hanya terbukti melanggar pasal lebih subisdair. Edy melanggar Pasal 15 Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Sehingga hakim menjatuhkan vonis terhadap Edy Mulyadi 7 bulan 15 hari penjara. Edy dinyatakan bersalah menyiarkan kabar yang tidak pasti.
"Mengadili, menyatakan, terdakwa Edy Mulyadi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana perbuatan menyiarkan kabar yang tidak pasti atau tidak lengkap sedangkan ia mengerti setidak tidaknya patut menduga kabar demikian dapat menimbulkan keonaran di masyarakat," kata hakim ketua Adeng AK
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa yakni 7 bulan 15 hari" imbuhnya.
Selanjutnya pasal tidak terbukti
Pasal Tidak Terbukti
Jika dilihat dalam pasal dakwaan itu, ada dua pasal yang dinyatakan tidak terbukti. Dua pasal itu adalah Pasal 14 ayat (1) dan Pasal 14 ayat 2 Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Adapun pasal dalam dakwaan kedua dan ketiga tidak dipertimbangkan hakim karena sudah Edy sudah terbukti melanggar Pasal 15 Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Berikut pertimbangan hakim Edy tidak terbukti melanggar Pasal 14 ayat 1 UU 1/1946:
Menurut majelis pasal ini hanya bisa diterapkan bagi pelaku yang memiliki kedudukan kewenangan atau berkompeten untuk mengeluarkan/menyampaikan informasi berupa berita atau pemberitahuan tidak untuk orang perorang atau individu.
Menimbang bahwa walaupun terdakwa berprofesi sebagai wartawan akan tetapi menurut majelis kehadiran terdakwa di acara tersebut sebagai pembicara bukan dalam rangka melaksanakan tugas jurnalistik, tetapi dalam kapasitasnya sebagai pribadi sehingga apa yang disampaikan terdakwa dalam acara tersebut adalah bukan produk jurnalistik. Hal tersebut sejalan dengan pendapat ahli yang dihadirkan terdakwa/penasihat hukum terdakwa yaitu Prof Azyumardi Azra, sehingga apa yang disampaikan terdakwa dalam acara tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai berita atau pemberitahuan sebagaimana dimaksud unsur kedua pasal ini.
Menurut majelis, unsur kedua tidak terpenuhi dan tidak terbukti oleh perbuatan terdakwa. Oleh karena salah satu unsur dalam dakwaan pertama primer yaitu unsur kedua menyiarkan berita bohong atau pemberitahuan bohong tidak terpenuhi dan terbukti, maka majelis hakim tanpa mempertimbangkan unsur berikutnya. Maka dakwaan primer ini harus dinyatakan tidak terbukti dan terdakwa haruslah dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dalam dakwaan pertama primer dan membebaskan terdakwa dari dakwaan pertama primer.
Sedangkan untuk pertimbangan Pasal 14 ayat 2 UU 1/1946, hakim mengatakan pasal ini tidak terbukti karena pasal 14 ayat 1 tidak terbukti.
Berikut pernyataan lengkap majelis hakim:
Oleh karena dakwaan pertama primer tidak terbukti, maka selanjutnya majelis hakim akan mempertimbangkan dan membuktikan dakwaan pertama subsider Pasal 14 ayat 2 Undang-Undang RI Nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Unsur menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan yang dapat menimbulkan keonaran di kalangan rakyat.
Berdasarkan pertimbangan di atas, maka unsur menyiarkan berita-berita yang dapat menimbulkan keonaran di kalangan rakyat tidak terpenuhi dan terbukti oleh perbuatan. Maka menurut pendapat majelis hakim tanpa mempertimbangkan unsur-unsur lainnya, harus dinyatakan tidak terbukti dan terdakwa harus dinyatakan tidak terbukti secara dan meyakinkan bersalah dalam dakwaan pertama subsider.