Dengan gaya yang terkesan 'snob' anggota Komisi I DPR-RI Effendi Simbolon mengungkapkan soal disharmoni hubungan antara Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa dan KSAD Jenderal Dudung Abdurrahman. Kedua jenderal telah menepisnya.
Bila membaca catatan sejarah, sesungguhnya apa yang disampaikan politisi Fraksi PDI Perjuangan itu pada Senin (5/9/2022), isu semacam itu bukan hal baru. Kerusuhan besar di Jakarta pada 1974 yang dikenal dengan Malari (Malapetaka Limabelas Januari), misalnya. Meskipun yang tampil di permukaan adalah demonstrasi mahasiswa yang kemudian menjadi kerusuhan sosial tapi di balik itu ada yang menyimpulkan sebagai puncak perseteruan antara para jenderal di lingkaran utama Presiden Soeharto.
Mantan Kepala Staf Kostrad Mayjen TNI (Purn) Kivlan Zen menyebut kerusuhan Malari adalah ulah Ali Moertopo. Sebagai Wakil Kepala Bakin dan Asisten Pribadi Presiden Soeharto, dia menciptakan gerakan-gerakan anti Soeharto yang dalangnya diarahkan kepada Wakil Panglima ABRI yang juga Pangkopkamtib Jenderal Soemitro.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Maklum, kala itu Soemitro diketahui sangat dekat dengan kalangan mahasiswa. "Dia kemudian diisukan berupaya menjatuhkan Presiden Soeharto," tulis Kivlan di halaman 66 buku "Konflik dan Integrasi TNI AD".
Konflik antara Soemitro dan Ali bermula setelah Pemilu 1971. Ali saat itu menjabat Kepala Operasi Khusus (Opsus) yang berperan dalam menyukseskan pemilu lewat serangkaian operasi intelijen dan rekayasa politik. Dalam memoar bertajuk, "Dari Panglima Mulawarman sampai Pangkopkamtib" yang ditulis sastrawan Ramadhan KH, Soemitro mengaku pernah mengusulkan kepada Presiden Soeharto agar Opsus dibubarkan.
Dia menilai keberadaan Opsus sangat berpotensi terjadinya konflik kepentingan maupun tumpang tindih antar intitusi intelijen, misalnya dengan BAKIN atau intel Kopkamtib. "Kadang-kadang terjadi ketegangan yang tidak perlu."
Soemitro juga menilai Ali berambisi menjadi Kepala BAKIN. Padahal melihat kemampuan retorikanya, dia menilai Ali cocok menjadi Menteri Penerangan. Selain itu, Ali juga disinyalir punya ambisi untuk menggantikan Soeharto atau setidaknya menjadi Wakil Presiden.
Terkait isu ini, mantan Wakil KSAD dan Gubernur Lemhanas Letjen TNI Sayidiman Suryohadiprojo memberikan konfirmasi. "Ali ingin menjadi wakil presiden di bawah Pak Harto, untuk kemudian menggantikannya," kata Sayidiman kepada historia.id.
Persaingan dan saling tuding kedua jenderal itu mengakibatkan huru hara sosial yang dahsyat pada 15-16 Januari 1974. Gubernur Ali Sadikin mengungkapkan, 522 mobil dan 137 sepeda motor dirusak dan dibakar, 113 bangunan dirusak, dua blok Pasar Senen dan gedung milik PT Astra dibakar.
Anehnya, pelaku pembakaran dan pengrusakan sampai kini belum terungkap. Apakah dari kelompok mahasiswa, di luar mahasiswa, "atau ini rekayasa untuk memojokkan gerakan mahasiswa," tulis Panda Nababan dalam otobiografinya, "Lahir Sebagai Petarung."
Buntutnya, sekitar 50 aktivis mahasiswa ditangkap dan ditahan. Mereka antara lain Hariman Siregar, Julius Usman, Rahman Tolleng, Sjahrir, Dorodjatun Kuntjorojakti. "Belakangan, saya mengetahui Hariman dan Sjahrir mengajukan permohonan grasi kepada Presiden Soeharto," tulis Panda yang kala itu menjadi wartawan Sinar Harapan.
Di pihak lain, sejumlah jenderal pun dicopot dan dimutasi. Mereka antara lain Kabakin Sutopo Yuwono yang dijadikan Dubes Belanda. Posisi Kabakin diisi oleh Yoga Soegama. Jenderal Soemitro yang baru berusia 47 tahun mengundurkan diri sebagai bentuk pertanggungan jawab. Tapi saat ditawari menjadi Dubes di Amerika, dia menolak. "Saya tidak punya bakat," kata Soemitro.
Toh begitu, hubungan Soemitro dengan Soeharto tetap baik. Keduanya kerap bertemu di Cendana. Soemitro baru dikucilkan ketika dalam sebuah pertemuan mengusik anak-anak Soeharto yang mulai memonopoli bisnis. Dia meninggal dunia pada 10 Mei 1998 pada usia 71 tahun.
Sepintas, pasca Malari Ali Moertopo seperti di atas angin. Ternyata tidak karena Soeharto tak lama kemudian membubarkan lembaga Aspri. Jenderal kelahiran Blora, 1924 itu juga dicopot sebagai Wakil Kepala Bakin dan dijadikan Menteri Penerangan, 1978-1983. Sinar Ali kian meredup dan terpental dari lingkaran utama Soeharto setelah dijadikan Anggota Dewan Pertimbangan Agung. Ali meninggal dunia pada 15 Mei 1984.
Simak Video: Eks KaBAIS soal Disharmonisasi Panglima-KSAD: Politik dan TNI Beda