KPK Ikut Komentar soal Pinangki Eks Jaksa Bebas Bersyarat

KPK Ikut Komentar soal Pinangki Eks Jaksa Bebas Bersyarat

M Hanafi Aryan - detikNews
Selasa, 06 Sep 2022 19:58 WIB
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata (dok. Istimewa)
Jakarta -

KPK bicara tentang aturan pembebasan bersyarat bagi narapidana korupsi. Salah satu yang terbaru ada eks jaksa Pinangki Sirna Malasari dan eks Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah yang dibebaskan bersyarat hari ini.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyebut mulanya aparat penegak hukum dapat memberikan rekomendasi soal pembebasan bersyarat kepada para terpidana. Namun, hal itu tidak berlaku semenjak Undang-Undang No. 21 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan dicabut.

"Nah, dulu kalo itu tahanan perkaranya dari KPK, itu dari rutan minta rekomendasi KPK. Sekarang itu kan dibatalkan PP itu oleh MA," kata Alex kepada wartawan, Selasa (6/9/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jadi, dia menyebut pembebasan bersyarat itu saat ini sepenuhnya menjadi kewenangan Direktorat Jenderal (Dirjen) Kementerian Hukum dan Ham (Kumham). Sehingga, segala pembebasan, remisi maupun asimilasi merupakan wewenang penuh Dirjan Pemasyarakatan.

"Kan Pinangki itu kan dihukumnya cuma 4 tahun, yang jelas sekarang hak-hak terpidana ya, entah itu remisi, entah itu bersyarat, itu menjadi kewenangan dari Dirjen Kumham kan gitu," ucap Alex.

ADVERTISEMENT

"Artinya, sekarang sepenuhnya kewenangan untuk memberikan remisi, pembebasan bersyarat atau asimilasi itu sepenuhnya kewenangan dari Kemenkumham Dirjen Pas," lanjutnya.

Adapun terkait pembebasan bersyarat, kata Alex, itu merupakan hak para terpidana. Namun, nantinya Alex bakal menambahkan soal pencabutan hak bebas bersyarat jika tersangka itu tidak kooperatif atau lain hal dalam.

"Bisa nggak hak itu dicabut? Bisa. Siapa yang bisa mencabut? Hakim. Atas apa? Atas tuntutan dari JPU. Mungkin ke depan kalo misalnya ada terdakwa tidak kooperatif, tertib dan lain-lain, dalam tuntutan mungkin akan kita tambahkan," jelasnya.

Sementara itu, Alex menyebut pencabutan hak bebas bersyarat itu juga dapat dilaksanakan kepada pejabat publik yang menjadi terpidana. Salah satu caranya lewat pencabutan hak pilih dan dipilih.

"Kalo pejabat publik, ya itu tadi. Mencabut hak dipilih dan dipilih dan mencabut supaya tidak mendapatkan haknya selaku terpidana," tutup Alex.

Diberitakan sebelumnya, Pinangki Sirna Malasari mendapatkan pembebasan bersyarat. Selain Pinangki, eks Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah turut bebas bersyarat hari ini.

"Hari ini tidak hanya beliau (Ratu Atut Chosiyah). Kita bebas bersyaratkan juga Pinangki, Mirawati (Basri), dan Desi Arryani," ucap Kepala Divisi Pemasyarakatan Kanwil Banten Masjuno, Selasa (6/9).

Pembebasan Pinangki memang bersamaan dengan Ratu Atut. Masjuno mengatakan Pinangki sudah menjalani penahanan kurang lebih 2 tahun.

"Kurang lebih 2 tahun. Sama syaratnya juga, disamakan semuanya karena sudah tertuang secara tertulis," kata Masjuno.

Simak Video: Selain Pinangki, Ratu Atut Juga Bebas Bersyarat

[Gambas:Video 20detik]



Perkara Eks Jaksa Pinangki di Kejaksaan Agung

Diketahui, Pinangki divonis bersalah karena menjadi makelar kasus alias markus agar terpidana korupsi Djoko Tjandra bisa lolos dari hukuman penjara dengan mengajukan PK. Saat itu, Djoko statusnya buron. Tapi usaha Pinangki terbongkar dan dia harus mempertanggungjawabkannya.

Pinangki awalnya divonis 10 tahun penjara oleh majelis hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Vonis tersebut kemudian disunat oleh Pengadilan Tinggi Jakarta menjadi 4 tahun penjara. Atas vonis itu, jaksa dan Pinangki tidak mengajukan kasasi.

Perkara Ratu Atut di KPK

Ratu Atut sejatinya memiliki dua perkara. Pertama, dia ditetapkan tersangka di perkara suap Akil Mochtar pada 10 Desember 2013. Kemudian, pada 17 Desember 2013 dia menjadi tersangka pengadaan alat kesehatan di Banten.

Dia dihukum 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 5 bulan kurungan pada Senin (1/9/2014). Atut terbukti menyuap Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar sebesar Rp 1 miliar terkait penanganan sengketa hasil Pilkada Lebak, Banten. Ratu Atut sempat mengajukan banding di kasus ini, namun bandingnya ditolak.

Di tingkat kasasi, Mahkamah Agung (MA) justru memperberat hukuman Ratu Atut dari 4 tahun menjadi 7 tahun penjara.

Kemudian, pada September 2021, Ratu Atut mengajukan PK. Ratu Atut menghadirkan saksi ahli hukum pidana dan ahli forensik digital. Namun, PK itu juga ditolak.

Sementara itu, di kasus lain, pada 20 Juli 2017, Ratu Atut Chosiyah divonis 5 tahun 6 bulan dan denda Rp 250 juta subsider 3 bulan kurungan. Ratu Atut terbukti melakukan tindakan korupsi dengan mengatur proses penganggaran pengadaan alkes Banten dan mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 79 miliar.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads