Hidayat mengulas seperti disampaikan Presiden, bantuan langsung tunai alih subsidi BBM untuk periode 4 bulan sebesar Rp 150 ribu per bulan yang diberikan kepada 20,65 juta KPM memakan anggaran Rp 12,4 triliun. Bansos tersebut merupakan bagian dari skema anggaran alih subsidi BBM sebesar Rp 24,17 Triliun.
Hidayat menjabarkan nilai bansos tersebut jauh lebih kecil ketimbang kebutuhan tambahan anggaran subsidi untuk menahan harga BBM tidak naik adalah Rp 198 Triliun, jauh lebih besar dari angka bansos. Namun, menurutnya efek negatif kenaikan harga BBM pasti lebih besar dari efek pertahanan daya beli sesaat akibat pemberian bansos.
"Dari jomplangnya angka subsidi dan bansos tersebut bisa dilihat bahwa bansos hanya berperan sebagai pelipur lara sesaat saja. Kalau pemerintah memang serius membantu masyarakat dan mengalihkan subsidi BBM menjadi bansos, maka nilai bansosnya harus setara dengan nilai kebutuhan tambahan subsidi yakni Rp 198 triliun," jelasnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pendataan bansos harus disiapkan dengan matang dan akurat agar tepat sasaran, pemberiannya hendaknya tidak hanya beberapa bulan tapi sepanjang waktu terdampak akibat dinaikkannya harga BBM, dan penerimanya tidak hanya 20,65 juta, tapi sebanyak warga yang terdampak negatif akibat dinaikkannya harga BBM itu," urai Hidayat.
Namun, HIdayat tetap mendesak agar Pemerintah yang diperintahkan oleh Konstitusi dan Pembukaan UUD 45 untuk memajukan kesejahteraan umum dan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dengan segera mengoreksi dengan tidak jadi menaikkan harga BBM sekalipun terlanjur diumumkan.
"Seharusnya pemerintah terlebih dahulu membahasnya dengan DPR yang mayoritasnya menolak kenaikan harga BBM. Mendengarkan jeritan rakyat yang makin disusahkan bila harga BBM tetap dinaikkan. Mencerna masukan dari para pakar bagaimana menghindarkan pembebanan terhadap APBN dengan tidak menambah kesusahan rakyat," ujar Hidayat.
"Misalnya dengan menunda proyek-proyek yang tidak prioritas dan tidak menjadi hajat Rakyat banyak. Seperti proyek IKN, KCJB, dan infrastruktur, serta memprioritaskan pembangunan kilang agar Indonesia tidak lagi mengekspor minyak mentah dan mengimpor kembali dari Singapura. Dengan demikian akan ada ketersediaan minyak siap pakai di Indonesia. Agar selamatlah APBN kita, selamat juga Rakyat Indonesia akibat dari ketidakbijakan menaikkan harga BBM bersubsidi," lanjutnya.
(akd/ega)