Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mendesak pemerintah membatalkan kenaikan harga BBM bersubsidi. Ia pun menyoroti pemberian bansos alih subsidi BBM berpotensi tidak akurat.
"Presiden Jokowi sendiri yang pernah menjamin tidak ada kenaikan harga BBM hingga akhir tahun, mengakui bahwa bansos alih-subsidi BBM tidak akan sepenuhnya tepat sasaran. Jika demikian dan di era di mana harga minyak dunia sedang turun, Pemerintah Malaysia juga turunkan harga BBM, maka sebaiknya janji jaminan tidak menaikkan harga BBM itu yang dipenuhi sekaligus dengan serius memperbaiki data yang berhak menerima Bansos reguler karena selalu jadi temuan dari BPK. Tidak justru begitu saja meloncat dengan keputusan baru subsidi BBM dialihkan menjadi bansos," kata Hidayat dalam keterangannya, Minggu (4/9/2022).
"Karena dampak dari kenaikan BBM akan memunculkan masalah-masalah sosial dan inflasi serta lonjakan angka kemiskinan yang lebih besar dari dampak singkat pertahanan daya beli dengan pemberian bansos pengalihan subsidi BBM tersebut," imbuhnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Anggota Komisi VIII DPR RI yang membidangi isu-isu sosial itu menjelaskan selain sudah disampaikan Presiden, ketidaktepatan sasaran penerima bansos juga tercermin dari penjelasan Menteri Sosial Tri Rismaharini. Dalam konferensi persnya, Sabtu (3/9), Mensos menyampaikan adanya data 18.486.756 keluarga penerima manfaat (KPM) yang sudah siap salur. Sementara sisanya, yakni 313.244 masih dalam proses cleaning atau pembersihan data.
Hidayat mengkritisi kedua data tersebut jika ditotal baru berjumlah 18,8 juta KPM, lebih rendah dari total penerima yang berhak dan sudah diumumkan Presiden Jokowi yaitu 20,65 juta KPM. Jadi, kata dia, ada 1.85 juta lebih data yang tak jelas statusnya dan ketepatan sasarannya, dan potensial kembali jadi temuan BPK. Ia pun menilai pemberian bansos tidak efektif menjadi solusi atas dinaikkannya harga BBM bersubsidi.
"Lantas data dan alokasi 1,85-an juta KPM sisanya Bu Mensos mengambil dari mana? Apalagi hal keganjilan seperti ini juga tidak pernah dibahas apalagi disetujui oleh Komisi VIII DPR RI. Ini berbahaya dan bisa jadi temuan KPK, jika tiba-tiba masuk data siluman atau data yang diada-adakan, hanya demi pencitraan pemerintah yang seolah-olah peduli pada masyarakat yang sedang kesulitan atas kenaikan harga BBM, tapi hakikatnya malah menyusahkan rakyat. Kami tidak ingin terulangnya kasus Mensos yang ditangkap KPK karena terjadinya korupsi Bansos," cecar Hidayat.
Wakil Ketua Majelis Syura PKS itu mengingatkan selain 1,85 an juta data KPM yang tidak jelas sumbernya, 18,8 juta data yang dinyatakan sudah siap salur dan sedang dibersihkan tersebut bersumber dari data penerima program reguler yakni BPNT dan PKH yang beberapa kali bermasalah. Pada Juni 2022 Badan Pemeriksa Keuangan mengungkapkan kesalahan penyaluran pada program-program tersebut mengakibatkan kerugian negara hingga Rp 6,9 Triliun.
"Klaim Mensos bahwa 18,8 juta sudah siap salur juga patut dibuktikan ketepatannya. Pasalnya data-data seperti ini selama ini selalu ditemukan penyimpangan, mulai dari masih dicantumkannya warga yang sudah meninggal tapi masih masuk data, tidak tercantum datanya di DTKS, NIK invalid, KPM sudah non-aktif tapi masih diberikan, dan banyaknya penerima ganda," papar Hidayat.
Bersambung ke halaman selanjutnya. Langsung klik