Pengacara Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J protes lantaran tidak diizinkan ikut menyaksikan jalannya rekonstruksi pembunuhan yang diotaki Irjen Ferdy Sambo. Apa sih dasar hukumnya?
Ada sejumlah dasar hukum pelaksanaan rekonstruksi. Pertama, Undang-Undang No 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana atau KUHAP, Peraturan Kapolri (Perkap) No 14 Tahun 2012 Tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana hingga Surat Keputusan Kapolri No. Pol.Skep/1205/IX/2000 tentang Revisi Himpunan Juklak dan Juknis Proses Penyidikan Tindak Pidana.
Dalam KUHAP, memang tidak secara spesifik diatur mengenai pelaksanaan rekonstruksi. Namun, dalam Pasal 5 ayat 1 huruf b dan Pasal 7 ayat 1 huruf j, penyidik bisa melakukan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. Tindakan lain yang dimaksud adalah tindakan untuk kepentingan penyelidikan dengan syarat sebagai berikut:
Penjelasan Pasal 5 KUHAP
Yang dimaksud dengan "tindakan lain" adalah tindakan dari penyelidik untuk kepentingan penyelidikan dengan syarat :
a) tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum;
b) selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan dilakukannya tindakan jabatan;
c) tindakan itu harus patut dan masuk akal dan termasuk dalam lingkungan jabatannya;
d) atas pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan memaksa;
e) menghormati hak asasi manusia
Sementara, dalam Perkap No 14 Tahun 2012, perihal rekonstruksi diatur dalam Pasal 68 yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 68
(1) Untuk kepentingan pembuktian, Penyidik/Penyidik Pembantu dapat melakukan rekonstruksi dan membuat dokumentasi.
(2) Penyidik/penyidik pembantu wajib membuat berita acara rekonstruksi
Kemudian, dalam Surat Keputusan Kapolri No. Pol.Skep/1205/IX/2000, rekonstruksi diatur dalam Bab III tentang Pelaksanaan, angka 8.3.d Bujuklak Penyidikan Tindak Pidana. Berikut bunyinya:
Metode pemeriksaan dapat menggunakan teknik:
(1) interview
(2) interogasi
(3) konfrontasi
(4) rekonstruksi
Pemeriksaan yang dimaksud adalah kegiatan untuk mendapatkan keterangan, kejelasan dan keidentikan tersangka dan atau saksi dan atau barang bukti maupun tentang unsur-unsur tindak pidana yang telah terjadi, sebagaimana diatur dalam Bab III angka 8.3.a Bujuklak Penyidikan Tindak Pidana. Berikut bunyi lengkapnya:
Pemeriksaan merupakan kegiatan untuk mendapatkan keterangan, kejelasan dan keidentikan tersangka dan atau saksi dan atau barang bukti maupun tentang unsur-unsur tindak pidana yang telah terjadi, sehingga kedudukan atau peranan seseorang maupun barang bukti di dalam tindak pidana tersebut menjadi jelas dan dituangkan di dalam Berita Acara Pemeriksaan.
Aturan yang lebih spesifik mengenai pelaksanaan rekonstruksi juga diatur dalam Standar Operasional Prosedur (SOP) Pemeriksaan Saksi/Ahli/Tersangka Bareskrim Polri. Dalam pemeriksaan tersangka, penyidik bisa melakukan hal-hal yang diperlukan jika tersangka mungkir.
Berikut aturannya:
D. Pemeriksaan Tersangka
1. d. Dalam hal tersangka mungkir:
1. Perlihatkan fakta-fakta/bukti-bukti yang ada.
2. Tunjukkan kontradiksi dari setiap ketidakbenaran keterangan tersebut.
3. Adakan konfrontasi dan atau rekonstruksi
E. Konfrontasi dan Rekonstruksi
2. Demikian pula halnya untuk perkara tertentu, apabila dipandang perlu dalam pembuktiannya dapat dilakukan rekonstruksi
3. Pelaksanaan Konfrontasi dan Rekonstruksi
b. Rekonstruksi
- Maksud diadakannya rekonstruksi ialah untuk memberikan gambaran tentang terjadinya suatu tindak pidana dengan jalan memperagakan kembali cara tersangka melakukan tindak pidana dengan tujuan untuk lebih meyakinkan kepada pemeriksa tentang kebenaran tersangka atau saksi.
- Rekonstruksi dapat dilakukan ditempat kejadian perkara (TKP).
- Setiap peragaan perlu diambil foto-fotonya dan jalannya peragaan dituangkan dalam Berita Acara.
- Hasil rekonstruksi agar dianalisa terutama pada bagian-bagian yang sama dan berbeda dengan isi Berita Acara Pemeriksaan.
Simak video 'Polri Ungkap Alasan Pengacara Brigadir J Tak Diizinkan Ikut Rekonstruksi':
Siapa saja yang harus hadir dalam rekonstruksi? Simak di halaman selanjutnya.
(mae/maa)