Tim penyidik dari Kejati Banten kembali melakukan penyitaan terhadap aset yang terkait korupsi pemberian kredit modal kerja dan kredit investasi Bank Banten ke PT HNM senilai Rp 65 miliar tahun 2017. Kali ini, sebidang tanah di Gambir, Jakarta Pusat disita seluas 131 meter persegi.
"Penyitaan barang bukti berupa tanah dan bangunan di Cideng Barat Nomor 2C, Kelurahan Duri Pulo, Kecamatan Gambir," kata Kasi Penkum Kejati Banten Ivan H Siahaan, Serang, Selasa (30/8/2022).
Tanah dan bangunan itu kata Ivan adalah yang diagunkan oleh PT HNM saat mengajukan kredit modal kerja dan kredit investasi untuk pembangunan Tol Pematang Panggang-Kayu Agung, Palembang. Penyitaan ini ia tegaskan sudah berdasarkan surat penetapan pengadilan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Penyitaan barang bukti tersebut akan dijadikan barang bukti dalam perkara di maksud, serta untuk penyelamatan kerugian keuangan negara," pungkasnya.
Pada Senin (22/8) lalu, penyidik Kejati Banten juga telah melakukan penyitaan berupa bidang tanah di Pondok Aren, Tangerang Selatan milik tersangka Rasyid Samsudin selalu Direktur Utama PT HNM. Tim juga sempat menggeledah rumah tersangka dan membawa sejumlah barang bukti.
"Penyitaan barang bukti milik tersangka RS, satu bidang tanah dan penggeledahan di Jalan Prima Bintaro di Pondok Aren," kata Ivan.
Tanah tersangka yang disita terletak di Jalan Witana Harja, Pamulang Baru, Kecamatan Pamulang di Tangsel. Sedangkan penggeledahan di rumah pribadi, penyidik katanya membawa sejumlah dokumen yang berhubungan dengan kredit investasi dan kredit modal kerja di Bank Banten.
Sebagaimana diketahui, tersangka lain kasus ini adalah mantan Plt Pimpinan Cabang Bank Banten DKI Jakarta Satyavadin Djojosubroto. Ia merupakan pimpinan yang menyetujui pemberian kredit modal kerja dan kredit investasi ke PT HNM untuk pembangunan Tol Pematang Panggang-Kayu Agung di Palembang.
Kredit ini dilakukan sebanyak dua kali yaitu Rp 39 miliar pada Mei 2017. Komite kredit kemudian menyetujui nilai sebanyak Rp 30 miliar.
Kedua, PT HNM kemudian mengajukan kembali kredit senilai Rp 35 miliar. Padahal kredit pertama yang disetujui belum ada pelaksanaan kewajiban dari perusahaan swasta itu.
(bri/dwia)