Pakar hukum Universitas Brawijaya (Unbraw), Aan Eko Widiarto, mengatakan sudah seharusnya Satgas Khusus (Satgassus) Polri dibubarkan. Eko mengutip teori guru besar sejarah modern di Universitas Cambridge, Inggris, yang hidup di abad ke-19, Lord Acton, tentang relasi kekuasaan dan penyelewengan.
Aan menuturkan Satgassus adalah satuan di luar struktur Polri, namun memiliki kewenangan mirip dengan satuan-satuan-satuan kerja Polri. Aan menilai, dibanding membentuk Satgassus, Polri lebih baik meningkatkan kualitas kerja dan kemampuan satuan yang struktural di Polri.
"Pembubaran Satgassus memang harus dilakukan, ada atau tidak ada kasus Ferdy Sambo, sebenarnya harus dibubarkan. Logika mudahnya, Polri sudah berdiri sejak Indonesia berdiri, sementara Satgassus kan barusan saja ketika Pak Tito (Tito Karnavian) Kapolri," kata Aan kepada wartawan, Sabtu (13/8/2022).
"Organ-organ satuan kerja di Polri kan sudah dibentuk lama, sudah mumpuni. Posisi Satgassus itu kan sebagai organisasi nonstruktural, sementara strukturnya sendiri itu kan sudah sangat memadai. Intinya, Satgassus memiliki wewenang penyidikan dan penyelidikan kasus-kasus pidana dan itu sebenarnya kan kita sudah punya Bareskrim. Di sana ada Direktorat Tindak Pidana Umum, Khusus, dan sebagainya," sambung Aan.
Aan kemudian mengutip teori Lord Acton yang berbunyi: power tends to corrupt (kekuasaan itu cenderung korup).
"Ketika ada organ yang dibuat ultra atau lebih tinggi, diberi kekuasaan yang lebih, kewenangan yang lebih di bawah Kapolri langsung, ini kalau dalam teorinya Lord Acton, 'semakin besar kekuasaan, maka semakin korup, the power tends to corrupt'. Kekuasaan itu akan cenderung menyeleweng," jelas Aan.
Dia pun berpendapat pengawasan terhadap Satgassus tak berjalan, sekalipun dipimpin oleh seorang Kadiv Propam Polri, yakni Irjen Ferdy Sambo sebagai Kepala Satgassus. Menurutnya, fungsi Propam adalah pengawasan, bukan eksekutor.
"Semakin besar kekuasaan yang diberikan, apalagi kepada organisasi nonstruktural, pengawasannya kan sangat lemah. Apalagi langsung di bawah Kapolri. Ini sangat rentan untuk diarahkan kepada kepentingan-kepentingan tertentu. Kalau kepentingannya bagus, ya Satgassus akan bagus. Kalau kepentingannya jahat, ya Satgassus akan jahat. Jadi sangat labil," terang Aan.
"Kesalahan juga menempatkan Kadiv Propam sebagai Kasatgassus. Kadiv propam itu pengawas. Tapi kalau dia juga sebagai eksekutor, berarti dia mengawasi dirinya sendiri. Dua kekuasaan dalam satu tangan, sebagai pengawas dan pelaksana," lanjut Aan.
Simak penjelasan Polri soal Satgassus yang sempat dipimpin Sambo dibubarkan di halaman selanjutnya.
(aud/fjp)