Komnas HAM Ingin Fair Trial, Tak Tega Bila Bharada E Jadi Tumbal

Komnas HAM Ingin Fair Trial, Tak Tega Bila Bharada E Jadi Tumbal

Tim detikcom - detikNews
Kamis, 11 Agu 2022 20:38 WIB
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik dan Komisioner Komnas HAM Choirul Anam memberikan keterangan pers usai menerima keterangan dari tim Dokkes Polri terkait kasus baku tembak menewaskan Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J. Jumpa pers berlangsung di kantor Komnas HAM, Senin (25/7/2022).
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik (Grandyos Zafna/detikcom)
Jakarta -

Sampai saat ini, Komnas HAM masih berusaha menyelidiki kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J. Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik tak tega jika melihat Bharada Richard Eliezer alias Bharada E menjadi tumbal dalam kasus ini.

Diketahui, Bharada E diperintah oleh Irjen Ferdy Sambo untuk menembak mati Brigadir J. Aksi pembunuhan itu dilakukan di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo.

Kini Bharada E dan Irjen Ferdy Sambo telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus berdarah ini. Keduanya dijerat Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55-56 KUHP.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Untuk tadi saya sampaikan (Komnas HAM) bukan fokus siapa pelaku, itu tugas penyidik. Mereka jagoan soal itu, tapi kami fokus kepada apakah prinsip-prinsip fair trial itu berjalan dengan benar. Kalau fair trial tidak berjalan dengan benar, orang yang nggak salah, bisa jadi salah, orang yang salahnya 10 dihukum 1.000, tidak profesional, sejak awal, kan gitu," kata Taufan di Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (11/8/2022).

Ajudan Irjen Pol Ferdy Sambo, Bhayangkara Dua Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E (kiri) berjalan memasuki ruangan saat tiba di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Selasa (26/7/2022). Kedatangan Bharada E tersebut untuk dimintai keterangan terkait insiden baku tembak dengan Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J  yang terjadi pada Jumat (8/7) lalu di rumah dinas Kepala Divisi Propam Polri nonaktif Irjen Pol. Ferdy Sambo. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/nym.Bharada Richard Eliezer atau Bharada E (Antara Foto/M Risyal Hidayat)

"Kalau kalian pernah dengar saya mengambil satu sinyal-sinyal, saya tidak bisa, saya tidak tega, saya bilang seorang Bharada E itu kemudian jadi tumbal semua persoalan ini, mestinya bisa menangkap apa yang saya maksud dengan kami concern pada fair trial," sambungnya.

ADVERTISEMENT

Taufan menegaskan, dalam kasus tersebut, CCTV menjadi sangat penting. Dia menyebutkan, jika CCTV tidak ditemukan, ada upaya obstruction of justice dalam kasus Brigadir J.

"Saya ribut soal CCTV, kenapa? CCTV kalau dihilangkan, fair trial akan sulit didapatkan, kenapa? Karena ada langkah-langkah obstruction of justice, menghilangkan barang bukti, mengatur segala macam, sehingga kemudian tidak terbuka apa sebetulnya yang terjadi, siapa melakukan apa, dimana, kapan, apa barang buktinya? Tuduhan harus bisa berdasarkan barang bukti," ujar Taufan.

Selengkapnya di halaman berikutnya

Simak Video: Kini 12 Polisi Dikurung Usai Diduga Langgar Kode Etik Terkait Sambo

[Gambas:Video 20detik]



Indikasi Pelanggaran HAM

Komnas HAM menemukan indikasi pelanggaran HAM di kasus tersebut. Indikasi pelanggaran HAM itu sangat kuat.

"Saya yakin dan kita semua yakin penegakan hukum di Indonesia yang baik dilakukan oleh teman-teman kepolisian, makanya salah satu concern kami misalnya soal obstruction of justice kalau dalam konteks teman-teman kepolisian itu perusakan TKP, kalau di kami obstruction of justice itu kami perhatikan dan kami dalami cukup dalam," kata Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam.

Anam mengatakan obstruction of justice merupakan bagian dari pelanggaran HAM. Dia menyebut ada indikasi kuat pelanggaran HAM dalam kasus ini.

"Kalau pertanyaan begini, apakah obstruction of justice bagian dari pelanggaran HAM? Pasti bagian pelanggaran HAM, kalau kami temukan," katanya.

"Kalau pertanyaannya apakah proses saat ini yang ditemukan diindikasi pelanggaran HAM terkait obstruction of justice? Indikasinya sangat kuat," sambungnya.

Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo berfoto bersama Brigadir Yoshua dan anggotanya yang lain (foto: istimewa)Irjen Ferdy Sambo berfoto bersama Brigadir Yoshua dan anggotanya yang lain. (foto: istimewa)

Anam mengatakan obstruction of justice ialah dugaan perusakan TKP dan pengaburan cerita. Namun, dalam konteks HAM, Anam menyebut obstruction of justice ialah upaya menghambat penegakan hukum.

"Jadi obstruction of justice dalam konteks hukum biasa, biasanya disebut dalam konteks kasus ini ya terkait dengan perusakan TKP, pengaburan cerita dan sebagainya, tapi dalam konteks HAM biasanya lebih luas. Kami menyebutnya obstruction of justice memberikan hambatan, terhadap proses penegakan hukum," katanya.

Namun Anam menyebut hal itu sebagai dugaan sementara. Dia belum bisa menyimpulkan pelanggaran HAM dalam kasus ini karena penyelidikan masih berlangsung.

"Kalau itu ditanya apakah itu terjadi, kami belum bisa simpulkan namun indikasinya kuat terjadi obstruction of justice, ini dari mana, dari banyak hal yang kami temukan," tuturnya.

Halaman 2 dari 2
(isa/fas)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads