Guru besar politik dan keamanan Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung, Prof Muradi, menyoroti sosok Kamaruddin Simanjuntak, kuasa hukum alm Brigadir Yoshua Hutabarat. Dia menilai statement Kamaruddin yang cenderung 'menyerang' banyak pihak justru kontraproduktif dalam pengungkapan kasus ini.
"Upaya yang cenderung agresif dari pengacara Brigadir J dengan 'menyerang' kredibilitas tiga lembaga mulai Kompolnas, Komnas HAM hingga LPSK terkait dengan penanganan insiden penembakan di rumah dinas Kadivpropam nonaktif harusnya tidak perlu dilakukan," kata Muradi kepada wartawan, Selasa (2/7/2022).
"Penanganan dari masing-masing lembaga tersebut memiliki kekhasan masing-masing yang harus dihormati. Apalagi ketiga lembaga tersebut juga memiliki komitmen untuk membuka tabir terkait dengan insiden tersebut," sambungnya menegaskan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Muradi menyarankan, ada baiknya tim pengacara Brigadir Yoshua mendorong agar lembaga-lembaga tersebut, baik Komnas HAM hingga Kompolnas dan LPSK, dapat mendorong percepatan pengungkapan kasus.
"Sebab langkah yang cenderung 'menyerang' ke banyak pihak atas upaya penuntasan kasus tersebut hanya akan membuat suasana antar instansi menjadi kurang baik, dan bisa saja kemudian membuat pengungkapan insiden tersebut makin bertele-tele dan tidak kunjung tuntas," ucapnya.
Muradi juga berpendapat, ada baiknya tim pengacara Brigadir Yoshua fokus pada desakan agar Timsus bentukan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk dapat segera mengungkapkan tabir atas proses hukum yang bisa saja melibatkan pihak-pihak yang ada di internal Polri. Sebab, ukuran kewibawaan Polri terletak pada seberapa efektif timsus dapat mengungkap insiden tersebut secara obyektif, adil dan komprehensif.
"Artinya harusnya sasaran tim pengacara kepada kinerja timsus bukan kepada lembaga lain yang justru membantu pengungkapan insiden tersebut," tegasnya.
Muradi menambahkan, keberadaan Komnas HAM, Kompolnas dan LPSK secara kelembagaan harusnya dapat membantu pengungkapan insiden tersebut. Semua menjadi institusi yang harus dijadikan rujukan bagi pengungkapan insiden tersebut.
Tim pengacara Brigadir Yoshua menurut Muradi bisa secara komprehensif mendapatkan data dan fakta dari Komnas HAM, Kompolnas hingga LPSK untuk penegakan keadilan bagi keluarga korban dan juga publik. Namun menurutnya, yang perlu dipahami adalah bahwa masing-masing lembaga itu memiliki karakter dan kebijakan internal yang berbeda-beda.
"Karena itu salah satu upaya agar ketiga lembaga tersebut bisa lebih optimal dalam pengungkapan kasus tersebut adalah dengan menghormati mekanisme di internal masing-masing," ucapnya.
"Artinya dengan langkah tim pengacara yang 'menyerang' kredibilitas ketiga lembaga tersebut juga akan mengurangi dukungan publik atas pengungkapan insiden tersebut. Sebab, harus dipahami juga bahwa salah satu kekuatan dari keterlibatan ketiga lembaga tersebut, karena ada atensi publik yang luar biasa. Sehingga membuat kasus insiden ini perlu kehati-hatian namun tetap harus memiliki speed yang cepat agar kredibilitas masing-masing lembaga tetap terjaga, baik Polri, Komnas HAM, Kompolnas maupun LPSK dan secara umum pemerintah, dengan salah satunya menuntaskan insiden penembakan di rumah Kadivpropam nonaktif secara komprehensif, obyektif dan berkeadilan," sambungnya.
(hri/fjp)