Komisioner Komnas HAM Choirul Anam kembali menjelaskan soal aksinya melipat kertas saat konferensi pers kasus Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J. Dia mengatakan kertas itu dilipat demi melindungi keluarga Brigadir J karena ada nomor ponsel keluarga.
Hal itu disampaikan Anam dalam video di Kanal YouTube Humas Komnas HAM, Sabtu (30/7/2022). Anam awalnya menjelaskan soal dirinya menunjukkan data jejaring komunikasi yang didapat dengan mekanisme cell dump.
Dia mengatakan data itu memang sengaja tidak ditunjukkan seluruhnya. Alasannya, data yang telah dicetak itu berisi nomor ponsel keluarga Brigadir Yoshua. Dia juga mengungkit soal harapan pengacara keluarga Brigadir Yoshua agar pihak keluarga dilindungi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Memang barang tersebut tidak kita buka secara keseluruhan karena untuk kepentingan tahapan-tahapan pendalaman kami. Yang kedua, ini yang lebih penting, karena jejaring itu ada nomor telepon dan sebagainya. Agar nomor telepon itu, khususnya yang di sana terdapat nomor telepon anggota keluarga, tidak terpublikasi. Saya setuju dengan Pak Johnson Pandjaitan, salah satu pengacara dari keluarga, memang harus ada sistem perlindungan pihak keluarga tersebut," ujar Anam.
Dia mengatakan hal itu menjadi dasar dirinya melipat sebagian kertas yang dipegangnya saat konferensi pers pada Rabu (27/7). Dia menegaskan kertas itu dilipat agar nomor keluarga Brigadir Yoshua tidak terpublikasi.
"Kami tutup itu kemarin, karena salah satunya ada nomor-nomor itu. Jangan sampai terpublikasi," ucapnya.
Sebelumnya, Anam melipat kertas saat menjelaskan perkembangan penyelidikan baku tembak menewaskan Brigadir Yoshua. Potongan video konferensi pers Anam saat melipat kertas itu diunggah salah satu akun Instagram. Akun tersebut menyertakan narasi 'Moment Komisioner Komnas HAM melipat kertas untuk menutupi sesuatu' di dalam video.
Selain itu, muncul tanda panah dengan kalimat 'ada yang ditutupi' saat Anam membuka kertas dan melipat sisi kiri kertas itu. Ada juga kalimat 'Drama Komnas HAM soal Kematian Brigadir Yoshua' di video tersebut.
Momen yang viral itu merupakan potongan video saat konferensi pers perkembangan penyelidikan kasus tewasnya Brigadir Yoshua yang digelar Komnas HAM di kantor Komnas HAM pada Rabu (27/7). Anam saat itu menjelaskan soal cell dump atau teknik untuk menyelidiki keberadaan handphone atau telepon seluler dalam satu titik lokasi lewat data yang diperoleh dari base transceiver station atau BTS.
"Kami tadi juga ditunjukkan di mana monitoring keberadaan, di samping dari video, keberadaan komunikasi, jejaring komunikasi yang terdapat di area Duren Tiga, di area Magelang, jadi ada empat titik untuk melakukan salah satu tindakannya adalah cell dump menarik jaringan komunikasi itu, kami juga dikasih bahannya, termasuk disediakannya print-nya, raw material-nya kami dikasih, jaring-jaringnya, siapa ngomong apa kami juga dikasih. Saya akan tunjukkan," ujar Anam.
Simak video 'Komnas HAM Dapat Info Sambodo Beda Rombongan PCR dengan Istri-Ajudan':
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.
Anam kemudian berjalan ke arah salah satu staf. Dia mengambil kertas yang di dalamnya terdapat gambar dan tulisan.
Anam terlihat memegang dan menunjukkan kertas itu ke arah wartawan. Saat itu, Anam sempat melipat sisi kiri kertas tersebut. Anam hanya sebentar menunjukkan kertas itu. Wartawan yang ada di lokasi sempat meminta Anam lebih lama menunjukkan kertas itu, tapi dia menolak dan memberi penjelasan lebih lanjut.
Baku Tembak di Rumah Irjen Ferdy Sambo
Baku tembak antara Brigadir Yoshua dengan Bharada E terjadi di rumah singgah Irjen Ferdy Sambo di kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7) sore. Baku tembak itu menewaskan Brigadir Yoshua.
Polisi menyebut baku tembak diawali dugaan pelecehan oleh Brigadir Yoshua terhadap istri Irjen Ferdy Sambo. Brigadir Yoshua merupakan personel kepolisian yang ditugaskan sebagai sopir istri Ferdy Sambo.
Dugaan pelecehan itu disebut membuat istri Ferdy Sambo berteriak. Teriakan itu kemudian didengar Bharada E yang bertugas sebagai pengawal Irjen Ferdy Sambo. Bharada E pun bertanya tentang apa yang terjadi namun direspons dengan tembakan oleh Brigadir Yoshua.
Brigadir Yoshua dan Bharada E kemudian disebut terlibat baku tembak. Brigadir Yoshua tewas dalam baku tembak.
Kasus ini baru diungkap ke publik tiga hari kemudian atau Senin (11/7). Sejumlah pihak, mulai dari Menko Polhukam Mahfud Md hingga Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto menilai ada kejanggalan dalam kasus ini.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit pun membentuk tim khusus untuk mengusut kasus ini. Selain itu, Komnas HAM dan Kompolnas ikut mengusut sebagai tim eksternal.