Sementara itu, Prof Azra melaporkan, pada 2018, Dewan Pers sudah mengajukan usulan 8 klaster pasal yang dinilai bermasalah. Namun, masukan dari Dewan Pers dan konstituen tidak dimasukkan sama sekali. Dalam draf sekarang ini, urainya, malah ada 9 klaster dari 22 pasal umum yang mengganggu hak berekspresi, 14 di antaranya berkaitan dengan kemerdekaan pers.
Dewan Pers juga sudah ketemu dengan konstituen Dewan Pers dan para pemangku kepentingan. Pertemuan dengan Kemenkumham yang dipimpin Wamenkumham Prof Edward Omar Sharif Hiariej dan tim perumus sudah dilakukan Dewan Pers pekan lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rumusan reformulasi RKUHP diminta segera oleh Mahfud Md. Dewan Pers bekerja cepat, pada Kamis (28/7) juga melakukan penyusunan reformulasi dengan melibatkan Wakil Ketua Mahkamah Agung Andi Samsan Nganro, ahli hukum Bivitri Susanti, mantan Ketua YLBHI Asfinawati, Tim LBH Pers dipimpin Ade Wahyudin, dan lain-lain.
Samsan Ngandro berpendapat pasal terkait dengan pers yang mengandung delik harus diperbaiki. Dewan Pers juga minta supaya pasal-pasal bermasalah di-drop atau direformulasi.
Arif Zulkifli menyatakan pemberitaan soal terorisme pun bisa diperkarakan karena harus lengkap. "Pemberitaan pers pasti yang terdepan dan belum lengkap. Demikian juga soal penghinaan pada presiden hingga lurah/kepala desa, bisa menjadi perkara," paparnya.
Ia khawatir kelak ada self censorship yang tinggi di media, ini adalah berbahaya bagi kelangsungan kehidupan pers dan masyarakat. Sedangkan Ninik menuturkan, masih ada waktu untuk mengawal RKUHP. Dia berharap, pasal yang tak seharusnya ada bisa dikeluarkan. "Intinya adalah reformulasi," kata dia.
Adapun Sasmito mengutarakan, secara prinsip AJI tidak menolak RKUHP itu. Tapi, RKUHP masih perlu masukan dari masyarakat luas dan penyempurnaan sehingga tidak buru-buru diberlakukan.
(rfs/maa)