Pakar Hukum Unbraw Apresiasi Komitmen Keterbukaan Polisi ke Komnas HAM

Pakar Hukum Unbraw Apresiasi Komitmen Keterbukaan Polisi ke Komnas HAM

Audrey Santoso - detikNews
Senin, 25 Jul 2022 10:11 WIB
Wakil Dekan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (Unbraw), Aan Eko Widiarto
Foto: Pakar hukum Universitas Brawijaya Aan Eko Widiarto (Dok. Istimewa)
Jakarta -

Pakar hukum Universitas Brawijaya, Aan Eko Widiarto, memandang tim khusus bentukan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo serius dalam mengusut kematian Brigadir Novriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J. Penilaian Aan didasari perkembangan investigasi yang berjalan di Komnas HAM.

Sebelumnya diberitakan, Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik dan para komisionernya menggelar konferensi pers di Kantor Komnas HAM, Jakarrta Pusat. Taufan mengatakan tim dokter Polri telah memberikan penjelasan komprehensif terkait autopsi jenazah Brigadir J, dan memberi akses seluas-luasnya kepada pihaknya untuk menginvestigasi.

"Saya lihat Komisioner Komnas HAM konferensi pers tentang hasil autopsi (pertama). Ini menunjukkan bahwa polisi ada kesungguhan untuk betul-betul membuat perkara ini jadi terang-benderang. Tinggal nanti kita lihat kesimpulannya, apakah benar-benar terang-benderang, atau ada yang disembunyikan," kata Aan kepada wartawan, Senin (25/7/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya mengapresiasi kepolisian yang terbuka dan transparan dengan pembentukan tim, di mana banyak lembaga di luar Polri yang terlibat seperti Komnas HAM, Kompolnas," sambung Aan.

Aan berharap tim khusus Kapolri ini dapat mengembalikan kepercayaan publik pada Polri, serta meyakinkan publik bahwa kredibilitas Korps Bhayangkara benar-benar dijaga. Aan juga berharap kasus penembakan Brigadir J ini hanya menjadi persoalan oknum, bukan institusi

ADVERTISEMENT

"Pasca tim khusus yang dibentuk oleh Kapolri ini, tentunya diharapkan bisa mengembalikan kepercayaan publik, jangan terus merosot. Makanya hasil tim Kapolri ini menjadi sebuah tantangan, menunjukkan bahwasanya kredibilitas Polri ini memang masih bisa dipertahankan," ujar Aan.

"Dan ini hanya persoalan perilaku beberapa oknum anggota yang tidak sesuai komitmen Presisi Kapolri," imbuh dia.

Simak pendapat Aan Eko Widiarto soal keterbukaan Polri di halaman selanjutnya.

Harap Polri Terbuka soal CCTV

Wakil Dekan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya ini menilai Jenderal Sigit mendengarkan aspirasi publik soal kasus kematian Brigadir J di rumah Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo yang janggal. Usai masalah autopsi, Aan meminta Polri terus konsisten terbuka pada publik soal bukti lainnya di kasus ini, salah satunya CCTV.

"Beberapa tuntutan masyarakat, khususnya keluarga dan kuasa hukum yang minta autopsi itu kan sudah dikabulkan oleh Polri dan dilakukan terbuka kalau nggak salah melibatkan 10 tim autopsi. Sampai saat ini saya kira progressnya masih bagus. Tinggal nanti pengungkapan barang bukti yang lain semisalnya CCTV," ungkap Aan.

Aan berpendapat informasi soal CCTV di kasus penembakan Brigadir J masih simpang siur hingga saat ini. Polri dinilai perlu membuktikan fakta dari keterangan Kapolres Jakarta Selatan nonaktif, Kombes Budhi Herdi, soal CCTV yang rusak dua pekan sebelum peristiwa penembakan.

"Saya kira komitmen berikutnya, tidak hanya soal autopsi ini tapi juga harus clear di barang bukti lain. Ini kan CCTV masih simpang siur, rusak karena petir atau karena dirusak misalnya. Kemudian CCTV yang lain selama ini kan masih dalam proses kalibrasi, nah ini memang hanya buying time saja atau betul-betul sedang dilakukan pemeriksaan di labfor (laboratorium forensik)," tutur Aan.

Pengungkapan Motif Sebenarnya

Selanjutnya, Aan membahas soal motif penembakan Brigadir J. Pengungkapan motif penembakan dapat diharap dapat menjawab spekulasi yang selama ini berkembang liar di masyarakat.

"Soal pendalaman motif memang dalam tindak pidana itu kebenaran materiil. Karena motif ini menjadi penting, sehingga seharusnya nanti pengungkapan motif dalam tindak pidana ini bisa diungkapkan ke publik, sehingga tidak timbul spekulasi," jelas Aan.

Menurut Aan, proses penyidikan tak hanya mengejar eksekutor, kendati juga otak di balik kejahatan bila ada indikasi tersebut. Aan menerangkan pengungkapan motif penembakan akan membuat hasil investigasi tim khusus bentukan Jenderal Sigit komprehensif.

"Motif ini perlu dibuktikan dalam proses penyidikan nanti. Motif itu penting karena dalam pidana itu tidak hanya pelaku yang dikejar, tetapi yang membantu serta yang menjadi otak tindak pidana itu. Kalau hanya dari pelaku, nanti terputus. Motif itu yang punya bukan eksekutor, motif itu yang punya adalah pelaku yang perannya sebagai 'otak'. Makanya motif ini penting untuk mengungkap secara keseluruhan," terang Aan.

Simak penjelasan Aan Eko Widiarto soal UU KIP pada kasus pidana di halaman berikutnya.

Keterbukaan Informasi dalam UU KIP

Masih kata Aan, Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) memang memiliki batasan dalam konteks informasi pidana. Batasan tersebut lebih kepada inisial pihak-pihak yang terlibat dalam suatu tindak pidana, terutama pelaku.

Batasan diterapkan dalam rangka menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah sebelum hakim menjatuhkan putusan atas perkara pidana yang dimaksud.

"Dalam UU Keterbukaan Informasi Publik, itu ada beberapa batasan memang untuk informasi masalah pidana dan sebagainya itu dikecualikan untuk diakses. Soal nama dan lain-lain memang ditutup. Kenapa ditutup, karena untuk menghormati praduga tak bersalah karena belum diputus oleh hakim," ungkap Aan.

Kendati demikian penjelasan tentang konstruksi hukum perkara pidana dapat dibuka ke publik, apalagi jika kasusnya telah menjadi sorotan masyarakat luas dan telah ditangani dengan cara-cara ilmiah. Oleh sebab itu Aan mendorong Polri terus menjaga transparansi tentang kasus kematian Brigadir J.

"Ini kan sudah menjadi atensi publik yang memerlukan keterbukaan. Jadi walaupun tidak dibuka semua nama-namanya, namun proses ini harus terbuka. Misal hasil autopsi ada berapa luka, analisis labfor (laboratorium forensik) soal tembakan. Kalau untuk hasil yang sifatnya scientific, fakta, apa adanya begitu ya seharusnya dibuka biar clear," kata Aan.

"Konstruksi kasusnya seperti apa, dibuka ya nggak apa. Kalau ditutup akhirnya ada stigma kan. Ya awalnya penjelasan ini menembak karena mengancam membunuh dan melakukan pelecehan itukan juga sebenarnya stigma kepada korban (Brigadir J)," pungkas dia.

Halaman 2 dari 3
(aud/fjp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads