Indonesia Police Watch (IPW) mengapresiasi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prawbowo yang menonaktifkan Karo Paminal Divisi Propam Polri Brigjen Hendra Kurniawan dan Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Budhi Herdi Susianto terkait kasus Brigadir J. IPW juga mendesak tim khusus Polri menjerat pidana bagi anggota Polri yang menghalang-halangi pengusutan kasus Brigadir J.
"Indonesia Police Watch (IPW) juga mendesak kepada tim khusus internal Polri untuk melakukan tindakan hukum kepada anggota Polri yang menghalangi proses hukum (obstruction of justice) dengan menerapkan pasal 233 KUHP," ujar Ketua IPW Sugeng Tegung Santoso dalam keterangan persnya, Kamis (21/7/2022).
Bunyi pasal 233 KUHP menyatakan:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Barangsiapa dengan sengaja menghancurkan, merusak, membikin tak dapat dipakai, menghilangkan barang-barang yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan sesuatu di muka penguasa yang berwenang, akta-akta, surat-surat atau daftar-daftar yang atas perintah penguasa umum, terus menerus atau untuk sementara waktu disimpan, atau diserahkan kepada seorang pejabat, ataupun kepada orang lain untuk kepentingan umum, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun".
Sugeng mengatakan kasus ini harus dijadikan sebagai koreksi di tubuh Polri untuk menjalan Polri yang Presisi. Karena itu, Polri harus tegas, menindak siapapun anggota yang terlibat.
"Institusi Polri harus berani tegas, menindak terhadap anggota-anggotanya yang terlibat melakukan penyimpangan dan pelanggaran hukum dalam kasus polisi tembak polisi yang menewaskan Brigpol Yosua," kata Sugeng.
Arahan presiden Joko Widodo sudah cukup gamblang agar mengusut tuntas kasus jangan sampai ada keraguan di mata publik dan tidak boleh ditutup-tutupi.
"Sebab itu, tim khusus internal Polri harus mengusutnya secara menyeluruh terhadap setiap anggota Polri yang terlibat dalam penanganan kasus tewasnya Brigpol Yosua di rumah Irjen Ferdy Sambo tersebut," tuturnya.
IPW Desak Semua Anggota Terlibat Diperiksa
Sugeng juga mengapresiasi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang menonaktifkan Karo Paminal Divisi Propam Polri Brigjen Hendra Kurniawan dan Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Budhi Herdi Susianto terkait kasus tewasnya Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat ini. Dengan pencopotan tersebut, tim khusus internal Polri harus memeriksa semua anggota Propam Polri dan anggota Polres Metro Jaksel yang terlibat dalam penanganan kasus tewasnya Brigpol Nopryansah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
"Hal ini dilakukan, bila Tim Khusus Internal Polri mengikuti arahan Presiden Jokowi yang menyatakan kasusnya harus dituntaskan, jangan ditutupi, terbuka dan jangan sampai ada keraguan dari masyarakat," katanya.
Baca selengkapnya di halaman selanjutnya.....
Simak Video: Komnas HAM Sebut Kantongi Kronologi Detail Tewasnya Brigadir J
Timsus Diminta Telusuri Pihak yang Intervensi
Tim khusus juga diminta untuk menelusuri kemungkinan adanya intervensi atau perintah-perintah dari Divisi Propam dan Polres Jaksel dalam penanganan perkara sejak awal kejadian.
"Sehingga, untuk tidak menutupi kasus yang sebenarnya terjadi dan menghilangkan keraguan dari masyarakat itu, sudah menjadi kewajiban Tim Khusus untuk menelusuri adanya campur tangan dan perintah-perintah dari anggota Polri baik di Satker Divisi Propam dan Polres Jakarta Selatan, mulai sejak kejadian hilangnya nyawa brigpol Yosua. Penelusuran keterkaitan adanya anggota Polri dalam penanganan kasus ini juga perlu dilakukan oleh Kompolnas dan Komnas HAM yang sudah mendapatkan bahan dari masyarakat," bebernya.
Sebagaimana keterangan Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan, Irjen Ferdy Sambo melaporkan peristiwa tewasnya Brigadir J ini kepada Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Budhi Herdi Susianto, pada Jumat (8/7). Dengan mencuatnya kejadian di rumah Irjen Ferdy Sambo, maka Kapolres Metro Jakarta Selatan dan anggota di Divisi Propam Polri turut serta berada di tempat kejadian perkara (TKP).
"Bahkan keterlibatan anggota Propam Polri sampai mengantar jenazah ke rumah duka di Jambi. Termasuk adanya campur tangan saat adik kandung almarhum Brigpol Yosua dipaksa menandatangani hasil autopsi," imbuhnya.
"Jangan lupa, dalam kasus tewasnya polisi tembak polisi ini semua tersangkut dengan Divisi Propam Polri. Brigpol Yosua yang tewas ditembak adalah ajudan Irjen Ferdy Sambo yang menjabat Kadiv Propam Polri. Penembaknya Bharada E juga ajudan Irjen Ferdy Sambo dan kejadiannya juga di rumah Irjen Ferdy Sambo yang merupakan Pejabat Utama Mabes Polri di Duren Tiga, Jakarta. Sehingga, segala urusan mengenai kejadian tersebut menjadi tanggungjawab satkernya yakni Propam Polri. Hal itu terlihat jelas dalam pengantaran jenazah ke rumah duka dilakukan oleh Propam Polri," paparnya.
Dengan begitu, sangat wajar apabila tim khusus yang beranggotakan Irwasum Komjen Agung Budi Maryoto selaku ketua tim, Kabareskrim Komjen Agus Andrianto, Kabaintelkam Komjen Ahmad Dofiri dan Asisten SDM Polri Irjen Wahyu Widada memeriksa semua anggota Polres Jaksel dan anggota Propam Polri yang terlibat dalam penanganan kematian Brigpol Yosua.
"Pasalnya, kejanggalan dalam penanganan kasus polisi tembak polisi itu muncul ketika jenazah yang tiba di rumah duka di Jambi, tidak boleh dibuka oleh keluarga. Kemudian, pihak kuasa hukum keluarga menyatakan bahwa adik almarhum dilarang komandannya untuk melihat proses autopsi. Bahkan, adiknya dipaksa untuk tanda tangan hasil autopsi," tuturnya.
Karena itu, menurut Sugeng, oknum yang melampaui kewenangannya harus diberi sanksi dan dilakukan sidang disiplin dan sidang etik untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.