Dakwaan Abdul Gafur Mas'ud
Dalam persidangan ini Abdul Gafur duduk sebagai terdakwa bersama dengan Nur Afifah Balqis yang disebut sebagai Bendahara DPC Partai Demokrat Balikpapan. Mereka didakwa menerima suap totalnya Rp 5,7 miliar.
Dari surat dakwaan yang diterima detikcom disebutkan Abdul Gafur menerima suap secara bertahap dari berbagai pihak. Abdul Gafur disebut menerima suap untuk menyetujui pengaturan paket-paket pekerjaan tahun anggaran 2020 dan 2021 pada lingkup Pemerintah Kabupaten PPU di Dinas PUPR.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bahwa Terdakwa I Abdul Gafur Mas'ud bersama-sama dengan Terdakwa II Nur Afifah Balqis, Muliadi selaku Plt Sekretaris Daerah Kabupaten PPU, Edi Hasmoro selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten PPU, Jusman selaku Kepala Bidang Sarana Prasarana Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten PPU, dan Asdarussallam selaku Dewan Pengawas PDAM Danum Taka PPU serta RSUD Aji Putri Botung Kabupaten PPU menerima hadiah atau janji berupa uang secara bertahap yang seluruhnya berjumlah Rp 5.700.000.000," demikian tertulis dalam surat dakwaan yang telah dibacakan jaksa dalam sidang tersebut.
Disebutkan uang itu berasal dari Ahmad Zuhdi alias Yudi sebesar Rp 1.850.000.000; Damis Hak, Achmad, Usriani alias Ani, dan Husaini sebesar Rp 250 juta; 9 kontraktor sebesar Rp 500 juta; dan dari sejumlah perusahaan sebesar Rp 3.100.000.000. Pemberian suap itu agar Abdul Gafur menyetujui pengaturan paket-paket pekerjaan tahun anggaran 2020 dan 2021 pada Dinas PUPR PPU.
Selain itu, ada pemberian suap agar Abdul Gafur menerbitkan perizinan yang diajukan oleh PT Bara Widya Tama, PT Prima Surya Silica, PT Damar Putra Mandiri, PT Indoka Mining Resources, PT Waru Kaltim Plantation, dan PT Petronesia Benimel.
Uang untuk Musda PD
Uang itu disebut digunakan Abdul Gafur untuk kebutuhan biaya operasional Musda Partai Demokrat Provinsi Kalimantan Timur. Saat itu Abdul Gafur diketahui tengah mengikuti pemilihan Ketua DPD Partai Demokrat Provinsi Kalimantan Timur.
"Guna memenuhi kebutuhan biaya operasional Musda Partai Demokrat Provinsi Kalimantan Timur, di mana Terdakwa I Abdul Gafur Mas'ud mengikuti pemilihan Ketua DPD Partai Demokrat Provinsi Kalimantan Timur," sebutnya.
Peran Afifah
Disebutkan Abdul Gafur sering menggunakan ATM Nur Afifah untuk keperluan transaksi keuangan. Hal ini dilakukan Abdul Gafur saat menjabat Ketua DPC Partai Demokrat Kota Balikpapan.
"Bahwa sejak 2015 ketika Terdakwa I Abdul Gafur Mas'ud menjabat sebagai Ketua DPC Partai Demokrat Kota Balikpapan, terdakwa I Abdul Gafur Mas'ud sering menggunakan ATM milik Terdakwa II Nur Afifah Balqis untuk keperluan transaksi keuangannya," demikian tertulis dalam surat dakwaan yang telah dibacakan jaksa dalam sidang tersebut.
Pada 2018, Abdul Gafur diusung oleh Partai Demokrat dan terpilih sebagai Bupati Kabupaten PPU. Abdul Gafur saat itu disebut merangkap jabatan dan tetap sebagai Ketua DPC Partai Demokrat.
Pada awal 2020, Abdul Gafur mengangkat Nur Afifah sebagai bendahara di DPC Partai Demokrat kota Balik Papan. Hal ini disebut untuk memudahkan koordinasi antara Abdul Gafur dan Nur Afifah.
"Untuk memudahkan koordinasi sekitar awal tahun 2020 Terdakwa I Abdul Gafur Mas'ud mengangkat terdakwa II Nur Afifah Balqis sebagai Bendahara DPC Partai Demokrat Kota Balikpapan," lanjutnya.
Nur Afifah yang masih berusia 24 tahun ini diminta mengelola dana operasional pribadi Abdul Gafur. Uang hasil suap Abdul Gafur ini lantas ditempatkan pada beberapa rekening milik Nur Afifah.
Abdul Gafur dan Nur Afifah didakwa melanggar Pasal 12 huruf b juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHPidana serta Pasal 11 juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHPidana.
(zap/aik)