Pengakuan Andi Arief soal Duit Bupati PPU Dipakai untuk Bantu COVID

Pengakuan Andi Arief soal Duit Bupati PPU Dipakai untuk Bantu COVID

Tim detikcom - detikNews
Rabu, 20 Jul 2022 20:52 WIB
Andi Arief usai diperiksa KPK dalam kasus suap Bupati PPU, di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (10/5/2022).
Foto: Andi Arief usai diperiksa KPK dalam kasus suap Bupati PPU, Selasa (10/5/2022). (Hanafi/detikcom)
Jakarta -

Andi Arief akhirnya buka-bukaan di hadapan majelis hakim yang mengadili Bupati Penajam Paser Utara (PPU) Abdul Gafur Mas'ud. Politikus Partai Demokrat itu mengakui penerimaan uang di dalam kantung kresek warna hitam yang berasal dari Abdul Gafur.

Andi Arief menyampaikan itu saat menjadi saksi di sidang Gafur di Pengadilan Tipikor Samarinda, Rabu (20/7/2022). Andi mengaku ada 2 kali pemberian, pada pemberian pertama diterima langsung Andi Arief sebesar Rp 50 juta, sedangkan pemberian kedua menurutnya tidak ditujukan langsung untuk dia.

"Betul (pernah menerima uang dari Abdul Gafur), setahu saya, Pak Gafur memberikannya bulan Maret 2021 sama yang satu lagi saya lupa bulannya, dan itu saya tidak minta pak," ujar Andi Arief saat bersaksi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Andi mengatakan uang itu dipakai untuk membantu kader Partai Demokrat (PD) yang terkena COVID. Dia mengaku uang pemberian Gafur tidak terkait dengan Musda PD.

"Cuma pada waktu itu... jangan dilihat dari sekarang, itu COVID melanda kader-kader Partai Demokrat banyak sekali waktu itu, jadi pak Gafur ini memberi ke kita dengan membantu, saya nanti akan jelaskan ada pertanyaan lagi, tapi yang jelas tidak ada hubungan apa namanya...Musda... tidak ada hubungan apapun, tapi emang karena Pak Gafur ini saya dengar sejak tahun berapa perhatian sama DPP, pada pegawai-pegawai kecil itu memang ada," jelasnya.

ADVERTISEMENT

Uang di Dalam Kresek Hitam

Teknis pemberian uangnya juga dijelaskan Andi Arief. Dia menyebut uang itu diletakkan di dalam kantong kresek hitam. Uang itu juga diserahkan Gafur melalui sopirnya.

"Pak Gafur nggak pernah (memberi langsung), jadi yang memberikan sopirnya, karena pagi-pagi kresek hitam Rp 50 juta pak, saya tanya kepada Pak Gafur 'ini uang apa Pak Gafur', 'ya pakai lah untuk temen-temen yang kena COVID', masa kalau dikasih uang Rp 50 juta untuk bantu-bantu nggak saya terima pak, gitu aja. Saya juga nggak tahu itu uang korupsi atau tidak, tapi yang jelas itu pada waktu itu COVID sedang tinggi pak, beberapa orang juga meninggal di Partai Demokrat," ucapnya.

Tak hanya sekali, menurut Andi, Abdul Gafur ini juga pernah mengirim uang tapi bukan ditujukan untuk Andi. Uang itu dikirim Gafur melalui rekening staf Demokrat, namun dia tidak ingat jumlah pastinya.

"Yang kedua yang saya ingat saya nggak pernah dikasih sama Pak Gafur cuma pak Gafur tiba-tiba membantu, kalau nggak salah soal COVID lagi tuh, tapi kalau nggak salah bukan pemberian langsung. Pak Gafur nggak pernah ngasih langsung, tapi mungkin melalui rekening dan jumlahnya saya nggak tahu persis 50 (Rp 50 juta) atau berapa," sebutnya.

Simak video 'Covid RI 20 Juli Ngegas, Tambah 5.653 Kasus-10 Kematian':

[Gambas:Video 20detik]



Andi Arief: Pemberian Rp 50 Juta Bukan Pidana

Lebih lanjut, dalam sidang ini Andi Arief mengungkapkan pendapatnya tentang penerimaan itu. Menurutnya, hal itu bukan tindak pidana.

Andi mengatakan itu saat ditanya jaksa perihal keterangan yang berbeda dengan sopir Gafur tentang jumlah uang.

"Soal jumlah uang saudara bilang Rp 50 juta, kalau menurut keterangan Rizki Amanda yang diserahkan Abdul Gafur Mas'ud yang diambil dari Bu Afifah itu jumlahya Rp 150 juta, yang betul yang mana Rp 50 juta atau Rp 150 juta?" tanya jaksa KPK.

"Saya nerima dari sopir saya plastik hitam Rp 50 juta pak, Rp 50 juta pak, dan itu menurut saya bukan tindak pidana," jawabnya.

Jaksa KPK pun meminta Andi tidak mengutarakan penilaiannya. Jaksa menegaskan pihaknya nanti akan menilai kesaksian Andi.

Uang Rp 1 M di OTT Gafur Disinggung Jaksa

Dalam sidang ini, jaksa KPK juga bertanya perihal uang Rp 1 miliar yang disita KPK saat menangkap Gafur di Jakarta. Jaksa bertanya apakah uang itu diperuntukkan untuk Andi Arief.

"Nggak ada, saya nggak pernah minta Gafur ke Jakarta, bahkan untuk fit and proper test saya minta di Kaltim aja, kalau nggak salah itu pak," kata Andi.

"Ada uang Rp 1 miliar saat tangkap tangan, apakah uang Rp 1 miliar diperuntukkan untuk saudara, atau untuk fit proper tes atau yang lainnya?" tanya jaksa KPK.

Andi mengaku tidak tahu peruntukan uang Rp 1 miliar itu. Andi juga menegaskan uang itu tidak berkaitan dengan Partai Demokrat.

"Saya nggak tahu pak (uang untuk siapa)," ucap Andi.

"Tidak terkait pengurusan Demokrat?" tanya jaksa lagi dan dijawab Andi Arief 'tidak ada'.

Dakwaan Abdul Gafur Mas'ud

Dalam persidangan ini Abdul Gafur duduk sebagai terdakwa bersama dengan Nur Afifah Balqis yang disebut sebagai Bendahara DPC Partai Demokrat Balikpapan. Mereka didakwa menerima suap totalnya Rp 5,7 miliar.

Dari surat dakwaan yang diterima detikcom disebutkan Abdul Gafur menerima suap secara bertahap dari berbagai pihak. Abdul Gafur disebut menerima suap untuk menyetujui pengaturan paket-paket pekerjaan tahun anggaran 2020 dan 2021 pada lingkup Pemerintah Kabupaten PPU di Dinas PUPR.

"Bahwa Terdakwa I Abdul Gafur Mas'ud bersama-sama dengan Terdakwa II Nur Afifah Balqis, Muliadi selaku Plt Sekretaris Daerah Kabupaten PPU, Edi Hasmoro selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten PPU, Jusman selaku Kepala Bidang Sarana Prasarana Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten PPU, dan Asdarussallam selaku Dewan Pengawas PDAM Danum Taka PPU serta RSUD Aji Putri Botung Kabupaten PPU menerima hadiah atau janji berupa uang secara bertahap yang seluruhnya berjumlah Rp 5.700.000.000," demikian tertulis dalam surat dakwaan yang telah dibacakan jaksa dalam sidang tersebut.

Disebutkan uang itu berasal dari Ahmad Zuhdi alias Yudi sebesar Rp 1.850.000.000; Damis Hak, Achmad, Usriani alias Ani, dan Husaini sebesar Rp 250 juta; 9 kontraktor sebesar Rp 500 juta; dan dari sejumlah perusahaan sebesar Rp 3.100.000.000. Pemberian suap itu agar Abdul Gafur menyetujui pengaturan paket-paket pekerjaan tahun anggaran 2020 dan 2021 pada Dinas PUPR PPU.

Selain itu, ada pemberian suap agar Abdul Gafur menerbitkan perizinan yang diajukan oleh PT Bara Widya Tama, PT Prima Surya Silica, PT Damar Putra Mandiri, PT Indoka Mining Resources, PT Waru Kaltim Plantation, dan PT Petronesia Benimel.

Uang untuk Musda PD

Uang itu disebut digunakan Abdul Gafur untuk kebutuhan biaya operasional Musda Partai Demokrat Provinsi Kalimantan Timur. Saat itu Abdul Gafur diketahui tengah mengikuti pemilihan Ketua DPD Partai Demokrat Provinsi Kalimantan Timur.

"Guna memenuhi kebutuhan biaya operasional Musda Partai Demokrat Provinsi Kalimantan Timur, di mana Terdakwa I Abdul Gafur Mas'ud mengikuti pemilihan Ketua DPD Partai Demokrat Provinsi Kalimantan Timur," sebutnya.

Peran Afifah

Disebutkan Abdul Gafur sering menggunakan ATM Nur Afifah untuk keperluan transaksi keuangan. Hal ini dilakukan Abdul Gafur saat menjabat Ketua DPC Partai Demokrat Kota Balikpapan.

"Bahwa sejak 2015 ketika Terdakwa I Abdul Gafur Mas'ud menjabat sebagai Ketua DPC Partai Demokrat Kota Balikpapan, terdakwa I Abdul Gafur Mas'ud sering menggunakan ATM milik Terdakwa II Nur Afifah Balqis untuk keperluan transaksi keuangannya," demikian tertulis dalam surat dakwaan yang telah dibacakan jaksa dalam sidang tersebut.

Pada 2018, Abdul Gafur diusung oleh Partai Demokrat dan terpilih sebagai Bupati Kabupaten PPU. Abdul Gafur saat itu disebut merangkap jabatan dan tetap sebagai Ketua DPC Partai Demokrat.

Pada awal 2020, Abdul Gafur mengangkat Nur Afifah sebagai bendahara di DPC Partai Demokrat kota Balik Papan. Hal ini disebut untuk memudahkan koordinasi antara Abdul Gafur dan Nur Afifah.

"Untuk memudahkan koordinasi sekitar awal tahun 2020 Terdakwa I Abdul Gafur Mas'ud mengangkat terdakwa II Nur Afifah Balqis sebagai Bendahara DPC Partai Demokrat Kota Balikpapan," lanjutnya.

Nur Afifah yang masih berusia 24 tahun ini diminta mengelola dana operasional pribadi Abdul Gafur. Uang hasil suap Abdul Gafur ini lantas ditempatkan pada beberapa rekening milik Nur Afifah.

Abdul Gafur dan Nur Afifah didakwa melanggar Pasal 12 huruf b juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHPidana serta Pasal 11 juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHPidana.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads