Kapolri Jenderal Listyo Sigit membentuk tim khusus hingga melibatkan pihak eksternal dalam mengusut kasus tewasnya Brigadir Nopriyansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J. Guru besar Politik dan Keamanan Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung Prof Muradi menilai langkah Kapolri sudah tepat.
"Saya kira yang dilakukan oleh Kapolri sudah benar. Pembentukan tim khusus untuk menangani kasus baku tembak tersebut harus dilakukan dengan pembentukan tim khusus karena melibatkan perwira tinggi dengan atensi publik yang tinggi juga," kata Muradi kepada wartawan, Jumat (15/7/2022).
Menurut Muradi, biasanya jika hanya melibatkan perwira tinggi (pati) yang bermasalah, penanganannya cukup dengan tim internal yang dipimpin oleh Irwasum atau Propam dengan supervisi langsung dari Kapolri atau Wakapolri. Ini dilakukan dalam penanganan kasus mantan Kabareskrim Komjen (purn) Sutiyono Landung juga Komjen (purn) Susno Duadji. Mekanisme hukumnya telah terbuka meski menjadi atensi publik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Muradi mengatakan, kasus penembakan di rumah dinas Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo yang menewaskan Brigadir J ini berbeda. Terlalu banyak hal yang membuat publik bertanya-tanya, sehingga menurutnya sudah tepat jika Kapolri Jenderal Sigit membentuk tim khusus hingga melibatkan pihak eksternal.
"Namun demikian, untuk kasus penembakan di rumah dinas Kadiv Propam tersebut dinilai publik terlalu banyak hal yang simpang siur yang membuat publik juga bertanya-tanya perihal keajegan dan kebenaran dari kasus tersebut. Sehingga memosisikan pembentukan tim khusus lintas badan dan asisten saya kira menjadi penting untuk dilakukan," jelasnya.
"Secara kontekstual hal ini menguatkan posisi Polri di mata publik dengan meluruskan hal yang simpang siur atas insiden tersebut. Namun demikian, penting untuk digarisbawahi bahwa posisi tim khusus harus tegak lurus ke pimpinan Polri dan presiden yang seirama dengan harapan publik untuk tidak ikut menyembunyikan fakta-fakta dan data yang justru membuat posisi Polri tidak baik di mata publik," sambungnya panjang lebar.
Prof Muradi menambahkan, penegasan Presiden Jokowi dan langkah yang diambil Kapolri Jenderal Sigit dalam kasus ini sudah benar. Namun menurutnya, ada tiga hal yang perlu dilakukan oleh Kapolri dan juga tim khusus tersebut.
"Pertama, Kapolri harus segera menonaktifkan untuk sementara waktu Kadiv Propam agar proses investigasi dari tim khusus tersebut dapat berjalan obyektif dan terukur. Meski Kadiv Propam secara angkatan dan usia ada jauh di bawah ketua dan anggota tim khusus, namun akan terbangun psikologis yang kurang baik saat pemeriksaan yang bersangkutan atau pun keluarga dari yang bersangkutan atas insiden tersebut jika masih menjabat definitif," jelasnya.
Kedua, lanjut Muradi, Kapolri Jenderal Sigit disarankan mempercepat proses investigasi dan kerja tim khusus. Ini penting agar penanganan persoalan ini tidak berlarut-larut dan justru membuat citra Polri kurang baik di mata publik.
"Kedua, Kapolri secara tegas disarankan untuk mempercepat proses investigasi dan kerja tim agar tidak berlarut-larut dan membuat posisi Polri di mata publik kurang baik. Batasan waktu kerja tim saya kira harus ditegaskan oleh Kapolri," ucapnya.
"Ketiga, ketua tim dan anggota tim khusus harus mampu membuka kotak pandora atas kesimpangsiuran masalah tersebut. Salah satunya dengan mengungkapkan masalah di balik itu. Sebab kejanggalan tersebut akan mengurangi integritas Polri di mata publik. Dan terakhir, jika ternyata ada anggota Polri yang terlibat, baik perwira tinggi maupun anggota Polri lainnya, maka proses hukumnya harus adil, dan mendapatkan hukuman yang setimpal dengan tetap menjaga integritas polri di mata publik," sambungnya.
Simak video 'Provos Minta Maaf soal Intimidasi Wartawan Liputan di Rumah Irjen Sambo':
Simak halaman selanjutnya kasus disorot Mahfud Md
Kasus Disorot Mahfud Md
Diketahui, insiden baku tembak antara Brigadir Nopriyansyah Yoshua Hutabarat dan Bharada E terjadi di rumah dinas Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo. Baku tembak disebut disebut pihak Polri bermula dari Brigadir J dipergoki melakukan pelecehan terhadap istri Kadiv Propam.
Akibat peristiwa baku tembak itu, Brigadir J meninggal dunia. Jenazah Brigadir J juga sudah dibawa ke keluarga dan dimakamkan.
Kasus penembakan Brigadir J ini ramai karena dinilai janggal oleh sejumlah pihak, termasuk keluarga Brigadir J. Menko Polhukam Mahfud Md juga menilai ada kejanggalan dalam kasus ini.
"Dalam proses penanganan sangat janggal kan, kenapa 3 hari baru diumumkan, itu satu proses penanganan. Kalau alasannya 3 hari karena hari libur, lah apakah hari libur masalah pidana itu boleh ditutup-tutupi begitu, sejak dulu nggak ada, baru sekarang orang beralasan hari Jumat libur, hari raya lalu diumumkan Senin, itu kan janggal bagi masyarakat, yang masuk ke saya kan begitu semua sebagai Menko Polhukam," kata Mahfud dalam wawancara khusus dengan CNNIndonesia TV, Kamis (14/7).
Mahfud mengaku dirinya banyak mendapatkan pertanyaan mengenai kejanggalan pertama itu. Kasus polisi tembak polisi ini, bagi Mahfud adalah masalah yang serius.
"Apa janggalnya? 'Ini Pak, apakah libur tidak boleh melakukan penyelesaian tindak pidana, mengumumkan?' ini kan masalah serius," katanya.
Kapolri Bentuk Tim Khusus
Karena itu, Jenderal Listyo Sigit membentuk tim khusus. Tim ini untuk menyelidiki kasus penembakan Brigadir J yang dinilai janggal.
Irwasum Polri Komjen Agung Budi Maryoto menjadi ketua tim khusus ini, sedangkan Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono sebagai penanggung jawab tim. Bagian eksternal lain yang termasuk pada tim khusus itu adalah Komnas HAM yang diwakili oleh M Choirul Anam dan Komisioner Kompolnas Irjen Purn Benny Mamoto.