Kejari Tangerang Setop 2 Kasus Pencurian-KDRT dengan Restorative Justice

Kejari Tangerang Setop 2 Kasus Pencurian-KDRT dengan Restorative Justice

Khairul Ma'arif - detikNews
Kamis, 14 Jul 2022 13:09 WIB
Kajari Kota Tangerang Erich Folanda
Kajari Kota Tangerang Erich Folanda (Khairul/detikcom)
Tangerang -

Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Tangerang melakukan restorative justice (RJ) terhadap dua kasus. Kasus pertama tindak pidana percobaan pencurian besi dan kasus tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

"Telah dilaksanakan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif atau restorative justice. Pada pokoknya Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Republik Indonesia menyetujui permohonan tim JPU Kejari Kota Tangerang terhadap dua perkara yang diajukan," ujar Kajari Kota Tangerang Erich Folanda kepada wartawan, Kamis (14/7/2022).

Erich menjelaskan perkara pertama atas nama tersangka Ropian bin Narsudi. Tersangka telah memenuhi unsur Pasal 363 ayat 1 ke-3 KUHP Pasal 53 ayat 1 KUHP, yaitu percobaan pencurian di dalam pekarangan yang ditinggali oleh seseorang. Ropian mencuri potongan besi bekas di dalam perusahaan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam kasus tersebut, Ropian belum sampai membawa potongan besi, namun sudah ketahuan satpam. Atas perkara ini, JPU berpendapat telah memenuhi syarat untuk dapat dilaksanakan penghentian pendaftaran dalam pengadilan restoratif.

"Karena dari uraian dari perbuatan Tersangka merupakan percobaan. Maka ancaman hukuman tindak pidana tersebut dikurangi sepertiga sehingga ancaman hukumannya dari 7 tahun menjadi 4 tahun dan 7 bulan. Kemudian nilai kerugian tidak lebih dari Rp 2,5 juta. jadi potongan besi bekas itu kalau dinilai di tukang loak itu nilainya hanya Rp 230.160," ucapnya.

ADVERTISEMENT

Erich juga menerangkan telah ada pemulihan kembali yang dilakukan tersangka dengan pihak perusahaan. Dalam hal ini Kejari Tangerang melakukan mediasi karena pihak perusahaan menginginkan adanya mediasi.

"Jadi kita lakukan di rumah RJ di Pinang. Itu pihak perusahaan memaafkan tersangka. Maka kemudian dibuat akte perdamaian. Jadi ada kesepakatan perdamaian antara korban pemilik perusahaan dengan tersangka kemudian disaksikan oleh tokoh masyarakat oleh ketua RW sehingga ada respon positif dari masyarakat. Yang memang menginginkan dilakukan perdamaian pihak perusahaan telah memaafkan Tersangka," tambah Erich.

Lalu pada kasus kedua, tersangka Rizki Frasiski dinilai memenuhi unsur Pasal 44 ayat 1 UU nomor 23 Tahun 2004 tentang KDRT atau Pasal 351 ayat 1 KUHP. Tersangka memukul istrinya karena kesal.

"Jadi karena emosi baru pulang kerja dia memukul istrinya. Kemudian istrinya mengadu ke ibunya, lalu lapor ke polisi. Hanya luka lecet dan memar," katanya.

Selain karena pidana penjara tidak lebih dari 5 tahun atas kasus ini, restorative justice dilakukan karena ada pemulihan yang dilakukan tersangka dengan cara meminta maaf. Akhirnya keluarga korban atau istri ini memaafkan tersangka untuk kemudian dilakukan.

"Jadi tidak ingin lagi permasalahan ini ditindaklanjuti karena mengingat istri tersangka ini sedang hamil 7 bulan. Jadi memang butuh kepala keluarga untuk mendampingi serta memenuhi semua persyaratan dan kerangka pikir keadilan restoratif," tuturnya.

Erich mengungkapkan saat ini kedua tersangka dalam perkaranya masing-masing sudah bebas sejak Rabu (13/7). Dia mengaku restorative justice diberikan kepada keduanya sudah ada izin dan petunjuk dari Kejaksaan Agung dan Kejaksaan Tinggi Banten.

"Keduanya sudah bebas. Karena ini sudah diberikan dengan surat ketetapan, maka sudah bebas," jelasnya.

Simak juga 'Jaksa Agung Sebut Restorative Justice Baru Menyasar Masyarakat Kecil':

[Gambas:Video 20detik]



(idn/idn)



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads