Majelis Masyayikh: Pesantren Tak Pernah Toleransi Kekerasan Seksual

Majelis Masyayikh: Pesantren Tak Pernah Toleransi Kekerasan Seksual

Kanavino Ahmad Rizqo - detikNews
Senin, 11 Jul 2022 17:28 WIB
Sebuah pondok pesantren di Sleman, Yogyakarta secara khusus menerima-mendidik santri berkebutuhan khusus. Di sana mereka diajarkan membaca serta hafalan Alquran
Ilustrasi / Santri tengah belajar membaca dan menghafalkan Al-Qur'an. (Pius Erlangga/detikcom)
Jakarta -

Ketua Majelis Masyayikh Pesantren Indonesia Abdul Ghaffar Rozin berbicara mengenai tantangan yang dihadapi pesantren usai muncul kasus kekerasan seksual belakangan ini. Rozin menegaskan pesantren tak pernah menoleransi kekerasan seksual.

Rozin mengawali pernyataannya dengan mengemukakan tantangan kolektif terkait meningkatnya keberanian melakukan aksi seksual terlarang. Rozin menduga masalah itu disebabkan salah satunya oleh informasi dan konten pornografi yang belum berhasil dibendung.

"Selain itu pemahaman (dan kepedulian) pada hukum positif yang berkaitan dengan kekerasan seksual juga belum merata. Tentu ada sebab-lainnya sehingga masalahnya menjadi kompleks," kata Rozin dalam keterangannya, Senin (11/7/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Rozin menyatakan kekerasan seksual pada prinsipnya dapat terjadi di mana saja, baik itu di ruang publik atau domestik. Bagi Rozin, peristiwa kekerasan seksual tidak bisa dilihat sebagai institusional, tapi merupakan tindakan personal.

"Karena itu, yang perlu ditindak adalah pelakunya. Institusinya tetap diselamatkan," ujar dia.

ADVERTISEMENT

Barulah kemudian Rozin menegaskan soal komitmen pesantren melawan kekerasan seksual. Rozin juga menegaskan sejumlah kasus kekerasan seksual tak bisa diasumsikan terjadi pada semua pesantren.

"Pesantren sendiri tidak pernah menoleransi kekerasan seksual. Beberapa kasus kekerasan tidak bisa diasumsikan terjadi pada semua pesantren yang jumlahnya puluhan ribu," tutur dia.

Rozin menjelaskan pesantren merupakan lembaga yang berpegang teguh pada ajaran Islam dan selalu memerhatikan lingkungan yang sehat dan kondusif. Dia menyebut pemisahan ruang laki-laki dan perempuan di pesantren dapat dibaca sebagai upaya mencegah terjadinya kekerasan seksual.

"Kasus yg muncul belakangan bukan cermin pesantren secara umum. Dan saya percaya pesantren masih menjadi pendidikan akhlak yang terbaik. Oleh karenanya masyarakat jangan ragu untuk memondokkan keluarganya ke pesantren," imbuh dia.

Kasus pelecehan seksual ramai diperbincangkan belakangan ini. Kasus terbaru yaitu dugaan pencabulan yang dilakukan Moch Suchi Azal Tsani (MSAT) alias Mas Bechi (42) di Pondok Pesantren Siddiqiyyah Jombang. Mas Bechi ini bahkan sempat dijadikan DPO oleh polisi.

Kasus pencabulan ini disebut sudah terjadi selama bertahun-tahun. Namun, baru beberapa hari terakhir ini Mas Bechi berhasil ditangkap kepolisian.

Penangkapan Mas Bechi juga berlangsung lama. Sebab, ketika petugas kepolisian menyambangi pesantren, para santri menghalangi petugas untuk masuk.

Lihat juga video 'Pengasuh Ponpes Banyuwangi Cabuli 6 Santri Ternyata Eks Anggota DPRD':

[Gambas:Video 20detik]



(knv/jbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads