Letjen (Purnawirawan) Djadja Suparman akan dieksekusi ke Lapas Militer Cimahi pada 16 Juli mendatang. Mantan Panglima Komando Daerah Militer V/Brawijaya itu sebelumnya divonis 4 tahun penjara atas kasus korupsi yang telah berkekuatan hukum tetap pada 2016 lalu.
Dirangkum detikcom, Minggu (10/7/2022) vonis hukum 4 tahun penjara bagi Djadja dibacakan pada 2013 silam. Pembacaan vonis dengan 360 halaman yang dimulai, Kamis (26/9/2013) pukul 10.30 WIB hingga pukul 23.30 Wib, sempat diskors sebanyak tiga kali.
Ketua Majelis Hakim dan dibantu dua anggota hakim Pengadilan Militer Tinggi II, Surabaya Jalan Raya Bandara Juanda Lama membaca dakwaan selama 13 jam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dalam amar putusannya, terdakwa terbukti melanggar Pasal 1 ayat 1 A jo Pasal 28 Undang-Undang No 3 Tahun 1971 dalam dakwaan primer serta Pasal 1 ayat 1 B Undang-Undang No 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," kata Ketua Majelis Hakim Letnan Jenderal Hidayat Manao, Jumat (27/9/2013) dini hari.
Vonis tersebut lebih berat dari tuntutan yang dibacakan Oditur Militer Letnan Jenderal TNI Sumartono, satu bulan sebelumnya, yakni 3 tahun dengan denda Rp 1 miliar.
Terjerat Kasus Korupsi
Perkara berawal dari kasus ruislag tanah di Waru, ketika Djadja Suparman menerima bantuan dana sebesar Rp 17,6 miliar dari PT Citra Marga Nusaphala Persada (CNMP) pada awal 1998 silam.
Dari total Rp 17,6 miliar, uang itu digunakan untuk membeli tanah seluas 20 hektar yang nilainya Rp 4,2 miliar di Pasrepan, Pasuruan. Dan juga digunakan untuk merenovasi Markas Batalyon Kompi C yang ada di Tuban, serta mendirikan bangunan Kodam Brawijaya di Jakarta.
"Sisanya yang tinggal Rp 13,3 miliar itu tidak bisa dipertanggungjawabkan oleh terdakwa," terang Hidayat.
Pembelaan Kuasa Hukum
Penasehat hukum Djadja, Olises Tampubolon, secara terpisah mengatakan bahwa kliennya Djadja Suparman itu tidak layak mendapatkan yang dijerat pasal korupsi. Karena, uang sebesar Rp 17,6 miliar dari PT CMNP itu adalah bentuk bantuan natura (jasa), bukan bantuan dana.
"Klien saya itu hanya mewakili saja dari PT CMNP. Karena tidak ada pimpinan proyek yang berani mengambil resiko dalam proyek pembangunan kodam," kata Olises Tampubolon kepada sejumlah wartawan.
Selengkapnya pada halaman berikut.
Dieksekusi 16 Juli
Djadja mengaku dirinya akan dieksekusi pada 16 Juli mendatang. Dia pun mempertanyakan eksekusi yang baru dilakukan bulan ini.
"Saya siap masuk Lembaga Pemasyarakatan Militer Cimahi tanggal 16 Juli 2022," kata Djaja dalam siaran pers kepada wartawan, Selasa (5/7/2022).
Bicara 'Mereka Ingin Saya Mati di Penjara'
Djadja bertanya-tanya mengenai eksekusi yang baru dilakukan bulan ini. Dia menudung ada yang ingin melihat dirinya mati di penjara.
"Mereka ingin saya mati di penjara!" katanya.
"Kenapa baru sekarang? Ke mana saja selama 6 tahun ini?" ujar mantan Pangdam Brawijaya 1997-1998 itu.
Djadja Suparman mengaku telah meminta kepada Kepala Oditur Militer Tinggi pada 2016 agar dieksekusi. Namun, permintaan itu ditolak.
"Akhirnya terjadi pembiaran selama 6 tahun. Siapa yang bertanggung jawab dan apa kompensasinya bila harus masuk penjara selama 4 tahun dan harus mati dalam penjara?" ujar Djadja.
Baca juga: Djadja Suparman Divonis 4 Tahun Penjara |
Djadja menilai ia mengalami pembunuhan karakter selama 22 tahun terakhir. Tujuannya untuk menghambat dan menghancurkan karir dan eksistensi dalam kehidupan bermasyarakat setelah purna bhakti.
"Sehingga tanpa disadari oleh pejabat terkait dalam perkaranya negara telah melakukan pelanggaran hukum dan HAM berat," ujar Djadja.
Tulis Surat Terbuka untuk Jokowi
Djadja Suparman juga menuliskan surat terbuka yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo. Djadja Suparman menuliskan dirinya menjadi korban pembunuhan karakter, padahal belakangan Irjenad TNI dan BPK RI mengatakan Djadja Suparman tidak terbukti melakukan korupsi di Kostrad.
"Saya harus siap mati berdiri untuk memulihkan nama baik dan mati di penjara menanti keadilan dan kepastian hukum," pungkas Letjen (Purn) Djadja Suparman.