Keberadaan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di seluruh desa di Indonesia dinilai sebagai satu indikasi praktek demokrasi Pancasila masih berlangsung. Menurut Sekretaris Jenderal MPR RI Ma'ruf Cahyono permusyawaratan yang dipraktekkan untuk merencanakan dan menentukan program dan kebijakan pembangunan adalah ciri adanya praktek demokrasi Pancasila.
Ia menuturkan permusyawaratan juga menjadi karakter bangsa Indonesia yang harus ditumbuh suburkan. Sayangnya praktek demokrasi di desa juga kadang tidak sejalan dengan prinsip-prinsip yang dikembangkan BPD.
"Pemilihan RT/RW tidak jarang juga menggunakan sistem suara terbanyak atau voting. Dan itu mereduksi fungsi permusyawaratan yang telah melekat pada BPD. Padahal keberadaan BPD mampu memberikan citra positif, pentingnya perencanaan pembangunan dari bawah (buttom up), dengan sistem permusyawaratan melalui musrenbangdes hingga musrenbangnas," tutur Ma'ruf Cahyono dalam keterangannya, Jumat (8/7/20220.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ma'ruf menjelaskan penerapan permusyawaratan seperti yang dilakukan BPD adalah bentuk aktualisasi nilai Pancasila secara berjenjang dari bawah sampai ke atas untuk mewujudkan tertib nasional menuju tercapainya keinginan bersama yaitu Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
"Setidaknya ada tiga syarat terwujudnya Demokrasi Pancasila, adalah kerakyatan, musyawarah, serta hikmat kebijaksanaan. Ini sesuai dengan esensi pembukaan UUD NRI Tahun 1945 yakni kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan," imbuhnya.
Ia mengungkapkan sistem demokrasi Pancasila yang berjalan dengan benar akan berdampak pada sistem politik, ekonomi, sosial budaya hingga pertahanan dan keamanan yang juga berdasarkan pada nilai-nilai Pancasila. Sehingga tidak ada lagi perpecahan, dan sebagai gantinya adalah hadirnya persatuan dan kesejahteraan.
Ma'ruf pun mengatakan seluruh rakyat seharusnya ikut merasakan keamanan dan bukan segelintir orang, kelompok dan golongan tertentu saja. Demikian juga dalam hal pelaksanaan peribadatan semua agama, berlangsung dengan baik dan saling toleran.
"Tidak ada hambatan soal mayoritas dan minoritas, karena satu untuk semua, semua untuk satu dan semua untuk semua. Serta bertambahnya nasionalisme dan keadilan yang dirasakan seluruh rakyat Indonesia, bukan kalangan tertentu saja," ungkapnya.
Sebagai informasi, hal ini disampaikan Ma'ruf Cahyono saat menjadi pembicara pada Seminar Nasional Dan Call For Papers, dengan tema Aktualisasi Pancasila Dalam Mewujudkan Sistem Demokrasi Konstitusional Indonesia.
Seminar Nasional itu terselenggara atas kerja sama Sekretariat Jenderal MPR RI dengan Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) dan berlangsung di Surakarta, Selasa (5/7) yang lalu.
Selain Ma'ruf Cahyono, ada empat pembicara lain yang ikut menyampaikan makalahnya yaitu, Din Syamsuddin, Sofyan Effendi, Aidul Fitriciada Azhari, serta Ma'mun Murod.
Lihat juga video 'Pemerintah Beri Rp 11,5 T di 7 BPD untuk Pemulihan Ekonomi Daerah':