ACT Menepis Bermitra Teroris

ACT Menepis Bermitra Teroris

Kadek Melda Luxiana, Azhar Bagas Ramadhan - detikNews
Kamis, 07 Jul 2022 07:52 WIB
Presiden ACT Ibnu Khajar (kanan) bersama Ketua Dewan Pembina ACT N. Imam Akbari (kiri) memberikan keterangan pers terkait pencabutan izin Penyelenggaraan Pengumpulan Uang dan Barang (PUB) Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) di kantor ACT, Menara 165, Jakarta, Rabu (6/7/22). Tim Legal Yayasan ACT menilai keputusan pencabutan izin yang dilakukan oleh Kementerian Sosial tersebut terlalu reaktif karena seharusnya ada proses yang harus dilakukan secara bertahap. ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/foc.
Konpers petinggi ACT (Foto: ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)
Jakarta -

Sengkarut dugaan pelanggaran pengumpulan donasi Aksi Cepat Tanggap (ACT) merembet ke laporan lawas terkait yayasan tersebut dicap sebagai organisasi berbahaya oleh India sejak 2020. ACT menepis mentah-mentah dikaitkan dengan teroris.

Laporan mengenai ACT itu disampaikan oleh media sayap kanan India, OpIndia, 14 Maret 2020. Saat itu India dilaporkan dilanda kerusuhan anti-Hindu.

ACT disebut memiliki hubungan dengan organisasi Islam radikal seperti Falah-e-Insaniyat. Foundation (FIF) dan Lashkar-e-Taiba (LeT). Media tersebut menuding ACT sebagai organisasi muslim yang sangat radikal.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

ACT dilaporkan mengirimkan 25 lakh ke India dan mendistribusikannya di New Delhi. Media tersebut juga melaporkan bahwa ACT mengumpulkan dana menggunakan propaganda jahat untuk membantu muslim yang terkena dampak kerusuhan. Uang itu disalurkan ke India dari Dubai melalui saluran Hawala. LSM tersebut berhubungan dengan organisasi muslim lokal di Delhi untuk mendistribusikan 25.00.000, untuk memicu kerusuhan Delhi Timur Laut lebih lanjut.

Presiden ACT Ibnu Khajar lantas memberikan penjelasan. Ibnu menyebut ACT hadir setelah kondisi India damai.

ADVERTISEMENT

"Cuma mau menjawab soal 2020 ada program didistribusikan ke India. Kami sampaikan ACT hadir ke sana dua pekan setelah kondisinya damai," kata Ibnu dalam konferensi pers di Kantor ACT, Jakarta, Rabu (6/7/2022).

Ibnu memastikan organisasi-organisasi yang menjadi mitranya di India legal. Dia yakin mitranya bukan teroris.

"Yang kedua, mitra kami di lapangan adalah organisasi-organisasi ulama yang legal di India. Insya Allah kami yakin betul mitra kami bukan teroris atau jaringan-jaringan teroris," tuturnya.

Temuan PPATK

Di sisi lain, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPAT) melaporkan temuannya mengenai transaksi rekening ACT. PPATK juga menghentikan sementara transaksi keuangan di 60 rekening atas nama ACT.

"Per hari ini, PPATK menghentikan sementara transaksi atas 60 rekening atas nama entitas yayasan tadi di 33 penyedia jasa keuangan sudah kami hentikan," kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana dalam konferensi pers, Rabu (6/7/2022).

Simak selengkapnya di halaman selanjutnya:

Simak Video: Kontroversi ACT: Izin Dicabut Sampai Dugaan Aliran Dana ke Al-Qaeda

[Gambas:Video 20detik]



Dalam kesempatan itu, Ivan menjelaskan, salah satu pengurus ACT pernah mengirim dana Rp 500 juta ke sejumlah negara. Transaksi itu dilakukan pada periode 2018-2019.

"PPATK melihat ada beberapa, selain yayasan entitas, yayasan yang melakukan pengelolaan dana, PPATK melihat ada beberapa individu di dalam yayasan tadi yang juga secara sendiri-sendiri melakukan transaksi ke beberapa negara dan ke beberapa pihak untuk kepentingan yang sekarang masih diteliti lebih lanjut," kata Ivan.

"Misalnya salah satu pengurus itu melakukan transaksi pengiriman dana periode 2018 ke 2019 hampir senilai Rp 500 juta ke beberapa negara, seperti ke Turki, Kyzikstan, Bosnia, Albania, dan India," lanjut dia.

Ivan mengatakan karyawan ACT melakukan transaksi ke luar negeri dengan nominal mencapai Rp 1,7 miliar. Ivan menerangkan dana itu dikirim ke negara-negara berisiko tinggi terkait terorisme.

"Jadi beberapa transaksi dilakukan secara individual oleh para pengurus dan kemudian ada juga salah satu karyawan melakukan selama periode 2 tahun melakukan transaksi ke pengiriman dana ke negara-negara berisiko tinggi dalam hal pendanaan terorisme. Seperti beberapa negara yang ada di sini dan 17 kali transaksi dengan nominal Rp 1,7 miliar. Antara Rp 10 juta sampai dengan Rp 552 juta. Jadi kita melihat masing-masing melakukan kegiatan sendiri-sendiri ke beberapa negara," kata Ivan.

Dari hasil koordinasi dan hasil kajian, penerima dari transaksi keuangan yang dilakukan oleh karyawan ACT itu terindikasi berafiliasi dengan organisasi terorisme, Al-Qaeda. Sang penerima, kata Ivan, pernah ditangkap oleh pemerintah Turki.

"Beberapa nama yang PPATK kaji, berdasarkan hasil koordinasi dan hasil kajian dari database yang PPATK miliki itu ada yang terkait dengan pihak yang... ini masih diduga ya, patut diduga terindikasi. Dia yang bersangkutan pernah ditangkap menjadi salah satu dari 19 orang yang ditangkap oleh kepolisian di Turki karena terkait dengan Al-Qaeda, penerimanya," kata Ivan.

Namun PPATK masih mendalami lebih lanjut perihal temuan ini. Pendalaman ini terkait ada tidaknya aktivitas lain yang diduga melanggar ketentuan.

"Tapi ini masih dalam kajian lebih lanjut, apakah ini memang ditujukan untuk aktivitas lain atau kebetulan. Selain itu ada yang lain yang secara tidak langsung terkait dengan aktivitas-aktivitas yang patut diduga melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan," ungkapnya.

ACT Cari Tahu soal Transfer Terkait Al-Qaeda

Perihal temuan PPATK itu, Presiden ACT Ibnu Khajar belum bisa memberikan penjelasan. Dia mengaku perlu waktu untuk memeriksa perihal transfer ke orang terkait Al-Qaeda.

"Kami juga sedang lihat, kami tidak akan lihat sekarang, karena pasca tadi siang kami juga ikuti kami perlu waktu untuk melihat siapa kira-kira yang dimaksudkan, apa kita belum paham sama sekali, daripada saya salah menjelaskan, saya juga belum detail, biarkan kami sebentar untuk merenung, melihat kembali," kata Ibnu dalam konferensi pers di Kantor ACT, Jakarta, Rabu (6/7/2022).

Halaman 3 dari 3
(knv/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads